
"MEREKA BUKAN PEMBUAT ONAR"
Entah apa yang salah dengan GPIB Benowo. Gereja ini kerap menerima perlakukan tidak mengenakkan di level RT maupun RW.
Setahun lalu, Mei 2024, oknum warga salah satu perumahan di Cerme Gresik membubarkan ibadah GPIB tersebut. Kejadian tersebut menyeret oknum ASN perempuan.
Kini, beredar spanduk penolakan pendirian bangunan di Perumahan Dreaming Land Benowo Surabaya dari oknum yang mengatasnamakam RT/RW setempat.
Spanduk putih tersebut mengintimidasi GPIB Benowo; supaya tidak meneruskan pembangunan rumah tinggal (mess) yang diperuntukkan bagi tamu gereja, mahasiswa praktek maupun vikaris/calon pendeta.
Penolakan tersebut, dalam penjelasannya, konon didasarkan pada kesepakatan-kesepakatan antara warga RT/RW 5/13 perumahan dengan pihak pengelola mess GPIB Benowo.
Jaringan Islam Antidiskriminasi dengan sepenuh keyakinan menyatakan sikap sebagai berikut. Pertama, menyayangkan aksi penolakan tersebut. Tindakan itu nyata-nyata merupakan bentuk diskriminasi yang didasarkan pada kebencian irasional berbasis agama.
Klaim adanya "kesepakatan" tidak seharusnya mengeliminasi hak dasar seseorang untuk tinggal dalam suatu wilayah dengan aman dan merdeka, kecuali telah terbukti melakukan keonaran publik.
Dalam pandangan klasik Islam NU, menurut JIAD, para tamu justru wajib dihormati dan dilayani dengan baik. Apalagi tamu tersebut bagian dari rumah ibadah. Perlakuan serupa itu juga berlaku bagi para mahasiswa maupun calon pendeta. Logika ini berlaku secara universal untuk agama/keyakinan apapun.
Mereka bukanlah kriminal, bukan teroris, maupun pembuat onar. Itu sebabnya, pembangunan rumah tinggal bagi mereka merupakan hal yang lumrah, dan tidak perlu dipersepsi negatif. Bahkan, perlu didukung oleh banyak pihak.
Kedua, mendesak Walikota Surabaya turun tangan menyelesaikan masalah ini secara adil dan merah-putih. Walikota Surabaya perlu mengevaluasi keberadaan perumahan tersebut; agar tidak berubah menjadi perumahan berbasis agama tertentu yang tidak toleran pada agama lain.
Ketiga, menyerukan kepada pihak RT, warga, serta GPIB Benowo agar tidak lelah berdialog dalam rangka mengokohkan Surabaya sebagai ikon kota toleransi sebagaimana yang selama ini diyakini publik.
Keempat, JIAD menyerukan kepada semua pihak untuk melakukan moratorium (puasa) penolakan/persekusi/diskriminasi rumah ibadah untuk menghormati Natal 2025.
Dalam catatan JIAD, penolakan di Benowo semakin menambah panjang daftar diskriminasi berbasis agama di Jawa Timur, setelah sebelumnya praktek serupa juga dialami rumah ibadah milik GKJW di Mojoroto Kota Kediri.
Surabaya, 18 Desember 2024
Aan Anshori
Koordinator
089671597374
Info Detak.co | Jumat, 19 Desember 2025 
