Anies Nilai Food Estate Bukan Solusi untuk Ketahanan Pangan

JAKARTA-  Capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan berbagi pandangan terkait ketahanan pangan yang terjangkau untuk semua dalam kegiatan Konferensi Orang Muda Pulihkan Indonesia yang diinisiasi WALHI di Balai Kartini, Sabtu(25/11). Salah satunya adalah melakukan perubahan pada sektor pangan, di mana jika selama ini menggunakan pendekatan food estate dirubah menjadi pendekatan contract farming.

“Jadi begini, wilayah pertanian kita itu tersebar di seluruh Indonesia. Petani-petani kita sudah melakukan kegiatan pertanian lintas generasi. Mereka tidak boleh ditinggalkan. Justru kita harus hadir melakukan intensifikasi atas aktivitas pertanian mereka karena itu pendekatan yang mau kami lakukan adalah pendekatan yang sudah dikerjakan selama ini di Jakarta(rekam jejak di Pemprov DKI Jakarta),” jelas Anies

Saat masa kepemimpinan Anies sebagai Gubernur, Pemprov DKI Jakarta membuat kontrak dengan GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) di berbagai wilayah. Lalu, para petani-petani yang tergabung dalam GAPOKTAN, diajak untuk meneken kerjasama bahwa hasil pertanian mereka akan dibeli oleh Pemrov DKI selama 5 tahun berserta range harga serta kualitasnya. Dengan begitu negara mendapat kepastian supply, dan bagi petani ada kepastian yang membeli.

“DKI Jakarta bukan membeli lahan besar lalu membuat food estate untuk Jakarta. Yang kami lakukan justru mengajak petani-petani yang ada diperkuat,” tegasnya.

“Apa yang terjadi ketika memiliki contract farming? Mereka bisa mendapatkan kredit untuk mekanisasi pertanian, mereka melakukan produksi pertanian secara kolektif, karena mereka memiliki kepastian siapa yang membeli hasil taninya. Jadi, kami melihat petani-petani di Indonesia harus dibantu untuk jadi berdaya,” imbuhnya.

Anies juga mengkritik selama ini program Food Estate memiliki banyak kelemahan mulai dari memperbesar ketimpangan antara petani dan korporasi, bahkan bisamerusak ekologi

Dan kita membuat sentral pertanian baru (food estate) yang justru berbasis korporasi. Yang mengerjakan justru korporasi-korporasi dari Jakarta. Sementara, petani-petani yang ada di seluruh Indonesia tidak mendapatkan fokus pertanian.

“Jadi, kami ingin petani di seluruh wilayah Indonesia mendapatkan perhatian. Koperasi2 diperkuat, contract farming dikerjakan sehingga mereka punya kepastian pembeli. Dan pemerintah membantu pertanian tradisional ini mengalami modernisasi, efisiensi sehingga arahnya begitu. Sehingga, pada ujungnya mereka semua bisa sejahtera,” tandasnya.(*)