Beda Sikap Antara Anies Baswedan dengan Pemerintah Pusat terhadap ILC

Video itu adalah kemunculan saya pertama kalinya di forum ILC (Indonesia Lawyers Club).
Kenapa saya ada di forum ILC, itupun baru saya ketahui beberapa waktu kemudian.

Sejak beberapa tahun sebelumnya saya menutup diri dari media televisi. Berbagai undangan tak pernah saya bersedia untuk memenuhinya.

Saya sangat paham bahwa muncul di ruang publik bernama televisi, maka otomatis akan membatasi privacy saya pribadi.

Oleh sebab itu saya menghindarinya.
Bahkan saat Pilkada DKI 2017 berlangsung Alm M Taufik (DPRD DKI). Meminta saya sebagai tim sukses resmi yang terdaftar di KPUD saya menolak.

Saya punya alasan tersendiri untuk tak mau berada di ruang publik yang namanya Televisi.
Selain tak ada hubungannya dengan bisnis property yang saya geluti (Ga membuat property saya menjadi lebih cepat lakunya) juga ada alasan lain yang lebih mendasar.

Keberadaan saya hanya dikenal sebatas kalangan para alumni HMI dan para aktifis lainnya. Tapi bukan di ruang publik secara luas.

Diskusi ataupun Perdebatan-perdebatan keras umumnya, hanya terjadi Mailingl List kahmi pro network, yang diinisiasikan oleh Alm Ichsan Loulembah.

Mailing List dengan ribuan pesertanya itu diantaranya adalah Aiman Wicaksono.
Aiman mengetahui bahwa saya berkali - kali terlibat di balik layar bersama Ray Rangkuti dll. Ketika Kasus Cicak dan Buaya. Rapat - rapat persiapannya dilakukan di kantor yayasan yang saya pimpin.

Ketika Chandra Hamzah ditangkap. Kami (saya dan teman-teman menggunakan medium cabang - cabang HMI) untuk melawan.

Lalu kemudian Bambang Widjoyanto dikriminalisasi. Saya meminta Imam B Prasodjo hadir di forum ISAFIS. Karena salah satu komisioner KPK saat itu adalah alumni Isafis bernama Adnan Pandu Praja. Setelah diskusi di isafis bersama Adnan Pandu Praja.
Mas Imam menggerakan para mahasiswanya untuk membuat demo di bunderan HI.

Saat itu persepsi publik terhadap KPK mulai melemah. Aparat sudah sangat pandai memainkan citra atau membuat berita miring yang diada - adakan terhadap para Komisioner KPK.

Saat banjir melanda Jakarta . Aiman menelfun saya untuk hadir di forum kompas tv yang dia menjadi hostnya.
Saya langsung tak bersedia. Namun tak lama kemudian.
Ada WA dari Anies Baswedan untuk menerima permintaan dari Aiman Wicaksono.
Entah apa yang dibicarakan Aiman kepada Anies. Saya tidak tahu.

Aiman jauh sebelumnya sudah mengenal saya secara pribadi. Aiman juga mengenal para aktivis yang namanya tak banyak dikenal luas secara publik (tak muncul dilayar tv.).

Dikalangan para alumni HMI ada banyak tokoh seperti itu, mereka cerdas, punya pengetahuan luas, memiliki militansi dsbnya. Namun tidak tampil di media televisi.

Bang Sofian Mile, Bang Afni Achmad, Yan Hiksas, Ridwan Monoarfah dan ribuan lagi lainnya. Rajin terlibat dalam diskusi maupun menulis, juga terlibat dalam pergerakan. Namun tak ada dalam sorot kamera.

Saya menyatakan dengan lugas saja: Seseorang yang sering muncul di layar tv, tidak serta merta orang itu pintar. Banyak dari mereka hanya karena ingin terkenal. Walaupun berkali-kali menampakkan ketololannya di ruang publik. .
Paling juara dalam hal itu adalah kader - kader PSI dan para Buzzer Jokowi.

