Foto: ist
JAKARTA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merevisi jumlah korban tewas akibat banjir di Libya yang semula berjumlah 11.300 orang menjadi hanya 3.958 orang.
Perubahan data ini disampaikan oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Minggu (17/9). Dalam data itu, OCHA mencatat masih ada lebih dari 9 ribu orang yang hilang.
"Kami menggunakan angka-angka yang baru saja diverifikasi oleh WHO," kata Wakil Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Farhan Haq.
OCHA mengaku mendata korban tewas bencana banjir Libya berdasarkan laporan yang diterima dari Organisasi Palang Merah Libya, termasuk data soal 11.300 ribu korban yang tewas.
Sementara itu, Palang Merah Libya menegaskan tidak pernah merilis laporan soal jumlah korban tewas yang tinggi seperti itu kepada PBB.
PBB pun menganggap kekeliruan ini umum terjadi pada suatu tragedi. PBB berjanji akan mengecek ulang kebenaran data yang diterima agar informasi yang disampaikan akurat.
"Dalam banyak tragedi bencana, pihak berwenang kerap merevisi jumlah korban karena kondisi di lapangan sangat dinamis. Itu lah yang terjadi saat ini," kata Haq seperti dikutip CNN.
Dilansir Associated Press, banjir yang menyapu kota di Libya timur disebabkan oleh Badai Mediterania Daniel pada Minggu (10/9) malam hingga membuat dua bendungan jebol. Bencana ini membuat negara di Afrika timur yang sedang dilanda kisruh politik, kian terperosok.
Kota Derna di Libya timur memang yang paling parah terdampak badai dan banjir akibat bendungan jebol. Dilansir dari Associated Press, gedung-gedung perkantoran dan apartemen tersapu oleh air, dan mobil-mobil hancur tersebar di sepanjang jalan menuju pelabuhan.
Masyarakat sebelumnya tidak mendapat peringatan atau tanda-tanda banjir. Warga Derna baru sadar ada bahaya banjir ketika mendengar ledakan hebat dari tanggul yang menahan air.
Para ahli mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tingginya angka korban banjir adalah penuaan dan kerusakan infrastruktur, peringatan yang tidak memadai, dan krisis iklim.
Pada saat banjir terjadi, terdengar jeritan-jeritan korban yang terseret arus, pecahan kaca, dan mobil-mobil yang saling bertabrakan, dilansir dari Aljazeera News.
Saksi mata menyatakan bahwa banjir terjadi selama kurang lebih satu setengah jam, tetapi terasa seperti satu tahun bagi mereka.