Menyambut International Minangkabau Literacy Festival ke-3

- Kerja sama Satupena Sumbar, Denny JA Foundation, dan lainnya

Oleh Denny JA

Pada suatu malam di kota kecil bernama Ubud, Bali, seorang penjual buku bekas menyaksikan rombongan wisatawan duduk di depan panggung terbuka.

Di sana, puisi dibacakan dalam beragam bahasa—dari Inggris hingga Hindi dan Melayu. Seorang penyair tua dari India menggenggam tangan anak-anak Bali, mempersembahkan puisi cinta tentang alam dan bumi.

Setahun kemudian, si penjual buku itu membuka kedai kecil bernama “Rumah Kata”, tempat anak-anak lokal berkumpul untuk membaca dan menulis. “Karena puisi datang ke desa kami,” katanya, “anak-anak belajar bermimpi lebih jauh.”

Kasus di atas adalah imajinasi tentang budaya lokal yang mekar. Bukan karena dilestarikan dalam museum, tetapi karena ia disentuh, dirayakan, dan dirangkul oleh dunia.

-000-

Di bawah langit Minangkabau,
anak-anak menulis mimpi di atas daun rumbia.

Suara dunia menari di telinga mereka. Dari puisi yang dibacakan, tumbuh harapan baru.

Setiap kata mampu mengubah nasib. Dan setiap festival adalah benih masa depan.

Tahun ini, kita menyambut International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) yang ketiga, dari tanggal 8 hingga 12 Mei 2025. Ini adalah bagian dari ikhtiar besar menjadikan Sumatera Barat sebagai poros literasi dan budaya yang berbicara dalam bahasa dunia.

Apa itu IMLF? Ia bukan sekadar festival. Ia adalah peristiwa peradaban. Sebuah ruang temu antara puisi dan pasar, antara seminar dan seni pertunjukan, antara tradisi dan globalisasi.

Dalam edisi ketiga ini, hadir delegasi dari 24 negara—naik tajam dari tahun lalu yang berjumlah 17 negara.

Di antara para tamu, hadir Duta Besar Ethiopia, Djibouti, dan Uni Afrika, Albusyra Basnur yang akan meluncurkan buku penting.

Aktris dari Swiss, musisi dari Prancis, dan chef pemegang Guinness World Record dari Malaysia turut memeriahkan perayaan lintas budaya ini.

Kita akan menyaksikan Parade Puisi Dunia “Words Without Walls”, dengan tema besar:
Language, Literature, and Culture for Peace,
menampilkan tokoh seperti Okky Madasari dan Jose Rizal Manua.

Untuk pameran lukisan, sub-temanya adalah “Diversity in One”, sedangkan konser budaya akan bertajuk “One World, One Symphony of Culture”.

Selain itu, akan hadir bazar dan pameran buku serta lukisan, dan program literasi wisata ke Goa Kelelawar, Indarung Heritage Padang, dan Tabiang Barasok Bukittinggi.

-000-

Mengapa festival internasional seperti ini penting bagi budaya lokal?

Pertama, ia menjadi panggung yang mempertemukan suara lokal dengan gema global. Lewat perjumpaan ini, budaya lokal tak hanya didengar, tapi juga dikagumi dan dijadikan inspirasi oleh dunia.

Kedua, festival menciptakan ekosistem baru: anak-anak sekolah mendengar dongeng dalam berbagai bahasa, bukan hanya ibu-ibu, tapi juga lelaki, bahkan chef sekaligus sastrawan dari Brunei dan Bangladesh ikut memasak untuk para tamu. Budaya bukan hanya tontonan, tapi pengalaman bersama.

Ketiga, ia menyuburkan rasa bangga. Ketika budaya Minangkabau tampil di panggung dunia, masyarakat melihat identitas mereka sebagai warisan yang tak kalah berharga dari apa pun yang dibawa oleh luar.

Di balik gemuruh tepuk tangan,
ada bisik nagari: “Janganlah kita hanya jadi tuan rumah dunia,
tapi tuan bagi diri sendiri.”

Rumah gadang takkan retak oleh angin global, selama pilar adat tetap tegak di hati. Dapur budaya tak pernah padam meski api festival redup di musim sepi.

Sebagaimana Jaipur Literature Festival di India yang telah berlangsung sejak 2006 dan mengangkat sastra lokal ke panggung global, IMLF pun layak menjadi episentrum baru diplomasi budaya Asia Tenggara.

-000-

Apa yang membuat IMLF ketiga begitu istimewa?

Tahun ini, puncak perayaan puisi dunia akan digelar tepat di bawah Jam Gadang Bukittinggi, pada 11 Mei. Bayangkan: menara ikonik Minangkabau menyaksikan parade penyair dunia bersyair dalam aneka bahasa.

Pada 9 Mei, akan diselenggarakan makan bajamba, tradisi Minang yang menghadirkan nilai persaudaraan dan kebersamaan, disajikan oleh warga untuk para tamu mancanegara.

Sebanyak 37 buku karya penulis dunia akan diluncurkan dan didiskusikan. Anak-anak Padang turut menyambut tamu dalam sesi literasi melalui dongeng dan pertunjukan cerita oleh Duta Puspa Kota Padang.

Demo memasak tradisi Minang akan disiapkan untuk 200 delegasi internasional, memperkenalkan rasa dan aroma tanah Minang sebagai bagian dari narasi budaya yang utuh.

Seluruh rangkaian ini digelar oleh Satupena Sumbar, didukung oleh Denny JA Foundation, Sumbar Talenta Indonesia, Amind Foundation, Pemerintah Provinsi Sumbar, serta Pemko Padang dan Bukittinggi.

Rencananya, Gubernur Sumatera Barat akan membuka festival ini secara resmi.
Penggagas acara, Sastri Bakry, tengah memastikan kehadiran gubernur dalam acara jamuan pembuka.

-000-

Pada akhirnya, budaya lokal adalah wajah jiwa suatu bangsa. Ia bukan sekadar pusaka yang dijaga, tetapi juga jendela yang dibuka—agar dunia melihat, merasakan, dan menghidupinya bersama.

Maka baguslah puisi dibacakan di bawah Jam Gadang, syukurlah nasi dari tungku-tungku Padang disajikan dalam bajamba, alhamdulillah anak-anak menyambut dongeng dari berbagai benua.

Karena dari sana, bukan hanya literasi yang tumbuh. Tapi peradaban yang menyala—dari Minangkabau, untuk dunia.

Selamat datang, dunia. Di tanah Minang, kata-kata menjadi pelita.*

Jakarta, 5 Mei 2025