Jemaat Jumat Agung Padati Gereja Katedral Jakarta
Foto: Suasana di Gereja Katedral Jakarta (Adrial/detikcom)

JAKARTA - Jemaat semakin meramaikan Gereja Katedral Jakarta usai teater Jalan Salib Kreatif atau sekitar pukul 10.30 WIB. Sementara umat yang sedari pagi datang dan menyaksikan drama teatrikal, langsung melanjutkan rangkaian acara ibadah Jumat Agung.

Antrean sempat mengular di waktu tertentu, baik di pintu masuk utama hingga barisan jemaat teregistrasi dan non registrasi. Gereja Katedral Jakarta sendiri menerapkan satu pintu utama, yakni di seberang Masjid Istiqlal.

Meski padat, jemaat tetap tertib memasuki Gereja Katedral Jakarta. Petugas pun ikut membantu mengarahkan, termasuk saat melakukan pemeriksaan barang bawaan.

Kepala Humas Katedral, Susyana Suwadie menyampaikan, untuk ibadah Jumat Agung diselenggarakan tiga kali, dengan yang pertama pukul 12.00 WIB secara offline.

Kemudian untuk pukul 15.00 digelar secara hybrid, yakni daring dan offline. Jumat Agung ditutup dengan ibadah ketiga pada pukul 18.00 WIB yang diselenggarakan secara offline.

“Kalau untuk pengawalan juga seperti biasa. Kami selalu berterima kasih kepada TNI-Polri yang selalu mendukung penuh dengan adanya Pospam di depan seberang katedral, artinya di depan Istiqlal itu selalu dibuat Pospam setiap kali kami ada hari raya besar. Terima kasih kami ucapkan, dan juga tentu saja didukung dengan seluruh jajaran,” ujar Susy.

“Dan juga kalau untuk keamanan di dalam, itu tentu saja tim sekuriti dan juga umat swadaya yang tergabung juga dalam panitia, juga melakukan pengamanan, dalam arti kalau di dalam adalah supaya umat yang datang itu tentu saja bisa lancar,” sambungnya.

Seorang Pemuda Perankan Yesus

Tubuh pemuda pemeran Yesus Kristus dalam teater Jalan Salib Kreatif di Gereja Katedral Jakarta tidak berhenti bergetar meski dramanya telah selesai. Selain alasan pendalaman peran, ada perasaan lain yang menyelimuti hatinya.

Adalah Arya Setiawan Tarigan, pemuda berusia 20 tahun yang beradegan disalib layaknya Yesus. Aksinya turut mengundang tangis jemaah Jumat Agung selama momen teatrikal.

“Sebenarnya saya tidak terpikirkan ya, bahwa saya dapat memerankan peran ini. Dan awalnya saya kira hanya, saya sebagai sampingan. Tetapi saya merasakan suka cita itu, ketika memang benar-benar memerankan sesosok Yesus. Itu benar-benar merasakan suatu karunia yang menyentuh ke hati, sehingga dari pendalamannya sampai bahkan sampai kegiatan sehari-hari kita masih tetap harus bersama Yesus,” tutur Arya saat berbincang dengan wartawan di Gereja Katedral Jakarta, Jumat (18/4).

Arya mengaku sempat ragu, dan bahkan tidak mendapatkan persetujuan orang tua saat mendapatkan peran Yesus. Memerankan sosok Tuhan yang diyakininya, sangat memberikan beban berat.

“Kita latihan selama 6 bulan lebih. Untuk pendalamannya, pertama saya akan tentu riset yang mendalam. Di mana saya sebagai seorang katolik juga berperan sebagai Yesus tidaklah mudah. Kita harus berbagai referensi, bahkan dari sesosok Yahudi bagaimana Yesus di mata mereka, itu seorang Yesus itu seperti apa. Bahkan kita harus mengenali bagaimana wilayah yang mereka tempati,” jelas dia.

Soal gemetaran yang tidak kunjung henti, hal tersebut menjadi bagian dari dampak pendalaman perannya. Dia bahkan harus dibantu berjalan oleh beberapa orang dari tim, termasuk ditopang saat berdiri tegak.

“Memang pendalaman ini cukup sulit, tetapi ketika sudah memasuki pendalaman sebagai karakter Yesus, saya masih merasakan dan merasakan tidak layak, bahwa Yesus benar-benar masuk ke dalam diri saya itu sendiri,” ungkap Arya.