Pendidikan untuk Masa Depan

Kalau saya menulis tentang apa yang diperlukan anak muda menghadapi masa depan, itu berbasis banyak hal.

Ada dari hasil riset-riset pengalaman negara yang sudah maju, sebagian sudah diakui sebagai teori. Ada dari hasil riset dan pengabdian masyarakat saya sendiri di lapangan. Juga ada dari praktik langsung oleh keluarga sendiri saat menjalankan usaha.

Ditambah dari diskusi dengan para lulusan dan pengamatan serta data mereka selama kuliah dan diperkaya dengan interaksi bersama para pelaku usaha.

Salah satu pengalaman selama tiga puluh tahun di pendidikan tinggi, mahasiswa yang masuk sangat heterogen. Misalnya jika diukur dari nilai ujian subyek kuantitatif (matematika, statistik) sebarannya bisa dari di atas angka 90 hingga 20.

Heterogenitas itulah yang kami proses. Prinsipnya tak ada anak didik bodoh, dia pasti punya kelebihan. Jika misalnya di subyek yang memerlukan kemampuan kuantitatif nilainya rendah, ia pasti punya kelebihan di subyek lain, mungkin keterampilan sosial. Ini adalah prinsip dasar bagaimana seorang peserta didik didampingi membangun dirinya. Jadi pendidikan adalah proses yang "taylor-made" atau "customize". Ia bukan proses massal karena tiap orang adalah "unique". Dari kesadaran inilah, kurikulum didesain dan diimplementasikan.

Salah satu tantangan bagi dunia pendidikan adalah membantu anak didik mengenali dirinya, kekuatannya, kelemahannya, dan kemudian memfasilitasi mereka mengembangkan dan mengaktualisasikan dirinya dan memperkaya mereka dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan teknis dan sosial yang dibutuhkan untuk kehidupan mereka nanti.

Sekitar 75 persen lulusan di lembaga tempat saya bekerja, berwirausaha. Selain karena sebagian dari mereka berlatar belakang keluarga wirausaha, juga karena terbentuk selama proses pendidikan.

Jarang dari mereka yang cemas tentang sulitnya mencari pekerjaan selepas lulus. Berdasarkan pengalaman, itu karena mereka mempunyai beberapa skenario pekerjaan apa yang bisa dijalani setelah kuliah, dimilikinya mentalitas bekerja keras dan inovatif.

Itu sebabnya, meski di jenjang usia yang berbeda, pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Semoga hal-hal yang sudah tepat dengan tuntutan masa depan terus disempurnakan untuk menyongsong era teknologi maju yang boleh jadi tak ramah bagi manusia.

Firman Rosjadi, anak bangsa Indonesia.