Gerakan Perubahan Sebagai Kehendak Bebas yang Bermoral

Dalam filsafat moral Immanuel Kant, kehendak bebas yang bermoral hanya dapat dicapai melalui integrasi antara rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme menekankan akal sebagai penuntun utama tindakan manusia, sementara empirisme memastikan bahwa tindakan tersebut berakar pada pengalaman nyata. Dalam pandangan Kant, manusia harus bertindak bukan sekadar mengikuti dorongan atau manfaat pribadi, tetapi berdasarkan prinsip moral universal yang dikenal sebagai "imperatif kategoris."

Kehendak bebas yang bermoral ini relevan dalam konteks gerakan perubahan yang diusung oleh Anies Baswedan. Gerakan ini bukan sekadar langkah pragmatis untuk merebut kekuasaan, tetapi mencerminkan tanggung jawab moral dalam mengembalikan bangsa ke jalan yang sesuai dengan amanah konstitusi. Konstitusi kita secara tegas mengamanatkan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, suatu cita-cita yang kini terasa jauh dari kenyataan.

Rasionalisme dalam Gerakan Perubahan

Gerakan perubahan Anies berakar pada ide-ide rasional yang dirancang untuk menghadirkan solusi atas ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik yang melanda Indonesia. Misalnya, program Jakarta Sehat dan Jakarta Pintar ketika ia menjabat Gubernur DKI Jakarta menunjukkan bagaimana kebijakan berbasis data dan akal sehat mampu menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.

Sebagai contoh konkret, ia memperkenalkan sistem Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang tidak hanya memberikan akses pendidikan tetapi juga mendorong pemerataan kesempatan. Langkah ini mencerminkan nilai rasionalisme Kantian, di mana setiap individu diperlakukan sebagai tujuan, bukan alat.

Empirisme dalam Gerakan Perubahan

Di sisi lain, gerakan ini juga sangat empirik, yakni berlandaskan pada pengalaman nyata rakyat. Anies sering kali menyuarakan pentingnya mendengar suara rakyat kecil—pedagang kaki lima, petani, dan nelayan—yang selama ini terpinggirkan oleh kebijakan yang lebih memihak oligarki.

Sebagai contoh, di Jakarta, ia menginisiasi revitalisasi kampung-kampung kumuh tanpa menggusur warganya. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan bukanlah soal teori, tetapi menyentuh langsung kehidupan masyarakat.

Kehendak Bebas yang Bermoral dalam Konteks Nasional

Anies Baswedan membawa narasi gerakan perubahan yang menolak tunduk pada kepentingan oligarki dan memilih jalan moral untuk memperjuangkan amanat rakyat. Dalam pandangan Kantian, ini adalah bentuk kehendak bebas yang bermoral, di mana pemimpin tidak hanya bertindak atas dorongan kekuasaan, tetapi berdasarkan prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama.

Sebagai contoh, Anies secara tegas menolak proyek-proyek strategis yang merugikan rakyat kecil, seperti penggusuran atas nama pembangunan. Ia juga konsisten mendorong kebijakan yang menjunjung keadilan sosial, seperti redistribusi aset tanah melalui program rumah DP nol rupiah, yang membuka akses kepemilikan rumah bagi masyarakat miskin kota.

Moralitas sebagai Landasan Perubahan

Gerakan perubahan ini adalah bentuk tanggung jawab moral untuk mengembalikan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Keadilan sosial bukan sekadar jargon politik, tetapi menjadi panggilan moral bagi setiap pemimpin yang berkomitmen pada imperatif kategoris: bertindak dengan cara yang dapat dijadikan hukum universal.

Ketika Anies menyerukan perlunya perlawanan terhadap praktik korupsi, ketimpangan ekonomi, dan marginalisasi rakyat kecil, ia mengingatkan kita bahwa perubahan adalah tugas moral. Ia memandu bangsa ini menuju arah yang lebih adil, di mana setiap warga negara, tanpa memandang latar belakang, memiliki hak yang sama untuk hidup bermartabat.

Gerakan perubahan yang ia usung menjadi bukti bahwa kehendak bebas yang bermoral, sebagaimana diajarkan oleh Immanuel Kant, dapat diwujudkan dalam ranah politik. Dengan akal yang jernih dan pengalaman nyata rakyat sebagai panduan, perubahan menuju keadilan sosial menjadi lebih dari sekadar mimpi—ia adalah kenyataan yang sedang diperjuangkan. Sehingga ini akan menjawab pertanyaan besar pragmatisme masyarakat, akankah Anies memiliki kehendak bebas dan tergabung dalam kekuatan yang tak bermoral dalam meraih kekuasaan? Biarlah waktu yang akan menjawab.

Surabaya, 20 Desember 2024

M. Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya