Berislamlah secara kaffah. Saya maksudkan adalah mempelajari ilmu pengetahuan harus juga dari agama Islam, karena ilmu pengetahuan itu adalah nomor dua, bila dikaitkan dengan al Quran. Menurutku, masih banyak orang Islam yang bila belajar ilmu pengetahuan hanya menggunakan cara-cara Barat, mereka mengutamakan rasio, sehingga tidak mengikuti wahyu atau iman. Padahal bila kita mengikuti al Quran yang dalam surahnya Allah swt menyebut gunakanlah “akal “(paling tidak bacalah al Saba’ a 6; al Muluk a 10; Al Imran a 190; Yunus a 101; al An’am, a 126; Ar Rum a 8) serta dalam ayat lain yang menyebutkan bahwa “percayalah pada yang ghaib dan yang nyata” (paling tidak bacalah Al Baqarah a 255; Al Jinn a 26; Al Mu’minun a 92; al Fatir a 38). Jadi yang saya pahami, mempelajari apapun harus dimulai dari al Quran dulu. Karena agama (Islam) itu nomor satu, baru setelah itu dibawah al Quran barulah ilmu pengetahuan/filsafat atau ilmu lainnya.
Dalam hal pengambilan keputusan penting (dalam rapat atau kesimpulan umum), sering kali kita hanya mengikuti cara-cara orang Barat karena kebiasaan, alasan yang diberikan yaitu karena sesuai sample, ambil contoh yang kecil, karena sesuai rumus Slovin, Krejcie-Morgan, atau Lemeshow, maka digeneralisasi. Menurut Sugiyono 2019 (orang yang sependapat), rumusan tersebut flexible dan mudah digunakan, memberikan tingkat akurasi yang bagus, cocok untuk digunakan bila asumsi distribusi populasi yang normal, tetapi kurang cocok untuk sample yang kecil sekali (dibawah 30an). Betulkah ini? Padahal al Quran sudah memberikan penjelasan yang bagus. Saya maksudkan adalah mempelajari ilmu pengetahuan harus juga dari agama Islam, karena ilmu pengetahuan itu adalah nomor dua, bila dikaitkan dengan al Quran. Menurutku, masih banyak orang Islam yang bila belajar ilmu pengetahuan hanya menggunakan cara-cara Barat, sehingga mereka mengutamakan rasio, sehingga tidak mengikuti wahyu atau iman. Padahal bila kita mengikuti al Quran yang dalam surahnya Allah swt menyebut gunakanlah “akal “(paling tidak bacalah al Saba’ a 6; al Muluk a 10; Al Imran a 190; Yunus a 101; al An’am, a 126; Ar Rum a 8) serta dalam ayat lain yang menyebutkan bahwa “percayalah pada yang ghaib dan yang nyata” (paling tidak bacalah Al Baqarah a 255; Al Jinn a 26; Al Mu’minun a 92; al Fatir a 38). Jadi yang saya pahami, mempelajari apapun harus dimulai dari al Quran dulu, baru setelah itu bacalah dan renungkan tentang Islam. (percayalah pada yang ghaib, tetapi juga percayalah pada yang kenyataan). Karena agama (Islam) itu nomor satu, baru setelah itu dibawah al Quran barulah ilmu pengetahuan/filsafat atau ilmu lainnya. Kalau kita mengingat ilmu pengetahuan itu akan dibawa sampai akhir hayat. Maka dari itu, ilmu itu bagian dari kehidupan manusia. Memang al Quran tidak menyebutkan secara langsung tentang perlunya ilmu pengetahuan, tetapi al Quran menyebutkan penggunaan akal pikiran, sedangkan hadist yang ada menyebutkan perlunya ilmu pengetahuan bagi manusia (harap baca antara lain: HR Tirmidzi, HR Muslim, 1037, HR Bukhari, 71, HR Ibnu Majah, 224, dan al Jaam’ish Shaghiir, 3913). Bahkan dalam paradigma Islam yang bersumber Al-Qur'an dan Sunnah tidak ada pembagian ilmu agama dan ilmu umum, Islam hanya menyebut ilmu. Maka saya berpendapat bahwa pemanfaatan alat pikir/akal manusia itu dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan.
