JAKARTA– Tidak ada bukti sedikitpun yang menunjukkan bahwa perpeloncoan itu berdampak positif bagi pendidikan. Siapa yang menghapusnya? Tak lain yang menghapus adalah Anies Rasyid Baswedan, Mendikbud RI periode 2014-2016.
"Di negara-negara maju, di bangsa-bangsa yang maju. Untuk bisa hebat pendidikannya tidak menggunakan perpeloncoan," terang Anies Baswedan, tokoh perubahan untuk Indonesia yang adil dan makmur, Senin, 6 Januari 2025.
Dikutip dari unggahan kanal YouTube pribadinya, tidak ada bukti sama sekali perpeloncoan itu berguna. Itulah sebabnya, kemudian dilakukan perubahan. Di mana, semula penyelenggaranya senior atau alumni.
"Lalu banyak tugas yang tidak mendidik sama sekali, ada hukuman yang aneh-aneh. Kemudian siswa barunya menggunakan atribut yang aneh-aneh. Yang mempermalukan, tugas yang tidak masuk akal, seperti menghitung beras," terang Anies.
Menurut dia, bahkan ada yang melakukan pungutan. Dan praktik-praktik seperti itu harus diubah. "Kemudian kami membuat keputusan dengan nama Pengenalan Lingkungan Sekolah dan ada peraturan yakni Permendikbud No. 18 tahun 2016," kata Anies.
Lewat permendikbud ini, hapuslah perpeloncoan dan MOS di sekolah. MOS tidak boleh, MOS dilarang. "Dengan adanya kebijakan ini banyak yang terkejut. Banyak yang kecewa dan banyak yang protes," ungkap dia.
Akan tetapi Anies tahu bahwa perpeloncoan atau MOS ini untuk membongkar sesuatu yang salah dan tidak baik. "Ini tradisi yang salah. Tradisi yang tidak berguna bagi pendidikan," imbuh Anies.
Kemudian perubahannya seperti apa? Guru menjadi penyelenggara dan wajib mendampingi di seluruh kegiatan. Dan kegiatannya harus edukatif dan menyenangkan.
"Kegiatan mengenakan atribut sekolah dan dilaksanakan pada jam pelajaran sekolah. Dan Kemdikbud memberikan kurikulum pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS)," kata dia.
Sehingga pendekatan MPLS seperti ini akan menjadi proses induksi, proses yang menyenangkan. Proses integrasi yang sehat," pungkas Anies.