
Ilustrasi | Foto: istimewa
JAKARTA - Pegawai negeri sipil (PNS) dan pejabat negara tidak lagi mendapat uang saku untuk rapat maupun pulsa mulai 2026.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya efisiensi belanja negara yang diterapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) untuk tahun depan.
"Standar biaya yang kita lakukan untuk 2026 itu juga sejalan dengan kebijakan efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah akhir-akhir ini," kata Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Lisbon Sirait dalam Media Briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (2/6).
Lisbon menjelaskan terdapat empat poin utama perubahan dalam SBM 2026, terutama yang menyangkut anggaran rapat.
Pertama, pemerintah akan menghapus satuan biaya untuk komunikasi alias pulsa. Langkah ini diambil karena situasi pandemi covid-19 telah usai dan kebijakan tersebut dianggap tak lagi relevan. Saat pandemi, rapat kerap dilakukan secara online sehingga ada alokasi biaya pulsa.
Kedua, uang harian untuk rapat fullday, yakni pertemuan minimal delapan jam tanpa menginap, tidak lagi diberikan. Sebelumnya, pada 2025, pemerintah sudah mencabut uang saku untuk rapat setengah hari (halfday). Kini, giliran rapat fullday yang tidak mendapatkan uang harian.
"Di 2025 biaya rapat khususnya uang saku itu kita sudah hapus untuk yang halfday, untuk setengah hari. Dan di 2026 yang fullday pun kita hapus uang sakunya. Jadi, yang ada uang saku sebesar Rp130 ribu per orang per hari itu hanya untuk rapat yang harus menginap atau yang fullboard," tuturnya.
"Ini sejalan dengan efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk belanja barang, rapat-rapat ini masuk kategori belanja barang," tegas Lisbon.
Ketiga, Kemenkeu memangkas anggaran honorarium bagi pengelola keuangan di kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp300 miliar atau sekitar 38 persen dibanding tahun sebelumnya.
Keempat, SBM 2026 menetapkan uang harian bagi mahasiswa magang di instansi pemerintah sebesar Rp57 ribu per hari. Namun, realisasinya tetap akan bergantung pada anggaran masing-masing K/L.
"Kita sih harapannya kementerian/lembaga nanti akan mengalokasikannya sehingga ini (uang saku mahasiswa magang) bisa diberikan. Tapi kalau pertanyaannya wajib apa enggak, ya tentunya tergantung pada ketersediaan anggaran," jelasnya.
Lebih lanjut, Kemenkeu menyadari kebijakan efisiensi ini dapat memengaruhi sektor perhotelan, mengingat kegiatan pemerintahan di hotel dipastikan akan berkurang. Namun Lisbon menegaskan standar biaya yang ditetapkan telah disesuaikan dengan harga rata-rata penginapan di masing-masing daerah.
"Memang kegiatan-kegiatan pemerintah yang di hotel itu otomatis berkurang, tetapi sebenarnya pemerintah juga melaksanakan tugas-tugasnya itu tidak melulu harus di luar kantor. Bisa melalui rapat online, Zoom Meeting, tentunya tanpa harus mengorbankan output," bebernya.
"Apakah ini akan berdampak terhadap kegiatan ekonomi? Tergantung tentunya berapa besar alokasi anggarannya. Karena pemerintah saat ini melakukan efisiensi terhadap aktivitas itu, memang punya dampak terhadap perhotelan atau kegiatan-kegiatan lain yang terkait," imbuh Lisbon.
Ia menambahkan pemerintah juga memiliki langkah kompensasi untuk menekan dampak negatif di sektor perhotelan. Salah satunya melalui insentif ekonomi yang sudah dirancang oleh Presiden Prabowo Subianto, meski rinciannya belum disampaikan.