Contoh lain tentang kebiasaan kita menggeneralisasi (tiru-tiru cara orang barat), di kota-kota besar, Surabaya misalnya, yaitu yang lagi top di pemakaian computer tentang pengumuan kondisi lalu-lintas, macet, ramai, sedang, atau lancar. Kalau disebutkan lalu lintas macet, apakah hal itu juga terjadi di kampung saudara, rasanya tidak. Demikian juga tentang rasa pedas misalnya. Kalau yang hendak dinilai itu sekampung X misalnya, apakah satu kampung ditanya semua, paling-paling dilakukan sampling, kalau sudah sesuai rumus, tinggal saudara melihat, kalau sebagian besar suka rasa pedas (menurut sampling) maka dianggap semua suka rasa itu dan sebaliknya. Padahal kalau semua ditanya dan ada yang mengatakan tidak suka rasa pedas, tetapi kalau dibandingkan dengan orang yang suka rasa pedas, orang yang mengatakan tidak suka itu secara perorangan daya tahannya terhadap rasa pedas itu ternyata orang tadi lebih tahan dari yang suka, tetapi kalau bisa tidak pedas, menurutnya jangan pedas. Itulah kelemahan sample, tidak ada sample yang dapat mewakili semua pendapat (pikirkanlah apakah ada sample yang bisa persis dengan semuanya). Maka sebaiknya kita berangkat dari Al Quran dan hadist daripada hanya mengikuti orang-orang Barat.
Saya mengatakan bahwa kebenaran hakiki adalah pada dan dari Allah swt, sehingga pada tataran manusia ini yang ada adalah sependapat atau setuju dan sebailknya.
Dalam dunia penelitian, orang pandai cenderung mempercayai logikanya, akalnya. Hal ini tidak salah, tetapi marilah kita berpikir mengapa Al Quran mengatkan percayalah pada akal pikiran, tetapi juga yang ghaib, serta mempelajari ilmu pengetahuan itu wajib, tetapi ilmu itu berada dibawah Al Quran (harap baca antara lain: Al Saba a 6, Al Muluk a 10, Ali Imron a 190, Yunus a 101, dan HR Tirmidzi, HR Muslim 1037, HE Bukhari 71). Akan nampak bahwa penggunaan akal itu penting, tetapi juga percayalah yang ghaib, dan perlunya ilmu pengetahuan. Tetapi janganlah hanya karena itu semua, lalu berpendapat bahwa logika itu paling benar, memang benar dalam arti manusia. Lalu orang tersebut membuat sample, apa lagi rumus Slovin, Krejcie dan Morgan, Lemeshow membenarkannya, yang mana semua itu adalah penggunaan akal saja. Contoh lain yang mirip dengan hal tersebut adalah penegasan kondisi lalu-lintas jalan di Surabaya, dengan computer. Kalau dikatakan di kondisi Surabaya adalah macet, apa semua jalan kondisinya macet? Itulah cara penggunaan sample. Semua dikatakan sama, padahal sebutkanlah nama jalannya. Yang macet dan yang tidak di mana? Karena saya yakin bahwa kebenaran sample itu tidak mungkin terjadi pada semuanya. Memang telah ditetapkan prosentase kesalahan, prosentase yang juga ditentukan mausia, rasanya juga tidak betul (kira-kira tetapi karena kita manusia, benar atau salah kata manusia ). Artinya kita manusia idak cukup hanya dengan logika, karena logika saja tidak cukup membuat kenyataan (yang sebenarnya terjadi).
Selanjutnya dengan kesimpulan. Manusia setelah menetapkan sample, tentunya tidak asal-asalan, lalu membuat kesimpulan. Padahal tidak ada sample yang memenuhinya. Karena apa, yang dipelajari itu adalah ilmu sosial. Ilmu sosial, terkait dengan manusia yang sulit ditebak. Misalnya orang yang tidak mau menggunakan bank syariah, mengapa? Banyak jawabannya. Andai yang mau diketahui orang se Surabaya. Bisakah orang se Surabaya sama pemikirannya? Pasti jawabannya lain-lain, dan tidak mungkin disamakan (digeneralisasi). Contoh lain, karena Surabaya terkait dengan sepak bola, adakah orang yang sama dalam hal pemilihan pemain, pemilihan pemain oleh pelatih atau saudara, sama atau tidak. Atau bila bertanding kalah atau menang, mengapa? Jawaban orang yang satu akan berbeda dari lainnya. Manakah yang benar, bisakah itu dibuatkan sample? Itulah cara kerja ilmu sosial bila dengan sample (biasa dilakukan oleh orang-orang Barat). Maka membuat kesimpulan bukan berarti mengikuti sample, padahal tidak mungkin sample akan menemukan jawaban, kecuali semua populasi (kalau bisa).
