Parenting Without Borders di Mata Anies Baswedan: Refleksi untuk Orang Tua Indonesia

YOGYAKARTA- Anies Baswedan kali ini membahas buku tentang parenting karena topiknya menarik dan penting. Judul bukunya adalah Parenting Without Borders yang ditulis oleh Christine Gross-Loh.

Buku ini mengajak pembaca menjelajahi praktik-praktik pengasuhan anak di berbagai tempat di seluruh dunia, serta memberikan sudut pandang yang mungkin belum pernah terpikirkan sebelumnya.

Menurut Anies, penulis buku ini bukan orang sembarangan; ia memiliki gelar Ph.D. dari Harvard University di bidang sejarah Asia Timur. "Pengalamannya sebagai ibu yang membesarkan empat anak di Amerika dan Jepang selama lima tahun memberikan perspektif unik yang kemudian dituangkan dalam buku ini," ungkap Anies dalam kanal YouTube pribadinya, seperti dikutip dari Jumat, 17 Januari 2025.

Anies menambahkan bahwa latar belakang Christine Gross-Loh juga sangat beragam. Ia merupakan anak dari imigran Korea yang lahir di Amerika Serikat. Hal ini memperkaya sudut pandangnya karena ia dapat mengamati perbedaan lintas budaya, seperti antara Korea, Amerika, dan Jepang, yang kemudian dikaitkan dengan isu budaya pengasuhan anak.

Suami Fery Farhati itu juga menjelaskan bahwa buku ini mengajak pembaca untuk memahami praktik pengasuhan anak di berbagai negara seperti Jepang, Swedia, Finlandia, Tiongkok, dan Prancis. Gross-Loh membandingkan pendekatan-pendekatan tersebut dengan gaya pengasuhan yang umum diterapkan di Amerika Serikat.

"Tujuannya bukan sekadar menentukan mana yang lebih baik, tetapi untuk membuka mata kita terhadap berbagai pendekatan. Menurutnya, membesarkan anak membutuhkan berbagai alat dan wawasan lintas budaya serta lintas negara," jelas Anies.

Praktik pengasuhan anak yang dianggap normal sering kali dipengaruhi oleh bias budaya. Sebagai contoh, di Amerika Serikat ada kecenderungan untuk melindungi anak secara berlebihan. Namun, di Jepang, anak usia enam tahun sudah diizinkan pergi ke sekolah sendiri menggunakan transportasi umum. "Hal ini bukan karena orang tua di Jepang tidak peduli, tetapi karena mereka memiliki pendekatan berbeda dalam mengajarkan kemandirian," tambah Anies.

Anies juga menyoroti Finlandia yang terkenal dengan prestasi akademik tinggi. Di negara tersebut, anak-anak justru memiliki waktu istirahat yang lebih banyak dibandingkan anak-anak di negara lain. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara belajar dan bermain, yang sangat penting untuk perkembangan anak.

Menurut Gross-Loh, di Amerika Serikat pendekatan pengasuhan sering kali menekankan pentingnya memuji anak untuk meningkatkan kepercayaan diri. Namun, di negara lain, pendekatan ini tidak selalu ada. Mereka lebih fokus pada pengajaran kerja keras dan kontribusi kepada komunitas.

Anies mengingatkan bahwa walaupun buku ini menawarkan banyak wawasan baru, penting untuk memahami bahwa setiap praktik pengasuhan anak berakar pada konteks budaya dan sosial yang spesifik. "Saya sering mengatakan, adaptasi lebih penting daripada adopsi," tegas Anies.

Ia juga mengangkat pertanyaan tentang relevansi buku ini dengan Indonesia. "Sebagai negara dengan keragaman luar biasa, Indonesia memiliki praktik unik seperti gotong royong dalam membesarkan anak. Peran komunitas sangat penting dalam mendukung pengasuhan anak," katanya.

Anies mencontohkan, ide memberikan kemandirian sejak dini dapat menjadi inspirasi, tetapi perlu disesuaikan dengan konteks keamanan, keselamatan, dan infrastruktur di Indonesia.

"Dalam hal pendidikan, kita juga dapat belajar dari Finlandia untuk merancang kurikulum yang lebih seimbang. Apakah beban pekerjaan rumah untuk anak-anak kita sudah sesuai atau justru terlalu berat? Apakah mereka memiliki waktu bermain dan istirahat yang cukup sehingga proses belajar menjadi optimal?" tanya Anies.

Namun, ia kembali mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam membaca buku ini. "Walaupun buku ini sangat bagus dan penting, jangan langsung mengadopsi praktik asing tanpa mempertimbangkan konteks budaya Indonesia. Keragaman Indonesia sendiri perlu menjadi perhatian utama," ujar Anies.

Menurutnya, apa yang cocok dan berhasil di kawasan urban belum tentu cocok di pedesaan. Oleh karena itu, setiap praktik harus disesuaikan dengan konteks lokal.

Intinya, buku ini berhasil merefleksikan berbagai praktik pengasuhan anak di seluruh dunia. Pada akhirnya, pesan utama buku ini adalah bahwa tidak ada satu teknik pengasuhan yang benar. Yang terpenting adalah kreativitas dan fleksibilitas dalam membesarkan anak.