
Ketua DPR Puan Maharani menyayangkan pemecatan ratusan guru honorer di DKI Jakarta secara sepihak melalui sistem �cleansing� atau �pembersihan�. Puan mendorong Pemerintah melakukan audiensi untuk mencari solusi terbaik mengenai hal tersebut.
JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani menyayangkan pemecatan ratusan guru honorer di DKI Jakarta secara sepihak melalui sistem ‘cleansing’ atau ‘pembersihan’. Puan mendorong Pemerintah melakukan audiensi untuk mencari solusi terbaik mengenai hal tersebut.
“Saya sangat menyayangkan dengan adanya pemutusan kerja sama ratusan guru honorer DKI ini. Kami harap ada koordinasi yang intensif dari Pemerintah untuk memberikan penjelasan dan solusi yang adil terhadap masalah tersebut,” kata Puan dalam keterangannya, Jumat (19/7).
Menurutnya, guru honorer merupakan tenaga pendidik yang memiliki keistimewaan yang sama dengan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Oleh karena itu, lanjut Puan, mereka perlu diperhatikan kesejahteraannya.
“Dan guru honorer ada karena kurangnya tenaga pendidik kita, jadi peran mereka juga besar,” tambah Puan.
Terkait hal ini, Puan meminta pemerintah, pihak sekolah, dan para guru honorer tersebut bisa duduk bersama untuk menemukan solusi.
“Harus ada klarifikasi terhadap permasalahan ini. Termasuk alasan sekolah memutuskan mengangkat para guru honorer tersebut itu kenapa? Apa karena memang kelebihan beban sehingga membutuhkan tenaga pendidik tambahan,” pinta dia.
Puan berpandangan, Pemerintah pusat bisa menjadi fasilitator demi keadilan bagi semua. Sebab, kata dia, hal ini menyangkut nasib lebih dari 100 guru honorer yang telah berkontribusi terhadap pendidikan anak.
“Saya harap segera ada titik temu yang berkeadilan dan pembicaraan dapat dilakukan secara demokratis agar semua pihak dapat memahami posisi dan peran masing-masing,” katanya.
“Jangan sampai karena pemutusan kerja sama secara mendadak ini, sekolah akhirnya kekurangan tenaga pengajar yang pada akhirnya berdampak pada anak-anak kita,” lanjut Puan.
Pemecatan dengan istilah "cleansing" itu juga dinilai tidak sesuai dengan semangat yang tengah dilakukan negara terkait perbaikan nasib guru honorer. Apalagi, ia mengingatkan bahwa Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan penataan tenaga non-ASN.
"Artinya seharusnya nasib tenaga honorer, termasuk guru honorer, bisa membaik. Bukan justru mengalami kemunduran,” ucap mantan Menko PMK ini.
"Dan DPR melalui fungsi dan kewenangan kami juga terus melakukan upaya perbaikan nasib guru honorer. Baik dukungan dari legislasi, penganggaran, dan pengawasan pada kebijakan-kebijakan Pemerintah,” katanya lagi.