YOGYAKARTA - Anies Baswedan menegaskan pentingnya menumbuhkan kecintaan terhadap Indonesia dengan kuat. Kecintaan ini, menurutnya, akan mempengaruhi tindakan, baik lisan, tulisan, karya, maupun langkah.
“Saya menemukan kecintaan para pendiri bangsa itu luar biasa. Itu ada pada pendiri republik ini. Mereka mencintai Indonesia tanpa syarat,” kata Anies dalam podcast Jaya Suprana Show yang bertajuk Bagimu Negeri Aku Berbakti oleh Anies Rasyid Baswedan, seperti dikutip pada Minggu, 26 Januari 2025.
Anies mencontohkan salah satu tokoh bangsa, Bung Hatta, yang pada tahun 1930-an memilih pulang ke Indonesia meskipun memiliki kesempatan untuk menjadi miliuner jika bekerja di Belanda. "Padahal, secara ekonomi, Bung Hatta sudah mendapatkan semuanya. Namun, dia memilih untuk berjuang bersama rakyat demi kemerdekaan bangsa," ujar Anies.
Namun, Anies menilai kondisi seperti itu kini susah ditemukan di Indonesia. "Ada yang bilang, 'Saya cinta Indonesia kalau lapangan kerja banyak, korupsi dihapus, urusan mudah. Jika itu belum ada, saya akan tinggalkan Indonesia dan pergi ke tempat lain,'" tuturnya.
Jaya Suprana, pembawa acara, kemudian menanyakan perasaan Anies sebagai bagian dari keluarga pejuang. "Bagaimana perasaan Anda?" tanya Jaya.
Anies menjawab bahwa kakeknya, Abdurrahman Baswedan (AR Baswedan), pindah ke Jogja saat ibu kota dipindahkan ke kota tersebut. "Saya merasa senang masa kecil di Jogja karena banyak pejuang yang memilih tetap tinggal di Jogja, meskipun mereka tetap aktif di Jakarta. Mereka tidak memindahkan keluarga, tetap di Jogja," jelas Anies.
Menurut Anies, pada tahun 1970-an, ia berkesempatan melihat para pejuang itu dari dekat. "AR Baswedan hanya satu dari banyak orang yang memiliki kecintaan tinggi terhadap Indonesia. Ini adalah satu generasi yang memiliki karakter dan integritas tinggi, berjuang demi bangsa," katanya.
Saat itu, banyak tokoh yang berasal dari berbagai latar belakang, seperti teknokrat, ningrat, dan pengusaha. Mereka semua menjalani perjuangan demi kemerdekaan, tanpa menginginkan privilege dari negara. "Indonesia bisa mempesona dunia karena kaum intelektual, cerdas, dari kalangan berpunya—baik dalam ekonomi, politik, sosial, dan pendidikan—berkumpul untuk mendirikan republik demi Indonesia merdeka, yang saat itu terdiri dari 122 kerajaan," kata Anies.
Anies melanjutkan bahwa mereka meyakini bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia, dan menyadari bahwa semua orang setara. "Tidak ada lagi strata dalam kehidupan berbangsa. Ningrat mendapatkan privilegenya? Tidak! Bung Karno sendiri memiliki darah bangsawan, tetapi republik ini mengutamakan kesetaraan. Siapa saja bisa menjadi apa saja di negara ini, sesuai dengan aturan yang berlaku," ungkapnya.
Menurut Anies, saat ini Indonesia memerlukan penjaga dalam kehidupan bernegara. Penjaga ini bertugas menjaga etika dan nilai-nilai moral di tingkat kepemimpinan nasional. "Itu berdampak sebagai teladan yang luar biasa," jelasnya.
Anies berpendapat bahwa jika yang di atas menoleransi praktik penyimpangan, yang di bawah akan meniru. "Jika di atas memprioritaskan kepentingan kelompok, keluarga, atau lingkungan partai, maka efeknya akan turun ke bawah," katanya.
Menurut Anies, dalam jangka pendek, Indonesia perlu keteladanan kepemimpinan. Dalam jangka menengah, perlu ada perbaikan aturan main, dan dalam jangka panjang, perbaikan pendidikan. "Jika ada keteladanan kepemimpinan, efek tularnya akan sangat besar," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa fase kedua adalah perbaikan aturan. Tata kelola pemerintahan yang baik dimulai dengan mengoreksi aturan agar mereka yang bekerja untuk kepentingan publik, meskipun memiliki kepentingan pribadi, tidak menimbulkan konflik kepentingan.
"Ketiga, kita harus fokus pada pendidikan, terutama usia dini. Ini sangat penting, namun sering terabaikan," tandas Anies.