MPR Sebut Soeharto Layak Jadi Pahlawan Nasional
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan mantan Presiden RI Kedua, Soeharto, untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional.

JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan mantan Presiden RI Kedua, Soeharto, untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional.

Pernyataan ini disampaikan dalam acara silaturahmi kebangsaan yang dihadiri oleh pimpinan MPR RI dan perwakilan keluarga Soeharto, yaitu Siti Hardijanti Hastuti Rukmana (Tutut Soeharto) dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto).

"Rasanya tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Soeharto dipertimbangkan oleh pemerintah yang akan datang untuk mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional," kata Bamsoet di Kompleks MPR RI, Jakarta, pada Sabtu (28/9).

Bamsoet menilai, Soeharto layak mendapatkan gelar tersebut berkat rekam jejaknya selama 32 tahun sebagai Presiden RI. Ia juga mengingatkan bahwa Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998, yang memerintahkan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, telah dilaksanakan secara tegas, termasuk terhadap Soeharto.

"Adanya surat pimpinan MPR yang menegaskan mengenai telah dilaksanakannya keutuhan Pasal IV Ketetapan MPR 11 Tahun 1998," ujar Bamsoet.

Politikus Partai Golkar ini menekankan pentingnya menjaga semangat rekonsiliasi yang diwariskan oleh sejarah. Menurutnya, kehidupan berbangsa dan bernegara tidak seharusnya menanam benih-benih konflik, melainkan mencari titik temu.

"Jangan ada lagi dendam sejarah yang diwariskan pada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu apalagi terlibat pada berbagai peristiwa kelam di masa lalu," kata Bamsoet.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPR Siti Fauziah menambahkan, perintah TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 terkait penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme yang secara eksplisit menyebut nama Soeharto telah dilaksanakan.

Ia menyebutkan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memberikan kepastian hukum kepada Soeharto melalui Surat Ketetapan Perintah Penghentian Penuntutan (SKPPP) yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung.

Fauziah juga menjelaskan, Soeharto menderita sakit permanen dan meninggal dunia pada 2008, sehingga tuntutan pidana terhadapnya dihapus.