Nursyahbani Katjasungkana: Anies Kedepankan Partisipasi, Keadilan, dan Kesetaraan, Dahulukan Kepentingan Umum Berbasis Data, Keilmuan, dan Teknologi
Nursyahbani Katjasungkana, tokoh gerakan perempuan dan hak azasi manusia asal Jawa Timur

SURABAYA-Nursyahbani Katjasungkana, tokoh gerakan perempuan dan hak azasi manusia asal Jawa Timur menilai pasangan Anies Baswedan dan Gus Muhaimin (AMIN) adalah representasi tokoh muda dengan latar belakang sebagai aktivis gerakan mahasiswa (HMI dan PMII), yang berpengalaman di pemerintahan (eksekutif dan legislatif). “Anies Baswedan berpengalaman pula sebagai pimpinan perguruan tinggi. Latar belakang ini tentu merupakan modal sosial politik dan kelebihan tersendiri karena keduanya mempunyai jejak idealisme dan pengalaman praktis mengelola pemerintahan yang saat ini sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia,” ujar Nursyahbani, Senin 2 Oktober 2023.

Nursyahbani mengemukakan, dirinya pernah bekerja bersama dengan keduanya.  “Sebagai anggota Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)  di bawah kepemimpinan Muhaimin, karena sesama dari Jawa Timur, saya senang dengan gaya guyon-guyon parikenonya. Rapat-rapat penting dan menegangkan bisa sangat cair di bawah kepemimpinannya. Tentu semua anggota partai harus taat kepada garis partai. Meskipun begitu,  sebagai ketua partai, dia tidak membatasi para anggotanya untuk berkreasi dan berinovasi. Arahannya cukup jelas dalam Anggran Dasar dan Program Partai, sehingga saya punya kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan tugas saya sesuai dengan bidang saya: hukum, gender dan hak asasi manusia. Saya ditempatkan di Komisi 3 dan sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi. Waktu itu PKB bahkan dinobatkan oleh para wartawan DPR sebagai fraksi terdepan dalam  memperjuangkan hak asasi manusia,” terang dia. 

“Dengan Mas Anies Baswedan, saya pernah bekerja di KPK Ibukota (2018-2019) yang merupakan bagian dari TGUPP. Meski hanya dua tahun saja, karena saya harus pindah ke kampung halaman saya di Dusun Parelegi, Purwodadi, Pasuruan dan ada deadline menulis buku, saya belajar banyak tentang prinsip-prinsip governance yang diimplementasikan Mas Anies Baswedan di DKI Jakarta,” ujar Nursyahbani.

Dari Anies, kata dia, dirinya belajar tentang collaborative governance, di mana menjadikan pemerintah dan rakyat bekerjasama sebagai suatu gerakan untuk pemberdayaan. Dengan demikian memungkinkan rakyat dan  birokrat bebas berkreasi dan berinovasi untuk menjadikan program-program yang telah dijanjikannya menjadi program bersama dan bukan program pemerintah yang bersifat top-down.  “Mas Anies, dalam mengambil keputusan selalu didahului oleh sosialisasi, dengan mengedepankan prinsip partisipasi, keadilan dan kesetaraan, mendahulukan kepentingan umum dengan berbasis data, keilmuan dan teknologi,” papar Nursyahbani.

Dalam kesempitan anggaran dan kekakuan birokrasi dan regulasi, Anies melakukan upaya yang maksimal agar kesejahteraan tercapai. “Misalnya saja ketika di tahun pertama Anies, diketahui bahwa ada ratusan guru PAUD di DKI Jakarta yang hanya bergaji Rp300-600 ribu saja. Mayoritas mereka adalah ibu-ibu yang telah mengabdikan dirinya sejak PAUD dilahirkan. Mas Anies Baswedan mencari jalan agar kepada mereka bisa diberikan bantuan sosial, meski hanya diperbolehkan selama dua tahun saja. Saya dan satu lagi anggota KPK Ibu Kota ikut terlibat didalamnya untuk memastikan bahwa dana yang tersedia sampai kepada yang bersangkutan dan tidak melalui perantara meskipun organisasinya sekalipun,” ujar dia. 

Di sini, ujar Nursyahbani, Mas Anies menunjukkan inovasinya dalam mencari solusi bagi kelompok warga yang selama ini diabaikan.

“Saya juga terlibat pada soal-soal reklamasi pantai utara Jakarta  yang oleh gubernur sebelumnya diberikan hak kelolanya kepada para pengembang yang dikenal sebagai bagian dari oligarki. Keputusan Mas Anies jelas: reklamasi dihentikan, dan untuk pulau yang sudah terbangun, diupayakan peruntukannya bagi nelayan, yang secara tradisional menguasai lokasi tersebut. Demikian juga dengan soal kampung-kampung yang telah digusur oleh gubernur sebelumnya seperti Bukit Duri dan Kampung Aquarium. Kepada warga dipersilahkan untuk mengajukan desain, Pembangunan, dan pengelolaannya dalam bentuk koperasi,” terang dia. 

“Praktik-praktik seperti ini jika dapat diperluas di tingkat nasional, saya percaya bahwa gairah untuk maju bersama guna mencapai kesejahteraan akan lebih cepat tercapai. Rakyat hanya perlu fasilitas dari pemerintah dan diberikan hak-hak dasarnya sehingga mereka dapat mengembangkan sendiri hidup dan kehidupannya. Pasangan AMIN yang religius itu akan membawa negara agar lebih berperilaku religius terhadap warganya,” papar Nursyahbani. (*)