
Jurnalis Al Jazeera, Anas Al -Sharif ketika melaporkan kondisi Gaza sebelum akhirnya dibunuh�oleh�Israel.
JAKARTA - Greenpress Indonesia menyampaikan kecaman keras atas serangan udara Israel yang menewaskan dua jurnalis Al Jazeera, Anas Al-Sharif dan Mohammed Quraiqa di depan Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza, pada 10 Agustus 2025. Selain keduanya, dua juru kamera, Ibrahim Zaher dan Moamen Aliwa, serta seorang asisten produksi, Mohammed Noufal, turut menjadi korban. Total tujuh orang dilaporkan tewas dalam serangan tersebut.
Direktur Eksekutif Greenpress Indonesia, Igg Maha Adi, menegaskan bahwa penargetan terhadap jurnalis merupakan kejahatan perang yang tidak bisa ditoleransi.
“Ini bukan lagi perang biasa. Ini sudah masuk kategori genosida dan krisis kemanusiaan. Menyerang wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik adalah bentuk kejahatan perang yang nyata,” ujar Igg dalam pernyataannya.
Anas Al-Sharif dikenal sebagai salah satu jurnalis paling berani di Gaza, dengan laporan-laporannya yang datang langsung dari garis depan konflik. Dalam pesan terakhirnya, yang ditemukan usai kematiannya, Al-Sharif menulis:
“Saya tidak pernah ragu mengatakan kebenaran apa adanya… Jika Anda membaca ini, berarti Israel telah berhasil membunuh saya dan membungkam suara saya.”
Sekretaris Jenderal Greenpress Indonesia, Marwan Aziz, turut menyerukan aksi global terhadap kekerasan sistematis terhadap jurnalis serta blokade total yang diberlakukan Israel atas Gaza.
“Kami menyerukan kepada pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil di seluruh dunia untuk tidak tinggal diam. Dunia harus bersatu tidak hanya untuk melindungi jurnalis, tetapi juga untuk menghentikan blokade ilegal atas Gaza,” tegasnya.
Greenpress mencatat bahwa blokade tersebut telah menghambat pasokan makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan, yang menyebabkan jutaan warga Gaza termasuk anak-anak terjebak dalam kelaparan massal dan penderitaan berkepanjangan.
“Blokade ini merupakan bentuk hukuman kolektif yang jelas-jelas melanggar hukum internasional. Dunia tidak boleh membiarkan rakyat Gaza mati perlahan karena kelaparan dan kekurangan obat,” tambah Marwan.
Lebih lanjut, Greenpress menyatakan bahwa serangan terhadap tim Al Jazeera bukanlah insiden tunggal, melainkan bagian dari pola sistematis penargetan terhadap jurnalis di wilayah konflik. Sejak awal perang, lebih dari 180 jurnalis dilaporkan telah tewas di Gaza menjadikan konflik ini sebagai salah satu yang paling mematikan bagi insan pers dalam sejarah modern.
“Ini adalah serangan langsung terhadap kebebasan pers, hak asasi manusia, dan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Membungkam suara kebenaran tidak akan pernah bisa menutupi penderitaan rakyat Gaza,” tutup Igg Maha Adi.