Pengamat: Giant Sea Wall Potensi Bencana Untuk Jakarta

JAKARTA - Perhelatan pemilihan Gubernur DKI tahun 2024 akan segera dilaksanakan pada 27 November 2024. Semua pasangan calon sedang bergerak berkampanye untuk memenangkan hati rakyat Jakarta. Namun hal yang penting adalah rakyat Jakarta harus mencermati setiap peogram dan janji politik dalam kampanye setiap pasangan calon.

Reiza Patters, peneliti senior Bright Institute mengatakan bahwa janji politik dalam kampanye haruslah menjadi pegangan rakyat Jakarta dalam memilih dan menagihnya kelak jika mereka terpilih, agar pemilihan Gubernur menjadi lebih bermakna, substansial dan membawa kebaikan bagi kota dan warganya.

“Ya kalau mau maju, rakyat harus lebih cerdas dalam memutuskan pilihan. Cermati program dan janji politik mereka, karena itu yang akan menjadi masa depan rakyat saat mereka terpilih nanti,” tegasnya, Jumat (1/11/2024).

Reiza mengatakan bahwa yang paling berbahaya dalam janji politik kampanye paslon pilgub DKI ini adalah janji politik Ridwan Kamil yang berencana akan meneruskan program pembangunan Giant Sea Wall (Tanggul Laut Raksasa). Karena menurutnya itu hanya akal-akalan saja untuk meneruskan proyek reklamasi teluk Jakarta.

“Giant Sea Wall itu tidak terlalu berguna dalam menyelesaikan persoalan banjir rob di Jakarta dan justru berpotensi menambah masalah berat bagi Kota Jakarta. Dengan tanggul raksasa, maka “Flushing System” laut tidak bisa terjadi karena terhalang tanggul. Lalu diperlukan pompa raksasa untuk menyedot air limpahan 13 sungai Jakarta yang bermuara di teluk Jakarta untuk bisa bergerak ke tengah lautan. Bayangkan jika pompa rusak, atau debit air aliran 13 sungai di Jakarta sangat tinggi, sedangkan air tidak bisa mengalir ke tengah lautan dengan baik, maka akan ada tembakan balik air menuju ke daratan dan banjir besar justru akan sulit terhindarkan dan membutuhkan waktu lama untuk surut. Jadi, biaya dan risikonya tidak sebanding dengan manfaatnya,” tegas Reiza.

Ketua Umum Pemuda ICMI Provinsi Jakarta ini juga mengingatkan bahwa design proyek Giant Sea Wall itu belum berubah, masih memasukkan 17 pulau reklamasi di dalamnya, yang menurutnya hanya akan menjadi perpanjangan bisnis property para pengembang raksasa yang diduga berada di belakang design proyek ini.

“Ya kalau designnya tidak berubah, di dalamnya kan ada 17 pulau reklamasi. Jangan sampai proyek yang sudah ditolak oleh warga Jakarta dan dihentikan oleh Gubernur Anies itu malah justru dihidupkan lagi hanya untuk dagangan mencari pendanaan kampanye oleh salah satu paslon dan itu menambah bahaya selain bahaya lingkungan lain bagi Jakarta,” jelasnya.


Giant Sea Wall Bukan Solusi

Reiza yang juga aktivis lingkungan ini mengatakan bahwa proyek ini bukanlah solusi sesungguhnya untuk situasi banjir rob di Jakarta karena persoalan sesungguhnya adalah ambalasan muka tanah di wilayah Jakarta yang semakin cepat terjadi.

“Persoalan sesungguhnya adalah “Land Subsidence” atau amblasan muka tanah yang disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan dan tekanan pada permukaan tanah akibat pembebanan dari bangunan-bangunan besar di Jakarta. Hal ini yang mestinya menjadi fokus program bagi para calon Gubernur sebagai salah satu cara untuk mengatasi persoalan banjir di Jakarta,” ulasnya.

“Dengan laju kenaikan permukaan laut (sea level rise) setiap tahun sebesar 3,0 milimeter dan dibandingkan dengan laju amblasan muka tanah di Jakarta kurang lebih 6,0 centimeter setiap tahun, maka tanggul raksasa di laut Jakarta menjadi tidak terlalu signifikan, karena bukan solusi yang jangka panjang. Untuk mengatasi banjir rob, cukup dengan tanggul pantai yang sudah ada saja diperkuat, diperbaiki dan dipertahankan,” jelas Reiza.

Reiza menegaskan karena program Giant Sea Wall bukan solusi yang baik, maka jangan pilih orang yang mendorong program ini menjadi program kampanye.

“Ya menurut saya, jangan dipilih paslon yng justru mendorong program ini menjadi janji kampanye saat dia mencalonkan diri, karena ini menunjukan ketidakpahamannya pada persoalan di Jakarta sekaligus indikasi adanya politik transaksional dengan oligarki yang mengincar profit raksasa di belakang program ini,” tutupnya.