Ketika Legacy Anies Baswedan yang Pro Rakyat di Kampung Bayam Diganjal Kebijakan

JAKARTA- Anies Baswedan saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta selalu menekankan pentingnya menjaga harmoni antara pembangunan modern dan keberlanjutan tradisi masyarakat lokal. Pembangunan tidak boleh memutus akar budaya dan sejarah warga. Proyek Kampung Susun Bayam adalah bukti nyata dari visi ini.

Namun, ketika Anies purnatugas, kepemimpinan berganti, maka visi Anies tersebut seakan tertahan. Pergantian kepemimpinan kerap membawa perubahan kebijakan. Namun, bagi warga Kampung Bayam, pergantian dari Anies Baswedan ke Pj Gubernur Heru Budi Hartono tidak sekadar perubahan, tetapi dianggap sebagai "petaka."

Warisan kebijakan Anies, khususnya terkait Kampung Susun Bayam, merupakan masa depan warrga yang seolah tetap berada di sisi gelap dalam gemelap Jakarta International Stadium (JIS). Di era Anies, Kampung Susun Bayam dirancang dengan melibatkan langsung tiga kelompok masyarakat yang tinggal di Kampung Bayam.

Muhammad Chozin Amirullah, mantan staf khusus Anies, mengungkapkan bahwa kebijakan ini dirancang sebagai solusi berkeadilan. Anies selalu memastikan bahwa pembangunan tidak mengorbankan masyarakat kecil.

"Warga yang terdampak tidak hanya dipindahkan, tetapi juga diberikan hunian layak di lokasi yang tidak jauh dari kehidupan mereka sebelumnya," ujar Chozin dalam kanal YouTube The Prodigy berjudul Menilik Narasi Pelik Warga Kampung Bayam seperti dikutip Minggu, 12 Januari 2024.

Namun, setelah Anies purnatugas, kebijakan berubah drastis. Bangunan yang semula diperuntukkan bagi warga Kampung Bayam diarahkan untuk tujuan komersial. Jakpro selalu BUMD yang mengelola Kampung Susun Bayam, mungkin ada target finansial.

Perubahan atau pergantian kepemimpinan ini ke Pj Gubernur Heru Budi tidak hanya menimbulkan kesenjangan sosial, tetapi juga memunculkan narasi politik yang lebih besar. "Ada kesan kuat bahwa ini adalah upaya untuk menghapus legacy Anies demi kepentingan politik tertentu," ujar Chozin.

Perubahan arah kebijakan ini dinilai Chozin sebagai bagian dari strategi politik untuk meminimalisasi pengaruh Anies di tingkat nasional. "Ini bukan hanya soal hunian, tetapi bagaimana legacy seorang pemimpin dipertahankan atau justru dihapuskan. Warga Kampung Bayam adalah bukti nyata dampak langsung dari perubahan kebijakan ini," tambahnya.

Perubahan kebijakan ini juga disebut-sebut terkait dengan upaya menghapus 'legacy' Anies Baswedan untuk kepentingan politik nasional. Chozin menyatakan, "Jakpro sebagai BUMD mengubah haluan, mungkin untuk memenuhi target finansial Pemprov DKI."

Meski terasa berat, perjuangan warga Kampung Bayam belum usai. Chozin bahkan menyebut bahwa calon gubernur tertentu di Pilgub 2024 memiliki peluang untuk melanjutkan kebijakan Anies. "Pasangan nomor 3, Pramono-Rano, sudah berkomitmen melanjutkan program pro-kampung seperti ini. Ini bisa menjadi contoh keberlanjutan yang baik," ungkapnya.

Menurut dia, sebenarnya pasangan 01 (Ridwan Kamil-Suswono) punya kesempatan untuk menyakinkan Anies Baswedan, tapi pendekatan yang dilakukan kontraproduktif. Dengan kata lain, tidak melalui program yang dulu dijalankan Anies, intinya cara pendekatan kurang positif.

Apalagi paslon 01 ini termasuk pihak yang turut menggagalkan proses pencalonan Anies di Pilgub Jakarta. "Anies ini gagal maju di Jakarta karena ada upaya 01, bahkan Ridwan kamil berkata siap maju di Jakarta dengan syarat Anies tidak maju. RK sadar tidak bisa menang jika Anies maju," jelasnya.

"Nah basis suara Anies ini berada di kampung-kampung ini, termasuk di Kampung Bayam. Program Anies memang sangat pro kampung, sehingga sangat populer," jelasnya.

Chozin optimistis dengan kepemimpinan baru di Jakarta, persoalan Kampung Bayam bisa selesai. "Kami optimistis Pram-Rano punya political will, kalau sudah ada political will, di bawahnya tinggal mengikuti, birokrasi kan begitu," tegasnya.