JAKARTA – Dalam sebuah seminar Hari Guru yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Anies Baswedan menyampaikan pentingnya berpikir kritis sebagai fondasi untuk melahirkan terobosan dan inovasi. Pesan ini ia sampaikan dengan contoh sederhana namun penuh makna: Think Like a Stranger, Act Like a Native—berpikirlah seperti orang asing, namun berperilakulah seperti orang setempat.
Menurut Anies, kebiasaan berpikir kritis sering kali dimulai dengan bertanya hal-hal mendasar yang sering dianggap biasa saja. “Orang asing itu bertanya tentang hal-hal yang tidak kita pikirkan. Misalnya, kenapa motif songket seperti itu? Kenapa manusia jarinya lima? Jawabannya sering, ‘Ya, dari dulu begitu.’ Tapi mereka akan bertanya lagi, ‘Iya, saya tahu, tapi kenapa?’,” jelas Anies dikutip Selasa, 17 Desember 2024.
Anies menekankan bahwa terlalu lama berada dalam lingkungan yang sama membuat seseorang berhenti mempertanyakan banyak hal. Seseorang cenderung menerima segalanya apa adanya tanpa mencoba memahami atau mencari solusi yang lebih baik.
“Efek dari tidak bertanya adalah kita berhenti berpikir kritis. Jika ingin berpikir kritis, tarik diri Anda keluar dari rutinitas itu, lihat dengan cara pandang berbeda,” ujar Anies.
Ia bercerita tentang pengalamannya selama memimpin organisasi, termasuk gerakan Indonesia Mengajar. Menurutnya, kepemimpinan yang efektif bukan tentang memberi instruksi, melainkan memancing pertanyaan yang melahirkan percakapan dan pemikiran baru.
Misalnya ada rekrutmen Indonesia Mengajar. Jika ada yang tanya syaratnya, lebih baik tidak perlu masuk karena sudah ada ada di website.
"Tapi bertanyanya, Pak, kenapa syaratnya harus berumur kurang dari 25 tahun? Belum menikah?’ Nah, itulah pertanyaan yang membuka percakapan,” tuturnya.
Breakthrough Thinking: Berani Bertanya "Why"
Anies mengungkapkan salah satu buku yang berpengaruh dalam hidupnya, yaitu Breakthrough Thinking. Buku ini ia dapat dari pamannya ketika akan memasuki masa kuliah. Konsep breakthrough thinking atau pemikiran terobosan, menurutnya, berawal dari keberanian untuk bertanya "why" atau "mengapa".
Contoh sederhana, kata Anies, adalah ketika seseorang memperhatikan jalur mana yang macet dan mana yang lancar saat berangkat kerja. Mereka yang memperhatikan hal ini sudah menerapkan pola pikir kritis.
“Bertanya ‘Mengapa jalur ini? Mengapa jalur itu?’ akan menumbuhkan kemampuan breakthrough thinking, yang sekarang disebut critical thinking,” paparnya.
Dalam dunia yang semakin kompleks, Anies menegaskan bahwa critical thinking adalah salah satu dari 4C keterampilan utama, yaitu Critical Thinking, Collaboration, Communication, dan Creativity. Di antara keempatnya, kemampuan berpikir kritis adalah yang paling penting.
“Critical thinking itu menjadi benteng kita dalam menghadapi ekstremisme, hoaks, dan kabar yang tidak akurat. Dengan berpikir kritis, kita bisa menyaring informasi dan melihat solusi di balik setiap persoalan,” jelasnya.
Di akhir pesannya, Anies mendorong audiens untuk tidak takut bertanya, meskipun sering kali pertanyaan kritis menimbulkan ketidaknyamanan. Sebab, dari pertanyaan itulah akan lahir inovasi dan terobosan baru.
“Saya usul, mari kita kembangkan kebiasaan bertanya kritis. Walaupun tidak selalu nyaman, tapi di situlah awal dari perubahan dan kemajuan,” tutur Anies.