Presiden Jokowi membuka peluang melakukan perombakan kabinet setelah Mensos Tri Rismaharini dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengajukan pengunduran diri karena mengikuti Pilkada 2024.
JAKARTA - Presiden Jokowi membuka peluang melakukan perombakan kabinet setelah Mensos Tri Rismaharini dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengajukan pengunduran diri karena mengikuti Pilkada 2024. "Ya, bisa (reshuffle)," kata Jokowi di Surabaya, Jumat (6/9), dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan, reshuffle atau perombakan kabinet tidak efektif dilakukan jelang kurang lebih 1,5 bulan lagi pergantian pemerintahan.
Diketahui, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin bakal berakhir pada 20 Oktober 2024. Meskipun, dua menteri dari Kabinet Indonesia Maju menyatakan pengunduran diri karena mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, yakni Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
“Tentu kalau bicara efektivitas enggak ada, enggak bakal efektif gitu tetapi kelihatannya ya bukan masalah efektifitas tapi kebutuhan untuk (mengisi posisi) menteri yang kosong karena mundur ikut pilkada,” kata Ujang, Jumat (6/9).
Selain itu, Ujang mengatakan, dalam waktu yang sempit tidak mungkin untuk mengukur kinerja. Sehingga, jika reshuffle tetap dilakukan maka pertimbangannya mengisi pos menteri yang ditinggalkan.
“Saya melihat ya, kalau waktu yang sempit, waktu yang sedikit kurang lebih 1,5 bulan lagi ya tidak bisa diukur soal kinerjanya, soal efektivitasnya. Tetapi, diukur dari mengisi kursi menteri yang kosong, ya harus di-reshuffle, harus diganti,” ujarnya.
Menurut Ujang, daripada melakukan reshuffle, salah satu cara yang efektif adalah menunjuk pelaksana tugas (plt).
“Kalau menurut hemat saya, cukup ya, cukup di plt-kan karena waktunya kan sudah sempit 1,5 bulan lagi tapi tidak bisa mengukur kinerja, tidak bisa mengukur efektivitas,” katanya.
Ujang menyebut bahwa pergantian dalam waktu yang menyisakan sedikit justru berisiko memperumit birokrasi di kementerian.
“Mengganti orang lagi, birokrasinya berubah lagi, ruwet lagi, ganti orang ganti kebijakan di kementerian itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia menyebut langkah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sebagai Plt Mensos sudah tepat.