![Anies Baswedan Kenang Puisi Lautan Jilbab Cak Nun di Milad 6 Dekade Pondok Pesantren Putri Attaqwa](https://detak.co/nadi/files/img/2025/01/28-fb2ekzqyit-anies-ponpes-putri-attaqwa.jpg)
JAKARTA – Anies Baswedan menghadiri acara Gebyar Milad 6 Dekade Pondok Pesantren Putri Attaqwa sekaligus peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW. Acara ini juga dirangkaikan dengan Haul Almaghfurlah ke-34 KH Noer Alie dan Milad ke-30 Rusydatul Ummah di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Minggu, 26 Januari 2025.
Anies, yang masuk bersama Menteri Agama Prof. Dr. Nasaruddin Umar, mengaku merasakan aura luar biasa dalam acara tersebut. Ia juga menyampaikan rasa hormat dan bangga kepada keluarga besar KH Noer Alie.
"Keluarga besar KH Noer Alie yang luar biasa. Didikan dari beliau telah berkembang dan berbuah menjadi ikhtiar dakwah yang membanggakan serta patut menjadi teladan bagi kita semua," ujar Anies, yang disambut tepuk tangan meriah ribuan santri dan alumni dikutip dari kanal YouTube Dapur Ngeh, Senin, 27 Januari 2025
Saat melihat ribuan peserta berjilbab di ruangan itu, Anies teringat puisi karya Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) berjudul Lautan Jilbab. Puisi yang ditulis pada 1987 itu pernah dipentaskan dalam sebuah teater di tengah situasi pelarangan penggunaan jilbab.
"Kemudian, muncul gerakan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Dari tahun 1987 hingga kini, 37 tahun kemudian, Lautan Jilbab benar-benar terjadi di ruangan ini," ungkap Anies.
Anies menyampaikan rasa syukurnya karena dapat hadir langsung menyaksikan perayaan enam dekade Pondok Pesantren Putri Attaqwa. Ia bercerita, dirinya selalu berusaha menghadiri setiap undangan dari pondok ini, meskipun harus menembus kemacetan dengan naik motor.
"Kami ingin meneruskan perjuangan orang tua kita yang telah dilakukan bersama-sama. Insyaallah, kita akan terus berjuang ke depan untuk umat dan bangsa," tegas Anies.
Anies juga membahas istilah santriwati. Ia menjelaskan bahwa kata santri berasal dari bahasa Sanskerta cantrik, yang berarti orang yang belajar. Proses pembelajarannya disebut pencantrikan. Jika yang belajar adalah perempuan, disebut mantrik. "Namun, dalam perkembangannya, laki-laki disebut santri, sementara perempuan disebut santriwati," katanya.
Fokus pada Masa Depan
Dalam pidatonya, Anies mengingatkan pentingnya menatap masa depan. Ia mengatakan bahwa enam dekade perjalanan Pondok Pesantren Putri Attaqwa telah menghasilkan banyak alumni yang dirasakan manfaatnya oleh umat dan bangsa.
"Pertanyaannya, apakah masa lalu pondok ini lebih panjang dibanding masa depannya? Karena itu, jangan hanya fokus pada masa lalu yang membanggakan, tetapi gunakan momentum ini untuk merancang masa depan yang lebih gemilang," papar Anies.
Menurutnya, tua atau muda bukanlah soal usia, melainkan soal cara pandang. Ia mengingatkan para penceramah untuk lebih sering berbicara tentang masa depan ketimbang masa lalu.
"Jika ceramah dimulai dengan kata 'dulu', itu ciri-ciri sudah tua. Tapi jika dimulai dengan kata 'besok', itu menandakan semangat muda," ujarnya sambil tersenyum.
Membekali Santri dengan Kemampuan Abad ke-21
Anies menegaskan pentingnya pondok pesantren untuk terus relevan dengan perkembangan zaman. Materi pembelajaran yang menjadi fondasi utama, seperti akhlak, iman, dan Islam, harus tetap dipertahankan. Namun, ia juga menyarankan agar ditambah dengan kemampuan yang relevan di abad ke-21.
Ia menyebut empat kemampuan mendasar yang harus dikuasai para santri, yaitu berpikir kritis, berkreasi, berkomunikasi, dan berkolaborasi. "Kemampuan berpikir kritis sering menjadi kelemahan di kalangan umat Islam. Maka dari itu, perlu dikuatkan. Sebab, berpikir kritis akan melahirkan inovasi, terobosan, dan kebaruan yang menjadi bekal penting untuk menghadapi tantangan zaman," jelasnya.
Anies optimis bahwa dengan bekal yang tepat, alumni Pondok Pesantren Putri Attaqwa dapat menjadi pemenang di masa depan. "Insyaallah, peringatan 100 tahun pondok ini nanti akan dirayakan dengan penuh rasa syukur karena alumninya menjadi generasi yang unggul," tuturnya.