JAKARTA- Jakarta International Stadium (JIS) tidak hanya menjadi salah satu stadion bertaraf internasional kebanggaan Indonesia, tetapi juga simbol visi besar Anies Baswedan dalam membangun Jakarta yang modern sekaligus inklusif.
Stadion berkapasitas 82 ribu penonton ini dirancang menggantikan Stadion Lebak Bulus. Proyek JIS dimulai pada 2019 dengan ambisi besar: menjadikan Jakarta sebagai kota global.
Namun, Anies tak hanya memikirkan bangunan megah. Ia memahami bahwa pembangunan kerap membawa dampak sosial, khususnya bagi masyarakat kecil. Oleh karena itu, Kampung Susun Bayam dirancang sebagai kompensasi untuk warga Kampung Bayam yang terdampak. Proyek ini bukan sekadar penyediaan hunian, tetapi juga simbol keberpihakan pada mereka yang kerap terpinggirkan.
Sayangnya, mimpi besar ini terganjal oleh realitas politik. Sebanyak 135 kepala keluarga (KK) hingga kini masih hidup tanpa kepastian. Di tengah gemerlap JIS yang kerap menjadi sorotan publik, warga Kampung Bayam seperti terlupakan. Mereka tinggal di hunian sementara dengan fasilitas yang jauh dari layak.
Muhammad Furqon, salah seorang warga, bahkan menghadapi tuduhan kriminal ketika berjuang mendapatkan haknya. "Semua ini sudah diatur dalam Pergub era Pak Anies. Kami hanya ingin keadilan atas apa yang dijanjikan," ujarnya dalam kanal YouTube The Prodigy berjudul Menilik Narasi Pelik Warga Kampung Bayam seperti dikutip Minggu, 12 Januari 2024.
Kondisi ini semakin berat dengan penerapan tarif sewa yang tidak masuk akal oleh Jakpro, pengelola JIS dan Kampung Susun Bayam. Tarif mencapai Rp1,5 juta per bulan dianggap tidak realistis bagi warga yang sebagian besar kehilangan mata pencaharian akibat penggusuran.
"Padahal, koperasi sudah dibentuk sejak awal, seperti di Kampung Akuarium. Kalau dikelola koperasi, biaya sewa hanya sekitar Rp33 ribu per bulan," ungkap Guntoro Gugun Muhammad, pendamping warga.
Perjuangan juga dialami oleh warga yang tinggal di Rusun Nagrak, jauh dari rumah dan tempat kerja mereka. "Memindahkan orang tidak semudah memindahkan barang. Banyak warga di-PHK karena sering terlambat ke tempat kerja," keluh Astutik, warga Kampung Bayam.
Guntoro Gugun Muhammad, pendamping warga, mengatakan, Kampung Susun Bayam dibangun untuk orang yang tinggal di situ, mempertahankan tradisi dan budaya kampung.
Tiga kelompok warga Kampung Bayam bahkan terlibat dalam perencanaan desain Kampung Susun Bayam hasil negosiasi dengan Gubernur Anies. "Mereka setuju pindah asalkan dibuatkan tempat tinggal baru di lokasi, sehingga dibangunlah Kampung Susun Bayam," jelasnya.
Namun, ketika bangunan selesai dan siap ditempati, Gubernur Anies purnatugas. Pj Gubernur Heru Budi Hartono yang menggantikan Anies tidak mau memasukkan warga ke Kampung Susun Bayam.
"Padahal semua orang yang akan tinggal di situ sudah mendapatkan nomor unit rumah. Jakpro sudah melakukan pengundian unit. Tinggal masuk dan pindahan, tetapi kebijakan berubah," tambahnya.
"Kami bersama LBH sudah koordinasi untuk menggugat Jakpro dan Pemprov. Ini pengabaian, wanprestasi, dan pelanggaran HAM," imbuhnya.
Masa jabatan Gubernur Anies digantikan oleh Pj Gubernur Heru Budi Hartono, yang disebut warga sebagai 'petaka.' Pergantian ini mengubah banyak hal, termasuk mengganti direktur utama Jakpro. Perubahan ini berdampak signifikan pada rencana hunian Kampung Susun Bayam.