Anies Baswedan Bisa Berbuat Lebih Membangun Bangsa jika Punya Kewenangan Publik

Perhelatan pilpres 2024 telah usai. Mahkamah Konstitusi (MK) dengan segala kontroversinya telah menyatakan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2024-2029. Setuju atau tidak setuju, kita hormati keputusan konstitusional ini demi tertib bernegara dan masa depan Indonesia itu sendiri.

Jiwa besar dan menghormati konstitusi itu sebagaimana telah ditunjukkan pasangan Calon Presiden Anies Baswedan  dan Calon Wakil Presiden Gus Muhaimin Iskandar (AMIN) yang menghadiri penetapan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 April 2024 lalu. Tindakan yang dilakukan pasangan AMIN ini sekaligus pertama kalinya sejak Indonesia melakukan pilpres langsung pada 2004, pasangan calon yang tidak menang menghadiri penetapan KPU atas pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih.

Pertanyaannya sekarang ke mana selanjutnya Anies Baswedan sebagai calon yang didukung 41 juta rakyat Indonesia? Beberapa peristiwa belakangan saat artikel ini ditulis menunjukkan partai-partai pengusung AMIN cenderung merapat ke Pemerintahan baru ke depan. 

Bagaimana dengan Anies? Seperti judul tulisan ini, Anies dengan kapasitas kepemimpinan dan intelektualnya yang sangat besar, bisa berbuat lebih membangun bangsa dan melakukan perubahan jika punya kewenangan publik. Pertanyaannya, kewenangan publik di Indonesia ini yang besar, yang benar-benar berpengaruh bagi kesejahteraan dan kemaslahatan umat bagi orang sekapasitas Anies apa? Menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2024-2029 jelas sudah tidak mungkin.

Yang masih memungkinkan adalah menjadi menteri atau Gubernur Daerah Khusus (DK) Jakarta. Menteri itu punya kewenangan melakukan perbaikan dan perubahan sekaligus keberlanjutan pembangunan di satu sektor di seluruh Indonesia. Sementara menjadi Gubernur DK Jakarta dengan otonomi daerah yang dimilikinya berwenang melakukan perbaikan salah satu satu wilayah terpenting di Tanah Air secara keseluruhan. DK Jakarta dan kawasan megapolitannya yang sudah terlanjut meraksasa itu akan tetap menjadi pusat bisnis dan perekonomian di Tanah Air walaupun sudah tidak menjadi ibu kota negara. DK Jakarta punya APBD sekitar Rp80 triliun yang setara dengan satu kementerian bahkan lebih, jauh lebih besar dan berlipat kali ganda dibandingkan APBD provinsi-provinsi lainnya di Tanah Air.

Kewenangan dan yang bisa diperbuat Anies untuk bangsa dan negara dengan menjadi menteri atau Gubernur DK Jakarta hemat penulis secara riil tentu jauh lebih besar dampaknya dibandingkan “memaksa” Anies berada di luar pemerintahan dan menjadi aktivis sosial atau kembali menjadi akademisi misalnya. Tentu penulis tidak hendak mengatakan bahwa menjadi aktivis sosial atau kembali menjadi akademisi misalnya memiliki dampak kecil bagi bangsa dan negara. Tidak. Dampaknya juga besar. Namun, jelas senyatanya kewenangan dan dampaknya bagi rakyat tidak akan bisa sebesar dan langsung dirasakan rakyat luas seperti kalau Anies kita relakan menjadi pejabat publik di tingkat pusat atau Gubernur DK Jakarta.

Sehingga, menjadi menteri atau Gubernur DK Jakarta jelas tidak akan membuat Anies turun kelas atau menurunkan ketokohan Anies menjadi tokoh daerah dari tokoh nasional seperti yang selama ini di-framing-kan. Bukan pula berkhianat kepada para pendukungnya. Karena, sekali lagi kewenangan publik yang paling besar dan paling berdampak saat ini dan secara realistis bagi rakyat, bangsa, dan negara Indonesia yang cocok untuk manusia sekapasitas, sekredibel, dan seintelektual Anies adalah dengan menjadi menteri atau mengabdi sebagai Gubernur DK Jakarta. Pilpres sudah selesai. Karena itu, please, jangan halangi kiprah Anies untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara dengan framing pengkhianat atau turun kelas.

Freddy Mutiara, akademisi di Surabaya, Jawa Timur