
Presiden AS Donald Trump (Foto: REUTERS/Kent Nishimura)
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Jumat (1/8) waktu setempat, memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir sebagai respons atas eskalasi ketegangan dengan mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang kini menjabat Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia. Ketegangan ini berawal dari perang kata-kata di media sosial terkait konflik Ukraina dan tarif dagang.
Trump menyatakan bahwa langkah ini diambil menyusul pernyataan provokatif Medvedev yang mengancam kemampuan nuklir Rusia. Dalam unggahan di platform Truth Social, Trump menegaskan, “Saya memerintahkan dua kapal selam nuklir untuk ditempatkan di wilayah yang tepat, sebagai langkah berjaga-jaga jika pernyataan provokatif tersebut berlanjut.”
Trump menambahkan, “Kata-kata sangat penting dan dapat menimbulkan konsekuensi tak terduga. Saya berharap ini tidak terjadi.” Namun, Trump tidak merinci apakah kapal selam yang dimaksud bertenaga nuklir atau bersenjata nuklir, serta lokasi penempatannya yang dirahasiakan militer AS.
Ancaman ini muncul di tengah tenggat waktu yang diberikan Trump kepada Rusia hingga akhir pekan depan untuk mengambil langkah-langkah mengakhiri perang di Ukraina, atau menghadapi sanksi baru.
Sebelumnya, Medvedev memperingatkan Trump agar berhati-hati dengan ucapannya dan mengingat kekuatan serangan nuklir era Uni Soviet yang dimiliki Rusia sebagai opsi terakhir. Ia juga menyebut ancaman Trump soal tarif dagang sebagai “permainan ultimatum” yang membawa hubungan kedua negara semakin dekat ke konflik.
Medvedev menanggapi pengerahan kapal selam nuklir oleh Trump dengan pernyataan bahwa reaksi tersebut menegaskan bahwa Rusia berada di jalur yang tepat. Ia mengingatkan Trump akan “Tangan Mati” — sistem komando semi-otomatis rahasia Rusia untuk meluncurkan rudal nuklir jika pimpinan Moskow dilumpuhkan.
Sebagai tokoh garis keras anti-Barat, Medvedev menjadi salah satu suara paling vokal di Kremlin sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Pernyataannya mendapat kecaman dari beberapa kritikus Kremlin, namun juga dianggap mencerminkan pemikiran elit pengambil kebijakan Rusia oleh sejumlah diplomat Barat.