JAKARTA - Penetapan bekas Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan 2015-2016 dinilai bermuatan politik. Berseberangan dengan pemerintah bahkan menjadi orang dekat Anies Baswedan, yang menjadi simbol oposisi saat ini, ditengarai menjadi alasan Tom Lembong dijerat.
"Karena (Tom dengan) dekat Anies. Orang-orang dekat Anies mau dihabisi semua, termasuk Anies sendiri. Mantan Wakil ketua KPK Saut Situmorang ngomong, belasan kali Anies itu mau ditersangkangkan, tapi dia sewaktu masih menjabat (di KPK) menolak, karena tidak ada bukti," jelas praktisi hukum M. Fadil Hasan, SH, Kamis, 31 Oktober 2024.
Dia menegaskan pemerintah takut kalau Anies dan kawan-kawan yang berada di luar kabinet akan bersuara kritis. Karena itu pula, berdasarkan informasi yang ia terima, Anies diajak masuk kabinet. "Anies ditawarin Menko. Anies ditolak oleh (tokoh pendukung pemerintah) yang lain, tapi ternyata Anies juga tidak mau," ungkapnya.
Menurutnya penolakan Anies itu harus dibayar mahal. Karena hampir dipastikan juga disertai ancaman. Makanya, Fadil Hasan melanjutan, wakilnya pada Pilpres 2024 kemarin, Muhaimin Iskandar, bersedia ditawari kursi Menko. Dia menduga kesediaan Muhaimin masuk kabinet itu untuk menyelamatkan diri dari ancaman kriminalisasi. "Kok bisa habis kalah bertanding, tiba-tiba (Muhaimin) jadi menteri," katanya mempertanyakan langkah politik Muhaimin tersebut.
Lebih jauh dia menilai tekanan kepada Anies bersama pendukungnya semakin kencang lagi karena mereka mau mendirikan ormas atau partai politik. Dia mensinyalir inilah yang membuat Tom Lembong menjadi target mengingat posisinya yang juga berada di balik rencana pendirian ormas atau partai tersebut.
Penetepan Tom Lembong sebagai tersangka ini, dia mengingatkan, jangan sampai membuat Anies Baswedan kendor, apalagi mundur. Bahkan politisasi hukum kasus Tom Lembong ini mestinya membuat Anies semakin bersemangat lagi untuk mendirikan wadah baru tersebut.
"Anies harus bikin partai. Kalau tidak bikin partai, dia akan terombang-ambing dipermainkan. Contohnya sudah terlihat saat-saat terakhir jelang (pendaftaran) Pilgub Jakarta, masak semua (partai pendukung) membatalkan tidak mendukung Anies," ungkapnya menyayangkan.
Sebagai pendukung Anies, dia mendukung rencana pendirian ormas atau partai tersebut. Anggota Tim Hukum Nasional AMIN pada Pilpres 2024 kemarin ini pun siap menerima segala konsekuensi yang akan dihadapi.
"Makin diancam, kita makin di depan. Kalau perlu saya hari ini ke rumah Anies (untuk mengingatkan) jangan takut diancam. Kalau perlu saya di depan, saya tidak takut. Kawan-kawan saya sudah banyak pengkhianat. Saya tetap bersama Anies Baswedan. Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang," tegasnya.
"Kita harus semakin berani, bukan surut. Semakin cepat mendirikan ormas atau partai, semakin baik. Kalau perlu ormas dulu, seperti (pengalaman) NasDem, baru (menjadi) partai," demikian Fadil Hasan.