Adilkah Tifatul?

Muhammad Chirzin

Pendaftaran Calon Peserta Pilkada Jakarta telah usai, tapi masih menyisakan wacana tentang Anies Baswedan yang urung diusung partai-partai politik maju sebagai bakal Calon Gubernur Jakarta.

Jauh hari penulis termasuk pendukung Anies dalam Pilpres yang pesimis bila Anies maju di Pilkada Jakarta. Terlepas dari sinisme berbagai pihak, termasuk komentar miring, bahwa Anies adalah pemburu jabatan, Anies turun kelas, pesimisme penulis berdasarkan fakta bahwa sejak menjelang maju dalam Pilpres banyak upaya untuk menghadang dan menghalangi Anies nyalon Presiden RI. Banyak pihak yang khawatir akan nasibnya jika Anies terpilih menjadi presiden. Anies tidak akan terkalahkan dalam kontestasi pilpres kecuali dengan dua cara. Pertama, menjegal Anies hingga tidak bisa maju ke panggung pilpres. Kedua, jika Anies gagal dijegal, maka curangi dalam pilpres. Jika untuk menjadi presiden saja Anies bisa dilibas, apalagi hanya untuk menjadi gubernur.

Semula PKS telah menggadang Anies maju ke Pilkada Jakarta berpasangan dengan Sohibul Iman, tetapi akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan KIM Plus mengusung Ridwan Kamil-Suswono.

Pasca Keputusan MK No. 60 thn 2024 tentang syarat mengusung cakada turun jadi 7,5%, terbuka kembali peluang PKS untuk mengusung Anies dipasangkan dengan siapa saja, tetapi PKS tetap pada keputusannya. Kali ini Tifatul sebagai salah seorang anggota dewan syuro PKS menyuarakan isi hatinya. Tifatul ungkap alasan PKS akhirnya tak balik ke Anies, dan tetap RK-Suswono dengan narasi sebagai berikut.

1. Sampai saat ini saya masih husnuzhon dan positive thinking terhadap pak Anies. Tidak terpengaruh oleh para buzzer dan provokator2 ini.

2. Pak Anies, dalam pandangan saya open minded, cerdas, enak diajak diskusi. Beberapa kali dialog dengan beliau, terasa nyambung.

3. Di syuro2 PKS, menjelang pemilu kemarin, saya termasuk pendukung keras ke pak Anies untuk dicalonkan.

4. Saya ikut terlibat menggalang beberapa propinsi, mengkoordinasikan kader2 dan pengurus. Keluar biaya pribadi cukup besar. Dan ikut membersamai beliau ketika kampanye di Medan dan Deli Serdang, Sumatera Utara.

5. Saya tidak sependapat dengan frasa suatu podcast “Jika PKS meninggalkan Anies, maka bla bla bla…”.

6. Sebenarnya, tidak ada yang meninggalkan dan tidak ada yang ditinggalkan. PKS tidak meninggalkan Anies, dan husnu zhonn saya pak Anies juga tidak meninggalkan PKS. Meskipun pak Anies, memang bukan kader atau pengurus PKS.

7. Memang di satu pilkada DKJ Jakarta 2024 ini, PKS tidak mencalonkan Anies. Tapi ini bukan soal tinggal meninggalkan. Ini hanya soal SATU pilkada saja. Ada 400 pilkada yg diurus PKS.

8. Pada tahun 2017, PKS mengusung pak Anies, sebagai cagub DKI. Bahkan dari formasi calon sebelumnya cagub Sandiaga Uno dan cawagub Dr. Mardani Ali Sera (kader PKS), Mardani kami minta mundur untuk menyandingkan Anies Baswedan dengan Sanidaga Uno. Alhamdulillah menang.

9. Sebagai catatan, dalam pilgub DKJ 2024 yang awal pertama kali pula mengumumkan cagub Anies Baswedan adalah PKS, yang disandingkan dengan Dr. Mohammad Sohibul Iman (PKS). ((Ini terjadi sebelum turunnya keputusan MK no. 60, masih dengan syarat 20%.)) Namun tidak tercapai kesepakatan.

10. Tidak sepakat, dalam ranah politik itu hal yg biasa saja. Bukan berarti telah terjadi kiamat kubro. Lalu kita cerai talak tiga dst2. Sepakat kita lanjut, kalau tidak ya monggo, cari jalan lain.

11. Nah, tentu PKS juga mencari alternatif, nggak mungkin diam dan jomblo sendirian begitu. Disinilah ketemu dengan Ridwan Kamil. Perundingan2, sepakat mengusung Ridwan Kamil Cagub dari Golkar dan Dr. Suswono sebagai cawagub dari PKS. Ridwan Kamil, bagi PKS bukan orang baru. Pada tahun 2013 lalu, PKS pernah mengusung Ridwan Kamil- Mang Oded (alm) di pilkada kota Bandung, dan menang.

12. Nah, setelah perundingan2 dan kesepakatan2 matang serta di tanda tangani, tiba2 turunlah keputusan MK no. 60 thn 2024. Syarat mengusung cakada turun jadi 7,5%.

13. Pertanyaannya, akankah PKS memutuskan kesepakatan dengan RK dan kembali mencalonkan Anies? Ini menjadi diskusi dan pembahasan yang panjang di PKS. Satu sisi kita sudah ada kesepakatan dg RK, pada sisi lain ada peluang untuk maju 7,5% dg Anies, bahkan PKS pun bisa maju sendiri.

14. Hasil syuro yang berlandaskan juga kepada dalil2 Al-Quran dan sunnah, ternyata kita tidak boleh memutuskan perjanjian yang sudah disepakati, kecuali pihak seberang melakukan pengkhianatan thd kesepakatan. Sehingga PKS tetap mengusung RK-Suswono untuk Pilkada DKI 2024 ini.

15. Namun perjalanan dan perjuangan ini sebenarnya belum berakhir. Saya berharap dan optimis, kalau kita belum bisa bekerjasama dg pak Anies dalam pilkada DKJ kali ini, mungkin ada peluang di pilkada2 lain, atau bahkan di level yang lebih tinggi.

16. Jadi maaf, dalam pertimbangan PKS, tidak ada itu istilah jegal menjegal. Dan sebagaimana disampaikan oleh wkl Ketua Majelis Syuro Dr. Hidayat Nurwahid, PKS itu merdeka, tidak tersandera oleh siapapun. Pertimbangan Pilkada ini hanya bersifat taktis, bukan ideologis.

17. Sekian, semoga bisa dimaklumi. Wallahu A’lam bis showwab. Saya mohon maaf, jika ada yang kurang berkenan…

https://news.republika.co.id/berita/sjbxn2377/kutip-dalil-tifatul-ungkap-alasan-pks-akhirnya-tak-balik-ke-anies-dan-tetap-rksuswono-part1

Atas narasi dan argumentasi Tifatul tersebut salah seorang kolega senior di grup WA menulis catatan sebagai berikut.

Bagi kita yang menjunjung politik nilai, persolan PKS meninggalkan Anies, memang disesalkan, karena Anies adalah figur yang memiliki nilai selaras dengan PKS sebagai partai dakwah yang menjunjung nilai, tapi yang parah dan tidak masuk akal adalah PKS bergabung dengan Mulyono yang zalim sebagai penggagas berdirinya partai KIM Plus. Jadi, alasan Tipatul hanya pembenaran atas kebijakan yang dibuatnya tanpa ada alasan mendasar yang jelas, itu hal yag wajar, karena dia pengurus PKS, tapi bagi simpatisan PKS yang menjunjung politik nilai alasan itu kurang bisa diterima.

Penulis pun menimpalinya. Lha ketika semula PKS pasangkan Anies dengan Sohibul Iman lalu tiba-tiba beralih ke KIM Plus, apakah itu bukan sejenis pembatalan perjanjian? Apakah itu sekadar langkah taktis?

Memang sih, Tifatul bisa menambahkan 101 dalil lagi untuk membela PKS, tapi bagaimanapun ideologi Islam itu: pilihlah pemimpin yang terbaik. Dalam konteks Jakarta, Anies tetap calon pemimpin yang terbaik.

Senior yang lain mengomentari, “Tetap saja: PKS harus untung, tidak rugi, malah tombok...

Komentar dari senior yang lain, “PKS sedang gusar.”

Apakah Anies menyesal ditinggal? Tidak!