Tetapi ada kebiasaan yang membingungkan kita, yaitu mengapa kiha harus mengucapkan bismillah bila hendak mengerjakan sesuatu. Hal ini mungkin terjawab dengan penelitian yang dilakukan oleh orang Jepang, Dr. Masaru Emoto (2003) bersama temannya Kazuga Ishibashi. Mereka membuat penelitian terkait air, untuk itu mereka menggunakan foto molekul. Hasilnya, ternyata molekul air itu apabila didoakan yang baik-baik, maka molekul air itu bila ditofo akan berubah menjadi gambar yang bagus. Tetapi apabila disumpahi, maka foto molekul air itupun akan menjadi buruk. Dengan lain perkataan, ternyata air yang dianggap benda mati itu ternyata berubah molekulnya apabila dibacakan doa, tergantung pada jenis doanya. Mempertimbangkan hal ini, maka umat Islam sebaiknya melakukan penelitian lebih lanjut guna menjelaskan hal yang lain-lain yang terkait kewajiban manusia untuk mengucapkan bismillah setiap memulai pekerjaan. Maka lakukanlah penelitian (sesuai bidang ilmunya) serta untuk menjelaskan makna mengucapkan bismillah sebelum kita mengerjakan sesuatu.
Selanjutnya tentang covid – 19. Hal ini menurutku juga membingungkan. Bila kita ingat dokter dan perawat yang ngurus pasien, mereka memakai Alat Pelindung Diri (APD). Selain memakai APD, mereka selalu mencuci tangan dan menjaga jarak. Mestinya kalau sudah pakaiannya saja khusus, dan selalu mencuci tangan tidak akan tertular penyakit covid 19, tetapi apa yang terjadi, bukan hanya dokter, perawat sediri bisa tertular. Padahal kalau melihat pakaianya mestinya mereka aman-aman dari covid – 19, tetapi apa yang terjadi, mereka sendiri bisa tertular. Bahkan banyak yang sampai meninggal dunia, subhanallah. Artinya siapapun dan bagaimanapun tetap kalau Allah menghendaki bisa tertular bahkan sampai meninggal dunia.
Satu hal lagi yaitu perkara obat flu. Kalau kita kena flu dan ke Rumah Sakit (RS) paling kita dikasih fludexin, decoldgen, atau bodrex, tergantung apa yang biasa saudara pakai. Tetapi andai dari dokter, bisakah dokternya mengatakan berapa hari akan sembuh. Ada yang dua hari, ada yang tiga hari, ada yang empat hari sembuh tetapi ada yang berhari-hari tidak sembuh. Lalu siapakah yang bisa memastikan berapa hari setelah minum akan sembuh, kalau manusia yang mengatakan rasanya tidak bisa dipercaya, paling-paling yan mengatakan tersebut memakai sample. Siapa yang bisa memastikan, hanya Allah swt semata, maka yakinkah saudara.
Kembali ke awal tulisan ini, yaitu perlukah kita hanya mengikuti orang-orang Barat bila akan membuat kesimpulan? Maka menurutku tidak perlu dilakukan, karena kita sudah punya pemahaman tersendiri, yaitu Islam. Agama Islam memang memaksa kita menggunakan akal, tetapi juga percayalah pada keghaiban oleh Allah Swt. Marilah kita bersama-sama menjadi Islam secara kafah, lalu kalau perlu diajarkan ke siapa saja.
Daftar Pustaka:
Al Quran dan hadist.
Emoto, M, 2003, https://www.liputan6.com/regional/read/5157203/cerita-peneliti-asal-jepang-mualaf-setelah-meneliti-air-zamzam
Krejcie, R V dan Morgan, D W 1970, Determining Sample Size for Research Activities.
Lemeshow, Stanley, and Hosmer, DW, 1980, Goodness of fit tests for the multiple logistic regression model. Communications in statistics-Theory and Methods, vol 9 No 10.
Slovin, Harold W, 1960, melalui The Philippine Statistician.
Sugiyono, 2019, Metode penelitian pendidikan (kuantitatif, kualitatif, kombinasi, R&D dan penelitian pendidikan), Metode Peneltian Pendidikan 67.
Prof. Drs. Tjiptohadi Sawarjuwono, M.Ec; Pd.D; CA; CPA, Guru Besar Emeritus FEB Unair