Cucu, Bercanda Elo Enggak Asyik: Kok Elo Pergi Sih

14 Agustus 2020. (Jelang tahun baru ingatan saya tentang orang baik itu datang. Dia selalunya sibuk jelang tahun baru).

Ada banyak manusia yang lain di dalam lain di luar, manusia yang seolah ramah tapi di belakang menikam.
Manusia yang hanya baik ketika punya kepentingan namun ketika kepentingannya itu tak terakomodir berubah menjadi serigala yang kadang rela menikam temannya sendiri bahkan seniornya yang selalu membantu dirinya.

Belakangan ini saya menemui dan merasakan manusia semacam itu. Bahkan manusia yang dari puluhan tahun saya kenal yang kemudian merasa besar kepala dan tak tahu diri, yang seperti itu hanya tampilan luarnya manusia tapi di dalamnya sesungguhnya bersemayam setan.

Cucu Kurnia adalah manusia seutuhnya dia manusia di dalam maupun di luar. Berprinsip dan punya mimpi.

Intensitas komunikasi saya dengan Cucu Kurnia boleh dibilang tak pernah putus, saling berkabar dan saling bercerita.

Dimulai saat dia menjadi Kasudin Pariwisata Pulau Seribu, kita bersinergi untuk membangun pariwisata di pulau itu. Berbagai program dilangsungkan dan dijalankan, tak hanya membuat acara tapi juga membuat riset perilaku konsumen wisata masyarakat Jabodetabek terhadap Pulau Seribu.

Beberapa waktu sebelumnya dia membantu program renovasi masjid dan mushola di 7 pulau, kerjasama Forhati HMI, Ancol dan Sudin Pariwisata Pulau Seribu.

Selang kemudian Cucu Ahmad Kurnia mengikuti pansel untuk Kadis Pariwisata DKI yang kosong, dan lulus dengan nilai terbaik.

Dia pernah menjadi jubir di masa Foke berkuasa. Kemudian dengan alasan yang tak begitu jelas distafkan begitu saja diregim berikutnya. Semuanya dijalani dengan anteng-anteng saja.

Januari 2020 dia dilantik (baru tujuh bulan), mimpi besarnya memajukan pariwisata DKI namun covid menerjang berbagai program dipangkas.

Cucu tak hanya punya mimpi dan berupaya melaksanakannya, tapi juga menghadapi para pemilik club malam yang nakal. Terlibat bisnis narkoba dan sebagainya.

Dia memberi rekomendasi untuk ditutup yang kemudian dimusuhi banyak orang yang merasa terganggu. Cucu tak perduli dan tetap menjalankan perintah undang-undang.

Ada pula yang datang mencoba merayunya dengan menyodorkan amplop tebal yang amplop itu cuma difoto lalu disuruh bawa kembali kepada pembawanya.

Tekanan yang diterima seringkali menjadi diskusi kami berdua yang seringkali hanya menjadi bahan bercanda tak berpengaruh apapun.

Cucu yang terkesan flamboyan, ganteng, ramah, juga cerdas, dia lulus master dari Singapura maupun Amerika. Tapi pribadinya sangat sederhana. Anak buahnya mengagumi dan menghormatinya bukan karena hanya sebagai atasan tapi juga sebagai orang yang penuh respek kepada bawahan.

Hampir seminggu sekali dia datang, biasanya malam setelah magrib, dengan menelepon sebelumnya: Lagi di mana bang, saya merapat ya.

Maka saya menunggu dia untuk datang dulu sebelum kami makan bersama sekadar membeli sop betawi maupun sate Bang Dudung yang menjadi langganan lalu berdiskusi tentang beragam hal dan Jakarta sebagai topik utamanya.

Ulang tahun Jakarta 22 Juni adalah acara rutin tahunan yang setiap tahun diadakan. Cucu berpikir untuk merubah konsep agar acara itu bisa dinikmati publik secara luas tak hanya diadakan pawai di Jalan Thamrin dan Sudirman.

Yang kemudian batal dilaksanakan oleh karena situasi Jalarta yang mengalami pandemi.

Persahabatan dengannya adalah persahabatan antarmanusia, pergaulan antar teman tanpa berlatar belakang maksud tertentu sebagaimana para setan bertopeng manusia, lain di depan lain di belakang.

Cucu adalah manusia seutuhnya, kebaikan hatinya tulus, respeknya pada banyak orang menjadikan dia selalu berdiri sejajar bahkan pada karyawan paling bawah sekalipun.

Kamis sore kabar itu datang, saya tau dia memang sedang dirawat di rumah sakit, satu hari sebelumnya saya menelpun, Cucu bercerita kondisinya mulai membaik, saya menyarankan agar nanti ke dokter asam lambung yg berada di Kelapa Gading karena saya pernah berobat di sana.

Kamis sore HP saya berbunyi lalu Husin mengabarkan berita: Kang Cucu meninggal.

Tak lama kemudian masuk WA dari Gubernur DKI Anies Baswedan dengan berita yang lebih rinci.

Saya masih merasa ga percaya dan berkata dalam hati: Cucu bercanda elo enggak asyik.

Malam hari mayit itu terbaring dengan senyuman khas miliknya. Wajah baik yang ramah itu pergi.

Tapi tetap saja menyisakan rasa tak percaya. Serius Cu, bercanda elo hari ini enggak asyik. Kok elo pergi sih.

Selamat jalan Cu, orang baik memang selalu cepat perginya. Semoga malaikat menyambut dengan penuh senyum sebagaimana, orang-orang Pulau Seribu yang selalu menyambut gembira setiap elo datang.

Kehampaan itu menyelinap diam - diam.

https://www.instagram.com/p/DECLvTjTCFG/?igsh=MXN6ajlqbGEyNzg2aQ==

Geisz Chalifah, Kolumnis