Mengenang Sikap Toleran Anies di Tahun Baru Imlek

Tahun Baru Imlek selalu menjadi momentum refleksi tentang bagaimana sebuah bangsa memperlakukan keberagaman budaya dan etnis yang ada di dalamnya. Di tengah dinamika politik dan sosial Indonesia, Anies Baswedan, saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, menunjukkan sikap yang patut dikenang dalam merawat keberagaman.

Sejak awal kepemimpinannya, Anies menegaskan bahwa Jakarta adalah rumah bagi semua warganya, tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang. Dalam perayaan Tahun Baru Imlek, ia bukan sekadar hadir dalam seremoni, tetapi juga memastikan bahwa perayaan tersebut mendapat tempat yang setara dalam ruang publik Jakarta. Di bawah kepemimpinannya, perayaan Imlek bukan hanya dipandang sebagai acara komunitas tertentu, melainkan bagian dari identitas kota yang majemuk.

Kebijakan Anies terhadap perayaan Imlek juga nyata dalam berbagai aspek. Ia mendukung penuh pemasangan ornamen Imlek di berbagai sudut Jakarta, termasuk di fasilitas publik dan tempat-tempat wisata milik pemerintah daerah. Monas, yang selama ini lebih identik dengan simbol nasionalisme, turut menjadi bagian dari perayaan dengan pencahayaan merah khas Imlek. Ini bukan sekadar simbolisasi, tetapi bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap keberagaman yang menjadi kekuatan bangsa.

Selain itu, kebijakan-kebijakan sosial Anies juga memperhatikan komunitas Tionghoa, terutama dalam hal kesetaraan layanan publik. Ia memastikan tidak ada diskriminasi dalam akses terhadap fasilitas kota dan kebijakan sosial, seperti bantuan sosial maupun program kesejahteraan lainnya. Langkah ini memperkuat pesan bahwa Jakarta adalah kota untuk semua, di mana setiap warga memiliki hak yang sama dalam menikmati keberagaman budaya.

Sikap toleran ini menjadi cerminan dari kepemimpinan yang memahami makna kebhinekaan, bukan sekadar retorika politik, tetapi diimplementasikan dalam kebijakan nyata. Dalam suasana politik yang kerap diwarnai sentimen identitas, apa yang dilakukan Anies saat menjabat Gubernur Jakarta menjadi bukti bahwa persatuan dapat dibangun dengan pendekatan yang inklusif dan berkeadilan.

Anies, Simbol Toleransi dan Keberagaman di Jakarta

Ketika membicarakan toleransi dan keberagaman di Jakarta, sosok Anies Baswedan tak bisa dilepaskan dari narasi tersebut. Selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia menegaskan bahwa Jakarta bukan sekadar ibu kota negara, tetapi juga rumah bagi semua suku, agama, dan budaya yang ada di Indonesia. Dalam setiap kebijakannya, Anies konsisten menunjukkan keberpihakan terhadap persatuan, dengan mengakomodasi keberagaman tanpa membeda-bedakan latar belakang warganya.

Salah satu bukti nyata dari komitmen tersebut terlihat dalam cara ia merangkul berbagai komunitas di Jakarta, termasuk dalam perayaan-perayaan budaya seperti Tahun Baru Imlek. Bagi komunitas Tionghoa, kehadiran dan dukungan pemerintah dalam perayaan mereka bukan hanya soal seremoni, tetapi juga mencerminkan bagaimana negara menghargai eksistensi dan kontribusi mereka dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Anies tidak hanya menghadiri perayaan Imlek, tetapi juga memastikan bahwa simbol-simbol kebudayaan Tionghoa memiliki tempat di ruang publik Jakarta, dari ornamen khas di pusat kota hingga penyelenggaraan acara di berbagai titik strategis.

Namun, toleransi yang dibangun Anies tidak berhenti pada komunitas Tionghoa. Ia juga menunjukkan keberpihakan kepada kelompok-kelompok minoritas lainnya, baik dalam kebijakan maupun sikapnya terhadap isu-isu sosial. Ia menjamin kebebasan beribadah bagi semua pemeluk agama, mendukung revitalisasi tempat-tempat ibadah, serta memastikan bahwa hak-hak kelompok marjinal tetap terlindungi.

Dalam berbagai kesempatan, Anies sering menegaskan bahwa keberagaman bukan sekadar fakta sosial, tetapi aset yang harus dirawat. Ia menolak politik identitas yang memecah belah dan justru memperkuat narasi bahwa Jakarta adalah kota yang inklusif bagi semua. Sikap ini menjadi sangat penting di tengah arus politik yang sering kali mencoba mengeksploitasi perbedaan sebagai alat kampanye.

Karena itulah, Anies bukan hanya dikenal sebagai pemimpin yang cerdas dan berintegritas, tetapi juga sebagai simbol toleransi dan keberagaman di Jakarta. Warisan kepemimpinannya mengajarkan bahwa merawat kebhinekaan bukan sekadar tentang retorika, tetapi tindakan nyata yang memastikan setiap warga, dari latar belakang mana pun, merasa memiliki tempat yang setara di kota ini.

Maka, mengenang sikap toleran Anies di Tahun Baru Cina bukan hanya tentang mengingat masa lalu, tetapi juga menjadi refleksi bagi pemimpin-pemimpin ke depan. Keberagaman bukan sesuatu yang sekadar diterima, tetapi harus dirayakan dan dijaga, sebagaimana yang telah ditunjukkan Anies dalam kepemimpinannya.

Surabaya, 13 Pebruari 2025

M. Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi