![Irma Natalia Hutabarat (PSI) yang Saya Kenal](https://detak.co/nadi/files/img/2025/02/05-9h0427alis-g.jpg)
Di sebuah ruangan, seorang perempuan cantik, cerdas penuh percaya diri. Berpakaian modis.
Mewawancara saya tentang persoalan internasional. Saya menjawab yang dia tanyakan dengan tenang dan lancar.
Di tengah saya menjawab pertanyaan itu. Perempuan di hadapan saya dengan lugas menyentak: “Hei Kamu bicaranya lihat ke saya!”
Sepanjang wawancara itu saya lebih banyak menundukkan muka. Sebagai Ketua Masjid Kampus di masa itu saya gelagapan bila bicara di hadapan perempuan yang tampilannya sangat modis.
Itulah kali pertama saya bertemu Irma Natalia Hutabarat. Saat saya mendaftar menjadi anggota ISA Of Indonesia. Irma adalah senior sekaligus pendiri organisasi itu bersama Faizal Motik (Bang Ical). Yang kemudian berubah nama menjadi ISAFIS (Indonesian Student Association for International Studies. (Himpunan Mahasiswa Indonesia Peminat Pengkajian Masalah Internasional).
Dari sekian banyak pendaftar hanya sekitar 30-an mahasiswa yang dinyatakan lulus.
Bulan berlalu tahun berganti. Saya terpilih mengikuti pertukaran Pemuda Indonesia Jepang (Nakasone Programme).
Irma Natalia membuat acara Isafis bersama Elshinta bernama CIA. (Collaboration in the Air). Saya dan teman-teman Isafis bekerjasama dengan Prambors juga Musteng. Mengisi kajian masalah Internasional untuk anak muda.
Setiap ada persoalan dunia yang bergejolak, kami diundang diskusi oleh kedubes Amerika dan berbagai kedubes lainnya.
Dengan Kedubes Jepang tak hanya perpustakaan namun juga salah satu ruangan besar di Gedung Summitmas Jalan Sudirman. Seringkali kami gunakan untuk acara.
Berkali - kali membuat acara dengan perwakilan United Nation (PBB) di Jakarta.
Agar tak dinilai oleh para aktivis mahasiswa lainnya sebagai kaki tangan barat. Kami juga membuat diskusi dengan Kedubes Uni Sovyet. Yang esoknya Faisal Motik (Bang Ical) harus menghadapi wawancara dengan aparat.
Dengan DEPLU, terutama Sekdilu kami bukan lagi diajak diskusi dan diundang setiap pemimpin luar negeri hadir ke Indonesia. Namun menjadi ladang untuk para pejabat Sekdilu itu bercerita; Berbagai kelucuan para diplomat Indonesia di luar negeri.
Tak lama kemudian kami (ISAFIS), menjadi satu-satunya Organisasi Mahasiswa Indonesia di masa itu yang mendapat penghargaan dari PBB. Ditandatangani oleh sekjen PBB. Javier Pérez de Cuéllar. Ketika itu saya sudah menjadi Vice President Isafis.
Masa kemahasiswaan selesai. Realitas hidup menuntut hal yang jauh berbeda.
Irma melanglang buana. Saya melihat wajahnya di berbagai stasiun Tv, membaca berita tentang opininya di media.
Dia juga berinisiatif mendirikan KPK RI sebelum KPK terbentuk seperti yang kita kenal sekarang. Saya membaca setiap perkembangan, sambil bergaul dengan mandor dan kuli bangunan sehari-hari. Pasir, Semen, Batubata dan terutama Besi adalah harga barang yang paling saya amati fluktuasinya dari hari ke hari. Realitas kehidupan untuk menjemput harapan tak selalunya berjalan linear.
Irma adalah aktivis perempuan yang saya kenal puluhan tahun lalu, bukan hanya kenal tapi berteman akrab. Saya tak heran bila tiba-tiba seorang tukang bersih-bersih di sebuah gedung. Selesai kami makan di sebuah restoran lalu perempuan berseragam cleaning service itu tiba-tiba memeluknya.
Irma adalah perempuan yang tanganya selalu terlepas. Irma adalah perempuan yang pertama yang didatangi oleh para yunior isafis bila mereka akan keluar negeri.
Namun di balik semua itu dia bisa menjadi garang. Ketika seorang anak terbunuh dengan semena-mena.
Dia hadapi Sambo dan semua aparat dengan segenap keberanian. Irma Natalia Hutabarat tak akan berbicara Rasulullah tidak sempurna. Sebagaimana Irma yang lainnya, yang saya tak jelas apa kompetensinya bicara tentang Rasulullah tak sempurna.
Irma Natalia sangat tahu mana ranahnya dia untuk bicara dan yang bukan ranahnya.
Secara mengejutkan Irma bergabung dengan partai yang bertahun-tahun menjadi “musuh” saya (PSI).
Banyak orang agak tercengang bila saya bertemu Irma. Dua orang yang dianggap mewakili perseteruan.
Aiman Wicaksono di antaranya. Saya diundang di Forum Rakyat Bersuara. (INEWS TV). Irma menyalami semua yang sudah berada di panggung namun saat melihat saya, Irma selalunya spontan dan aktraktif.
Irma mewakili PSI dan saya sebagaimana biasa dianggap mewakili Anies. Tentu saja anak - anak muda PSI itu berharap saya memiliki lawan seimbang. Setelah mereka dengan bermodal opini kedengkian selalunya rontok setiap bertemu di stasiun TV.
Tak ada satu patah katapun bernada kecaman dari Irma terhadap Anies. Bahkan Irmapun tak suka bila Anies digunakan secara negatif sebagai lahan. Ajang menaikkan popularitas PSI.
Satu hal yang mereka tak ketahui. Saya berteman akrab dengan Irma Natalia Hutabarat bahkan dari sebelum mereka lahir.
https://www.instagram.com/reel/DFpFBFIzwVs/?igsh=a3JjcWJjYnFybWF3
Geisz Chalifah, Kolumnis