Muhibah Khofifah di Baghdad: Petik Keteladanan Tokoh Sufi Imam Maruf Al-Karkhi, Selalu Ajarkan Kesantunan dan Konsep Cinta

BAGHDAD- Baghdad dan Irak kental disebut sebagai buminya para sufi. Menjelajah satu per satu para ahli tasawuf di negeri Irak seolah tak ada habisnya.

Muhibah Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa di Baghdad Irak sampai di kawasan Rahmaniyah, Kamis (30/5/2024). Sengaja datang ke sana, wanita yang juga Gubernur Jatim periode 2019-2024 tersebut secara khusus berziarah ke makam Imam Ma’ruf al Karkhi.

Ia merupakan tokoh pengembang ilmu tasawuf yang penuh keteladanan mengajarkan nilai-nilai kesantunan, dan mengajarkan tentang konsep tuma’ninah atau ketenangan jiwa sebagai puncak cinta pada Sang Pencipta.

Begitu tiba di makam Makam Imam Ma'ruf Al Karkhi, Khofifah dan rombongan diterima langsung oleh Assayyid Dr Hamed Abdul Aziz Sheikh Hamad. Beliau tak lain adalah Pimpinan Asosiasi Ulama di Iraq, Imam Besar dan Khatib Makam Imam Ma'ruf Al Karkhi.

Di makam tersebut seluruh rombongan mengirimkan doa, bertawasul dan juga berdialog dengan Assayyid Dr Hamed Abdul Aziz Sheikh Hamad. Khofifah mengatakan, banyak keteladanan yang bisa dipetik dari seorang ulama sufi Imam Ma’ruf al Karkhi.

“Alhamdulillah kami diterima langsung oleh Assayyid Dr Hamed Abdul Aziz Sheikh Hamad. Kami sempat berdialog dan bahkan diajak untuk menengok perpustakaan yang ada di komplek masjid dan makam,” terang Khofifah.

Komplek masjid dan makam Imam Ma'ruf Al Karkhi ini cukup besar dan memang memiliki perpustakaan khusus yang menyimpan kitab-kitab tasawuf, kitab-kitab fiqih dan termasuk kitab-kitab karya dari Imam Ma'ruf Al Karkhi. Jumlah kitab dalam perpustakaan tersebut mencapai ribuan kitab. Khofifah menyempatkan diri untuk menelisik dan menjelah setiap lorong di perpusatakaan tersebut.

“Tidak sembarang tamu diizinkan untuk masuk ke perpustakaan tersebut. Namun dengan keramahan Assayyid Dr Hamed Abdul Aziz Sheikh Hamad alhamdulillah kami tamu khusus yang diizinkan menengok perpustakaan tersebut,” tegas Khofifah.

Dalam kesempatan tersebut, Khofifah dan rombongan diajak untuk belajar keteladaan dari tokoh sufi Imam Ma'ruf Al Karkhi. Bagaimana sosok beliau mengajarkan ilmu tasawuf dengan sudut pandang yang penuh kesantunan dan kebaikan.

“Dalam kitab Imam Fariduddin Attar yang berjudul Tadzkirah al-Auliya diceritakan bahwa suatu saat Imam Ma'ruf Al Karkhi bersama beberapa santrinya naik perahu di sungai Tigris, Irak,” cerita Khofifah.

“Di sana, mereka melihat sekelompok pemuda sedang bermusik sambil mabuk mabukan di atas perahu. Seraya santri beliau usul agar perahu tersebut ditenggelamkan,” imbuhnya.

Imam Ma'ruf Al Kharki pun kemudian menengadahkan tangan berdoa kepada Allah. Namun bukan doa agar sekelompok muda tersebut ditenggelamkan, namun sebaliknya, beliau  malah mendoakan kebaikan untuk para pemuda tersebut agar segera bertobat.

“Beliau berdoa ‘Ya Allah jika Engkau telah senangkan hidup mereka di dunia maka senangkanlah mereka di akhirat kelak,’.  Mendengar doa ini maka kagetlah para santri beliau. Ketika beliau ditanya kenapa justru mendoakan agar mereka disenangkan di akhirat, Maka Imam Ma'ruf Al Kharki menjawab jika mereka ditenggelamkan maka mereka akan mati dalam keadaan berlumuran dosa,” urai Khofifah.

Tetapi jika didoakan agar Allah menyenangkan mereka di akhirat maka berarti Imam Ma’ruf Al Karkhi mendoakan mereka agar segera diberi kesempatan untuk bertobat dan berbuat baik. Begitulah dikatakan Khofifah, Imam Ma'ruf Al Kharki dikenal ulama tasawuf yang agung yang mengajarkan kesantunan dan bertutur kata yang baik.

“Dalam cerita tersebut ditampilkan bagaimana seorang Imam Ma’ruf Al Karkhi mengajarkan akhlak dalam doanya. Di saat murid-muridnya memintanya untuk mendoakan keburukan, beliau meresponsnya dengan cara yang tidak  seperti mereka harapkan. Beliau  berdoa memohon kebaikan bagi para pemabuk itu di dunia dan akhirat,” terang Khofifah.

Jika dicermati dengan baik, ujar wanita yang juga Ketua Umum IKA Unair tersebut, kalimat doa yang dipanjatkan Imam Ma’ruf Al Karkhi mengandung makna yang sangat dalam. Tidak mungkin seseorang bisa bersenang-senang di akhirat jika mereka ahli maksiat dan tidak pernah beramal baik. Artinya, dengan doa tersebut Imam Ma’ruf al-Karkhi sedang memohonkan tobat untuk mereka, tapi dengan cara yang halus dan beradab.

Sisi menariknya, Imam Ma’ruf al-Karkhi melibatkan murid-muridnya dalam proses pengajaran akhlak melalui doa ini. Dengan demikian, murid-muridnya turut mendapat pahala dari tobatnya para pemabuk itu, yang akhirnya membuat mereka lebih sadar terhadap tanggung jawab seorang muslim kepada muslim lainnya.

Tidak hanya itu, dalam doa Imam Ma’ruf Al Karkhi tersebut juga mengajarkan adab dan seni bertutur kepada Allah. Bahwa ada cara berdoa yang beradab dan berseni tutur tinggi dengan maksud-maksud tertentu yang terkandung di dalamnya.

Di sisi lain, konsep ajaran tasawuf yang diterapkan Imam Ma’ruf Al Karkhi juga tentang hasil perolehan jiwa dari mahabbah (cinta) yang dirasakan oleh Rabiah al Adawiyah. Menurutnya, cinta harus dilanjutkan sampai titik tuma’ninah (ketenangan jiwa). Karena cinta dan ketenangan itulah yang menjadi tujuan tasawuf.

Imam Ma’ruf Al Karkhi mengajarkan bahwa kebahagiaan yang sebenarnya dan kekal bukanlah kekayaan harta benda, melainkan kekayaan hati. Kekayaan hati hanya dapat dicapai melalui makrifah(pengenalan) terhadap yang dicintai. Apabila yang dicintai telah dikenal, terwujudlah kebahagiaan dan ketentraman dalam hati dan menjadi kecil segara urusan kebendaan dalam penglihatan hati.

“Begitulah beliau mengajarkan bahwa cinta pada Sang Pencipta haruslah menghasilkan tuma’ninah atau ketenangan jiwa, itulah tujuan dari tasawuf itu,” urai Khofifah.

“Semoga kita bisa senantiasa meneladani apa yang diajarkan oleh Imam Ma’ruf Al Karkhi. Dan Allah memasukkan kita semua dalam golongan bersama orang-orang yang shalih,” pungkasnya.