Yang akhirnya membuat ILC ditutup tayangannya di televisi. Karena ketidak mampuan (ketololan) mereka saat beradu argumen di forum ILC. Untuk soal itu ada penjelasannya di ujung tulisan ini.

Karena Anies telah mengirim WA untuk terlibat di acara Aiman. Maka dalam pikiran saya: Okelah sekali ini saja dan setelah itu orang juga akan lupa. Lalu saya menerima permintaan Aiman untuk tampil di Kompas TV yang sayangnya Ade Armando yang katanya sudah bersedia hadir membatalkan kehadirannya.

Secara tertawa Aiman berkata: Ade membatalkan setelah ada nama bang Geis.
Padalah saya sudah berancang - ancang untuk menyelipkan soal poligami.

Namun apesnya. Setelah acara di kompas tv itu.
Beberapa hari kemudian. Siang hari sekitar jam 2 siang, seorang bernama Titi menelfun. Awalnya bertanya pendapat saya tentang banjir Jakarta. Lalu saya menjawab dengan berdasarkan data yang saya pelajari dari BPBD DKI. (BPBD adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Setelah mendengar penjelasan saya.
Kemudian Mbak Titi mengatakan: Nanti malam mohon kesediannya untuk hadir di acara ILC jam 19.30 di Hotel Borobudur.
Saya terhenyak dan kaget: ILC?
Saya langsung mengatakan: Mohon maaf mbak, untuk forum sebesar itu saya akan koordinasi dengan teman-teman di Balaikota juga dengan Pak Anies.

Mbak Titi menjawab: saya mendapat nomor HP bapak dari Balaikota.

Saya tetap tak langsung menyatakan bersedia.
Saya meminta waktu: Saya koordinasi dulu dengan Pak Anies nanti saya beri jawaban.

Seketika itu juga saya mengirim WA kepada Pak Anies dengan redaksi.
Sebagai berikut:

“Salam, Maaf ganggu waktunya. Barusan ada telp dari TV One, meminta saya untuk hadir di forum ILC nanti malam di hotel Borobudur. Tolong tunjuk teman lain yang bicara dengan data dan artikulasinya bagus”.

Saya merasa forum itu bukan untuk saya. Forum itu terlalu besar yang akan merepotkan untuk saya pribadi berkaitan dengan privacy yang sudah lama sekali saya jaga.

Cukup lama saya menunggu jawaban dari Pak Anies.
Sementara itu Mbak Titi sudah dua kali mengirim WA meminta konfirmasi kesediaan.

Sorenya baru saya mendapat jawaban yang isinya mengagetkan.

Anies menjawab singkat: Hadir is good.

Kalimat pendek itu bisa saya artikan sebagai: Kepercayaan Anies kepada saya, bisa juga sebagai Intruksi untuk hadir.

Maka dengan mengucap Bismillah, saya memberi konfirmasi untuk hadir.

Menit demi menit saya membuka semua file, menghafalkan data. Meminta karyawan di kantor saya untuk mencetak (Print out) semua data yang saya miliki.

Kebiasaan untuk membaca dan membawa data sebelum diskusi sudah sangat lama dilakukan.

Saya memulai bukan dengan kesadaran, melainkan karena para mentor saya dari jaman kuliah. Bang Fachry Ali, Cak Nur, dan para senior aktifis alumni HMI lainnya. Selalu menganjurkan untuk membaca buku. Mempelajari data. Jangan ngasal saat bicara apalagi di ruang publik. Dari jaman kelompok studi mahasiswa, kami sudah terbiasa berdebat dengan referensi.

Maka malam itu di hotel Borobudur sebuah pertaruhan terjadi. Apakah saya akan mengecewakan Anies Baswedan. Menjadi bahan tertawaan seperti para buzzer yang menampakkan kedunguannya ketika berhadapan dengan Ustadz Felix Siauw, atau mendapat apresiasi.

