YOGYAKARTA - Taman Yuwono nomor 19, merupakan rumah yang ditempati Abadurrahman Baswedan, kakek Anies. AR Baswedan mulai menempati rumah itu saat ibukota Jakarta pindah ke Yogyakarta pada 1946. Saat itu, AR Baswedan menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan, tidak memiliki rumah.
Kompleks Taman Yuwono yang beralamat di Jalan Dagen Nomor 11 Sosromenduran, Gedongtengen, Kota Yogyakarta. Lahan dan bangunan ini merupakan bangunan milik Haji Bilal, saudagar batik yang tinggal di Kauman Yogyakarta. Haji Bilal dan AR Baswedan merupakan teman akrab.
Mohammad Syafril Nusyirwan, Cucu Kakek Haji Bilal, mengatakan, dari cerita keluarganya, kakek dengan AR Baswedan punya hubungan yang sangat dekat. Saat Ibu Kota Jakarta pindah ke Yogyakarta, kakek menawarkan salah satu rumah di Taman Yuwono untuk ditempati AR Baswedan.
"Kakek Anies menempati rumah itu karena 'palilah' dari kakek saya. Palilah itu semacam izin: silakan rumah ini dipakai, tidak usah bayar. Kejadiannya saat Ibu Kota Jakarta pindah ke Jogja. 'Palilah itu dipinjami, tanpa bayar,' kata Syahril saat dihubungi Rabu, 15 Januari 2025.
Menurut Syafril, AR Baswedan menempati rumah itu cukup lama. "Berapa tahun lamanya, saya tidak ingat. Waktu itu saya masih kecil,' imbuhnya.
Syafril mengatakan, bangunan tersebut sudah ditetapkan sebagai heritage oleh Pemkot Jogja. Tidak boleh dibongkar, tidak boleh diganti. "Intinya, harus dipertahankan seperti bentuk aslinya. Tampak depannya harus dipertahankan, namun bagian belakang memang ada yang direnovasi," jelasnya.
Total 21 bangunan, ada dua garasi, sementara 19 lainnya adalah bangunan rumah-rumah. "Semuanya dipertahankan sebagai heritage," imbuh Syafril.
Rumah-rumah tersebut, sekarang ada yang disewakan. Salah satunya rumah yang ditempati AR Baswedan. Saat ini rumah-rumah tersebut ada yang disewakan, yakni nomor 3, 4, dan 19. Sebagian besar menjadi homestay agar kami tetap bisa memantau supaya tidak ada yang berubah dari bangunan maupun warnanya.
"Nomor 19 yang dulunya ditempati AR Baswedan, yang diceritakan Anies di YouTube itu, sempat bentuknya tidak karuan. Itu diubah oleh penyewa setelah AR Baswedan. Cat temboknya berwarna lain, akhirnya kami kembalikan ke wajah atau warna aslinya lagi," jelasnya.
Menurut Syafril, kepemilikan bangunan tersebut milik yayasan keluarga, bukan dibeli oleh Pemkot. Pemkot hanya menetapkannya sebagai heritage, yang intinya tidak boleh diubah bentuknya. "Kalau dijual boleh, tapi dari keluarga tidak berniat menjualnya. Amanah dari kakek, inginnya terus dipelihara, tidak boleh dijual. Jadi, kami tetap mempertahankan hingga sekarang," papar Syafril.