Anies Baswedan: Buku Kementerian Kesehatan RI Ini Menyelamatkan Banyak Nyawa

YOGYAKARTA- Anies Baswedan menceritakan tentang sebuah buku yang mungkin tidak ditemukan di toko, namun sangat relevan dalam penyusunan kebijakan publik. Buku ini memberikan panduan penting bagi para pengambil kebijakan untuk membuka diri terhadap ilmu pengetahuan, merujuk pada pengalaman yang ada, mendengarkan ahli, serta menggunakan metode penyusunan kebijakan yang tepat.

Buku yang dimaksud berjudul Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza, disusun oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2008 melalui Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI.

"Saat kita dihadapkan pada ancaman COVID-19 di tahun 2020, saya ingat dengan jelas ke mana harus merujuk. Saya membentuk tim kecil untuk menghadapi pandemi, dan dalam prosesnya, kami menemukan buku ini yang kemudian menjadi acuan utama," kenang Anies dalam YouTube dikutip Selasa, 22 Oktober 2024.

Ada beberapa hal menarik yang diangkat dari buku ini, terutama dalam penanganan pandemi COVID-19. Salah satu kuncinya adalah komunikasi yang efektif, yang didasarkan pada lima langkah penting saat pandemi. Menurut Anies, kepercayaan publik merupakan elemen yang sangat krusial. "Masyarakat akan mengikuti arahan dari petugas jika mereka percaya," ujarnya.

Salah satu cara untuk membangun kepercayaan adalah melalui transparansi. "Petugas harus memberikan informasi yang jujur dan apa adanya," tegasnya. Data tentang siapa yang terkena, berapa banyak kasus, dan di mana lokasi penyebaran harus disampaikan secara terbuka dan sesuai kenyataan. Tantangan terbesar, menurut Anies, adalah bagaimana menjalankan transparansi ini di tengah beragam pandangan dan reaksi dari masyarakat.

Anies juga menjelaskan, timnya melakukan survei secara rutin untuk memastikan bahwa komunikasi yang disampaikan dapat memberikan arahan yang tepat kepada masyarakat. "Kepercayaan publik terdiri dari beberapa komponen penting: kompetensi, pemahaman terhadap persoalan, dan kejujuran," katanya.

Selain komunikasi, Anies menyoroti pentingnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang meskipun bukan konsep baru, memainkan peran besar dalam mengendalikan penyebaran virus. Beberapa langkah yang diambil dalam PSBB meliputi:

1. Pembatasan kegiatan di sekolah
2. Pembatasan kegiatan keagamaan
3. Pembatasan di tempat umum
4. Pembatasan pertemuan besar

Namun, Anies mengakui bahwa kebijakan pembatasan tersebut menimbulkan protes di berbagai pihak. "Pada masa itu, ada banyak yang menentang penutupan terminal bus antar kota, meski tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mencegah penyebaran virus ke daerah-daerah di luar Jakarta akibat mobilitas penduduk," tambahnya.

Di sisi lain, buku tersebut juga menjelaskan tentang *perimetri*, yaitu bagaimana komando penyusunan kebijakan diatur, mulai dari komando pusat, kendali di tingkat daerah, hingga peran TNI dalam penanganan pandemi. "Ini merupakan hal yang sangat menarik dan patut dijadikan rujukan," ujar Anies.

Pada masa itu, tim dari Dinas Kesehatan Jakarta melakukan pengawasan di lapangan. Mereka bertugas melakukan identifikasi, pemantauan, serta isolasi terhadap orang-orang yang diduga terinfeksi.

Menurut Anies, penyusunan kebijakan publik harus selalu didasarkan pada ilmu, pengalaman, serta pedoman yang sudah ada. Pengalaman dari pandemi menunjukkan pentingnya merujuk pada dokumen dan prinsip-prinsip yang telah disusun oleh para ahli.

"Saya berharap setelah empat tahun pasca pandemi, Kementerian Kesehatan telah merilis versi terbaru dari buku ini. Panduan semacam ini sangat diperlukan sebagai rujukan ke depan," tambahnya.

Anies menekankan pentingnya menyusun kebijakan berdasarkan ilmu dan pengalaman, bukan berdasarkan intuisi pribadi. "Kita tidak pernah menginginkan adanya pandemi lagi, tetapi jika itu terjadi, kita harus bekerja berdasarkan ilmu, bukan intuisi," katanya.

Pelajaran besar dari buku ini, menurut Anies, adalah bagaimana pedoman yang tepat bisa menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi masyarakat. Dia berharap agar lebih banyak birokrat dan teknokrat yang bisa mengembangkan pedoman semacam ini, bukan hanya di bidang kesehatan, tetapi juga di bidang energi, sosial, dan lainnya.

Pengalaman, menurutnya, harus didokumentasikan agar bisa dipelajari oleh generasi berikutnya. "Proses ini mensyaratkan penyusun kebijakan untuk mau belajar dan merujuk pada pengalaman tertulis, sehingga pengayaan ilmu dan kebijakan terus berlangsung," pungkasnya.