Mereka para Buzzer itu akhirnya membuat pembelaan diri dengan beragam alasan di akun twitter pribadinya. Yang dibalas oleh Bang Karni: Kalau anda tak pandai menari jangan lantai yang disalahkan.
Saya mengartikan: Kalau tolol ya tolol saja, jangan nyalahin forumnya.

Apakah saya akan tampil dengan baik, atau saya malah ngawur sebagaimana mereka yang sering saya kecam bila sedang bicara di ruang publik (televisi) karena kebodohannya.

Jutaan orang menonton acara tersebut. Saya mendapat puluhan WA esok harinya. Bahkan ada yang mengirim foto: Televisinya itu digantung diatas dengan besi. Lalu ada banyak orang duduk di lantai sedang menonton dirumah yang sederhana, nampak di depan rumah itu persawahan.

Di sebuah kampung yang jauh dari Jakarta. Mereka menyimak yang sedang terjadi di Jakarta.

Mereka sedang menonton tayangan ILC dan foto yang dikirim adalah saat saya sedang bicara.

Saya berucap dalam hati: Innalilahiwainnailaihirojiun.
(Telah berpulang yang namanya Privacy).

Tiga hari kemudian saya ke Balaikota, keruang tim komunikasi Gubernur. Bertanya kepada teman-teman yang ada di situ. Ada Naufal, Chozin, John Odius, Usamah, dllnya.
Saya bertanya : Yang memberi nomor hp gue ke Tv One (ILC) siapa sih?

Mereka semua tak ada yang menjawab melainkan hanya senyum - senyum.
Saya bertanya lagi dengan lebih serius. Woiii elu pada, yang ngasih nama dan nomor hp gue ke tv one siapa?

Lalu Naufal yang merupakan penanggung jawab utama di tim komunikasi Anies, menjawab dengan setengah tertawa: Teman Abang yang nyuruh saya ngasih nama abang dan nomor HP ke ILC.

Saya gagap: Jadi… , jadi … gue minta konfirmasi ke dia. Gue minta dia untuk cari orang yang … Ternyata itu semua dari dia pula (Anies) juga awalnya.

Semua yang berada di ruang itu tertawa ngakak. Merasa puas telah mengerjai saya.

Waktu demi waktu berlalu, berkali - kali persoalan Jakarta menjadi dan berbagai program dan kebijakan Pemprov DKI menjadi thema diskusi di ILC.

Siapapun yang dihadirkan, sekeras apapun kritik mereka kami hadapi. Secara berganti - ganti dengan membawa data. Membawa dokumen. Koordinasi dengan dinas terkait dabnya. Kami selalu siap dan serius menghadapi itu semua. Saya tak menjawab hanya secara nornatif dan memberi klarifikasi tapi jiga menghujam balik dengan fakta yang ada.

Saya membiasakan diri untuk setiap undangan dengan thema2 penting, selalu berkoordiansi dengan tim di Balaikota. Selalu atas seijin Anies.

Tak setiap undangan saya tak langsung bersedia. Bila bertema lingkungan maka para ekspert tentang lingkungan hiduplah yang dikirim. Bila berkaitan dengan soal hukum maka para ahli hukumlah yang bicara.

Sepaniang 5 tahun Anies menjadi Gubernur tak ada dari kami yang bicara ngasal.
Tak ada dari team TGUPP yang bicara tentang sesuatu sebelum resmi diumumkan.

Sesekali terjadi kehebohan, karena terkadang saat TV tak mendapatkan satupun dari kami (yang memang dilarang untuk bicara.) Karena pekerjaannya belum tuntas atau menunggu momen.

Terkadang ada relawan dengan kapasitas seadanya diundang. Lalu terjadilah kehebohan yang tidak perlu. Karena ada berbagai penjelasan yang tak relevan.

