Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) berdampak pada pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) berdampak pada pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
Salah satu yang terdampak adalah nilai tukar rupiah mengalami tekanan di tengah menguatnya dollar AS usai Trump menang Pilpres AS 2024. Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah memang sempat menguat hingga Oktober 2024 lalu, bahkan menyentuh level Rp 15.200 per dollar AS. Namun sentimen global membuat kurs rupiah kini melemah.
"Terpilihnya kembali Trump (sebagai Presiden AS), indeks dollar mengalami penguatan, sehingga nilai tukar rupiah kita kemarin cenderung dalam minggu ini mengalami tekanan," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (8/11/2024).
Nilai tukar rupiah tercatat saat ini mengalami depresiasi sebesar 2,68 persen. Meski begitu, Sri Mulyani menyebut pelemahan ini lebih kecil dibandingkan negara-negara G7 maupun G20 lainnya.
Seperti Kanada mengalami depresiasi mata uang sebesar 4,46 persen, Filipina sebesar 5,69 persen, dan Korea Selatan sebesar 6,79 persen. "Jadi Indonesia relatif masih cukup baik dari sisi nilai tukar kita," kata Sri Mulyani.
Ia menambahkan, tren penurunan suku bunga bank sentral AS atau Federal Reserve memang memberikan sentimen positif bagi rupiah, namun kondisi politik AS ternyata berdampak lebih kuat sehingga rupiah melemah. Kemenenangan Trump dalam Pilpres AS juga berdampak pada keluarnya aliran modal asing dari pasar surat berharga negara (SBN).
Hingga 6 Novermber 2024, tercatat terjadi aliran modal asing yang keluar dari pasar SBN RI sebesar 4,12 triliun. Padahal hingga Oktober 2024, sempat terjadi aliran modal asing masuk sebesar Rp 14,98 triliun dari pasar SBN.
Kondisi keluarnya modal asing tersebut menyebabkan imbal hasil atau yield dari SBN Indonesia meningkat ke level 6,7 persen setelah pada Oktober 2024 trennya sempat menurun.
Alhasil, saat ini selisih atau spread antara yield SBN tenor 10 tahun dengan obligasi pemerintah AS atau US Treasury tenor 10 tahun pun semakin rendah.
"Walaupun Fed Fund Rate mengalami penurunan, tapi counter sentimen terhadap politik di AS, terutama dari sisi terpilihnya Trump dan outlook terhadap federal budget, memberikan dampak yang berbeda terhadap US Treasury," tutup Sri Mulyani.