Anies Baswedan Kenang Prof. Koesnadi: Rektor UGM Pendukung Gerakan Mahasiswa Era Orde Baru

YOGYAKARTA– Anies Baswedan mengenang sosok Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri sebagai figur yang tak hanya cerdas, tetapi juga penuh dedikasi dalam menciptakan ekosistem kampus yang sehat dan kritis. Kisah ini diungkapkan Anies saat berada di depan Gedung Kagama, Yogyakarta, tempat penuh kenangan akan kontribusi besar sang rektor.

Prof. Koesnadi dikenal sebagai sosok yang tidak hanya berprestasi di bidang akademik, tetapi juga memiliki jejak perjuangan panjang. Beliau adalah anggota Tentara Pelajar Brigade 17 TP dan penggagas Program Pengabdian kepada Masyarakat (PTM), yang memungkinkan mahasiswa menjadi guru di pelosok negeri.

Saat menjabat sebagai rektor, beliau melakukan hal yang berbeda dari kebanyakan pemimpin di era Orde Baru: alih-alih mengekang, beliau justru membuka ruang bagi mahasiswa untuk tumbuh. "Di masa kepemimpinannya, Prof. Koesnadi membuka pintu dialog seluas-luasnya," kata Anies dalam YouTube pribadi yang diberi judul Anies Crita Sedjarah, seperti dikutip Rabu, 25 Desember 2024.

Anies mengatakan, Prof. Koesnadi sering mengundang aktivis mahasiswa, berdiskusi tanpa batas, dan bahkan memberikan ruang bagi mereka untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah. "Barangkali beliau adalah Rektor UGM pertama yang secara langsung mengantarkan mahasiswa ke DPRD untuk menyuarakan aspirasi mereka," jelas Anies.

"Keterbukaan dan kemampuannya berdialog dengan siapa pun luar biasa. Ia tidak hanya membiarkan mahasiswa kritis terhadap pemerintah, tetapi juga terhadap dirinya sendiri," kenang Anies.

Menurut Anies, Prof. Koesnadi menciptakan ekosistem yang memungkinkan lahirnya bibit-bibit pemimpin mahasiswa. Di bawah kepemimpinannya, pers mahasiswa tumbuh kritis, dan Gelanggang Mahasiswa menjadi pusat aktivitas yang dinamis. Kampus bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga arena untuk membangun pemikiran kritis dan keberanian bersuara.

Sosok yang Dekat dengan Mahasiswa

Anies mengatakan, kedekatan Prof. Koesnadi dengan mahasiswa juga menjadi teladan. Anies bercerita bagaimana rumah dinas beliau di dalam kampus selalu terbuka bagi mahasiswa yang ingin berdiskusi. "Beliau memberi rumus sederhana: Ketuk saja pintu rumah selama lampu teras masih menyala. Itu tanda bahwa beliau siap menerima tamu," ujar Anies.

Suami Fery Farhati ini juga mengenang saat menikah, resepsinya di Gedung Kagama. Tamu pertama yang memberikan selamat adalah Pak Koesnadi. Beliau sebelumnya berkata, "Anies, saya ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat." Itu adalah pengalaman yang tak terlupakan," kata Anies.

Anies menceritakan, ketika melanjutkan sekolah di Amerika, Prof. Koesnadi selalu memberi kabar saat berkunjung ke sana. Anies pasti menemui beliau. Yang paling berkesan adalah saat kembali ke Jakarta. "Beliau mendahului saya dengan menelepon, 'Nies, kamu sudah pulang, ya?' Saya belum sempat menghubungi beliau, tetapi beliau sudah tahu dan langsung mengundang saya untuk bertemu," jelasnya.

"Kami bertemu di sebuah hotel di Warung Buncit. Rumah beliau di Jakarta berada di Kompleks Kemang Pejaten. Di situ, saya diajak bertemu Emil Salim dan Sabam Siagian. Mereka adalah tokoh mahasiswa era 50-an yang bersahabat hingga usia lanjut," papar Anies.

Warisan Inspirasi yang Tak Lekang Waktu

Beliau masih aktif hingga seminggu sebelum wafat. Anies sempat berkomunikasi lewat telepon. "Pada 2007, beliau kembali ke Jogja dengan pesawat pagi, tetapi pesawat itu mengalami kecelakaan dan terbakar. Beliau termasuk salah satu korban yang wafat dalam kecelakaan itu," kenang Anies.

Namun, kata Anies, Prof. Koesnadi meninggalkan nama baik, inspirasi, dan pesan penting: bagaimana pemimpin kampus dapat menumbuhkan ekosistem yang sehat untuk berpikir kritis, terbuka, dan menerima pandangan dari berbagai pihak. "Beliau menciptakan suasana di mana pemimpin menumbuhkan pemimpin-pemimpin baru, generasi berikutnya," tegasnya.