Saat Formula E sudah dipastikan diselenggarkan di Jakarta. Para buzzer2 dungu ramai bicara di medsos bahwa Formula E akan gagal (batal terlaksana di Jakarta). Tak ada dialam jadwal calender yang di uppload oleh Firmula E.

Tak ada satupun dari kami yang menjawab, walaupun kita (semua di lingkaran Anies). Sudah tahu bahwa Alberto Longo (Presiden Formula E) Akan umumkan dari London.

Tak ada satupun yang menjawab para buzzer itu.
Hingga Alberto Longo yang umumkan dan menjadi jawaban kepada mereka.. Hal semacam itu memang disengaja. Agar menjadi pelajaran untuk mereka agar tak asal bicara dan memalukan diri sendiri.

Namun mereka memang tak punya malu. Berkali - kali hal semacam itu terjadi. (Dipermalukan dengan fakta).

ILC terus berlangsung dan kebijakan pemerintah pusat ataupun situasi nasional sering pula menjadi thema utama dalam diskusi ILC.

Para jubir Istana datang mewakili sebagai utusan pemerintah pusat. KSP diantaranya. Juga kader-kader PSI atau Buzzer Jokowi.,

Mereka menghadapi para pengamat yang kritis yang sekolahnya benar, belajarnya di kelas bukan di bawah pohon sengon.
Bertahun - tahun ditempa dalam organisasi ekstra kampus.

Namun bedanya. Ketika Pemprov DKI menjadi sorotan kami tak pernah protes kepada ILC. Anies tak pernah mengirim surat keberatan dsbnya.

Kami menghadapi semua kritik itu dengan beradu data, bukan beradu suara keras alias bacot gede seperti sipemakai surban itu.

Lalu tibalah hari penghakiman: Bang Karni Ilyas dipanggil oleh orang yang mewakili penguasa.

Dengan kalimat: Mau sekoci tenggelam atau kapal induknya yang terbakar.

Lalu acara ILC (Indonesia Lawyers Club). Menghilang dari kamera tv.

Acara itu dipaksa tutup karena Pemerintah Pusat merasa terganggu. Para utusannya tak mampu menghadapi para pengeritiknya.

Para pendukung regim yang selalunya galak di akun pribadinya. Luluh lantak ketika berhadapan secara langsung
Beradu analisa beradu argumentasi. Mereka terbiasa membuat monolog sendiri viralkan sendiri dan gila sendiri.

Kemudian terbata - bata menghadapi orang yang malang melintang di dunia aktifis maupun terdidik secara akademis.

Utusan istana yang dikirim di acara itu, dengan alasan yang mengada ada megatakan: Mereka hanya diberi waktu lima menit, padahal untuk yang lain (lawannya) selalu diberi waktu leblh panjang.

Kita semua menjadi saksi. Bahwa semua pembicara di ILC mendapat waktu yang sama. Semua diberi kesempatan untuk bicara dengan durasi yang sama. Bahkan bila sangat urgen, diberi kesempatan untuk memotong pembicara lainnya..

Bila ada jeda iklan maka kesempatan tetap diberikan untuk sesion berikutnya.

Berbeda dengan Anies yang selalunya menerima setiap kritik lalu menjawab dengan data dan fakta.

Namun bagi penguasa Tiran. Mereka lebih suka mengunakan kekuasaan.

Ancaman merupakan cara jitu untuk membungkam.

Bang Karni Ilyas harus merelakan. Acara yang mendapat rating utama dialog di televisi harus lenyap dari tayangan.

Setelah beberapa bulan kemudian Bang Karni dengan segenap keberanian membuat acara itu tetap tayang namun hanya melalui kanal Youtube.

Sejarah penutupan tayangan ILC adalah sejarah kelam regim Tirani.

Ada hal lain pula selain ILC. Yaitu Aiman Wicaksono pun berusaha dipenjarakan ketika dia menyuarakan keterlibatan Aparat dalam Pilpres. Beruntung acaranya dia: Rakyat Bersuara tak mengalami nasib seperti ILC.

Geisz Chalifah