
Foto: istimewa
JAKARTA - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta memberikan penjelasan terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori jasa hiburan. Di mana dalam peraturan tersebut diatur soal penerapan pajak hiburan sebesar 10 persen.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 mengatur olahraga permainan adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga seperti, tempat kebugaran, lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggunaannya.
Surat Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025 hanya mendetailkan jenis olahraga permainan yang menjadi objek pajak PBJT demi menciptakan kepastian dan keadilan.
Pajak dikenakan atas tempat kebugaran (fitness center, yoga, pilates, zumba), lapangan futsal/sepak bola/mini soccer, lapangan tenis/basket/bulutangkis/voli/tenis meja/squash/panahan/bisbol/softbol/tembak, tempat biliar, tempat panjat tebing/sasana tinju/atletik, jetski, dan terakhir lapangan padel.
Kepala Bapenda Provinsi DKI Jakarta, Lusiana Herawati menuturkan, pengenaan Pajak PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan atas olahraga permainan padel justru untuk menciptakan rasa keadilan, karena Pajak Hiburan atas berbagai jenis olahraga permainan lainnya telah dikenakan sejak lama.
“Bahwa yang paling utama pemungutan pajak ini dilakukan secara adil dan transparan, dan uang pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik. Dengan demikian masyarakat tak perlu khawatir,” ujarnya, Sabtu (5/7).
Lusi menjelaskan, Pajak Hiburan adalah bagian Pajak Daerah dan sejatinya bukan jenis pajak baru, namun sudah ada sejak tahun 1997, melalui UU 19 Tahun 1997. Pajak adalah wujud gotong royong warga negara dalam membiayai pembangunan dan penyelenggaraan negara. Objek Pajak Daerah umumnya adalah konsumsi atas barang atau jasa, termasuk hiburan, seperti PPN yang dipungut Pemerintah Pusat.
Ia mengatakan, hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau keramaian yang dinikmati masyarakat dengan dipungut bayaran. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberi contoh yang lebih jelas tentang objek Pajak Hiburan, seperti tontonan film, pagelaran kesenian, musik, pameran, diskotek, permainan bilyar, pacuan kuda, panti pijat, pusat kebugaran, hingga pertandingan olahraga.
“Perda DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 menyebut misalnya renang, tenis, squash, futsal, dan jenis olahraga lain. Jadi sebenarnya olahraga permainan sudah dikenai Pajak Hiburan sejak lama dan tidak ada masalah,” katanya.
Sebagai informasi, melalui Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah mengatur ulang pengelompokan jenis pajak daerah agar tarif yang dibebankan lebih sesuai dengan prinsip keadilan. Muncul nomenklatur baru Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), dengan objek makanan/minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian/hiburan.
Olahraga yang dikenai PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran. Ada hiburan yang sifatnya mewah dan konsumsinya harus dikendalikan, dikenai tarif tinggi antara 40 sampai 75 persen.
Namun ada hiburan yang dinikmati masyarakat luas seperti olahraga permainan, hanya dikenai tarif pajak 10 persen. Bahkan lebih rendah dari PPN yang tarifnya 11 persen.
“Mari tetap berolahraga agar sehat dan riang gembira, sekaligus bergotong royong membayar pajak untuk kebaikan bersama. Sebuah investasi kebaikan yang sempurna, sehat jiwa raga,” tandasnya.