TK /
Ekonomi /
Senin, 02 Desember 2019,
11:40 WIB
Dengan pertimbangan untuk lebih mendorong dan meningkatkan kegiatan penanaman modal langsung, baik dari sisi pertumbuhan ekonomi, berkembangnya sektor usaha, kepastian hukum guna perbaikan iklim usaha yang lebih kondusif bagi kegiatan penanaman modal langsung di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, serta pemerataan dan percepatan pembangunan bagi bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.
Atas pertimbangan tersebut, pada 12 November 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2019 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.
Menurut PP ini, kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Usaha Utama, baik Penanaman Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, di:
“Kriteria sebagaimana dimaksud meliputi: a. memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor; b. memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau c. memiliki kandungan lokal yang tinggi,” bunyi Pasal 2 ayat (3) PP ini.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, berupa:
a. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tigapuluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah, yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun;
b. penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
a) bukan bangunan Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus;
b) bukan bangunan Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen);
c) bukan bangunan Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen);
d) bukan bangunan Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen);
e) bangunan permanen, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen);
f) bangunan tidak permanen, masa manfaat menjadi 5 (lima) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 20% (dua puluh persen).
2. Untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud:
a) Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus;
b) Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen);
c) Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen);
d) Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen).
c. Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan
d. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
“Tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud diberikan atas kerugian pada tahun pajak pertama, tahun pajak kedua, dan/atau tahun pajak ketiga sejak saat mulai berproduksi komersial,” bunyi Pasal 3 ayat (2) PP ini.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dapat dimanfaatkan sejak:
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 13 November 2019.