Sebagai Presiden, Prabowo Subianto berada di persimpangan jalan yang penuh dengan tekanan dan pilihan sulit. Di satu sisi, ia dihadapkan pada pengaruh kuat mantan Presiden Jokowi dan jaringan oligarki yang tetap dominan dalam lingkaran kekuasaan. Di sisi lain, ancaman dari manuver populis Gibran Rakabuming semakin terasa, terutama ketika ia mulai aktif membangun citra dekat dengan rakyat melalui blusukan dan kanal “Lapor Mas Wapres” yang diperkenalkan tepat ketika Prabowo sedang menjalani agenda luar negeri. Situasi ini menempatkan Prabowo dalam dilema yang besar: apakah ia akan terjebak dalam cengkeraman rezim lama, atau berani menegaskan otoritas independennya sebagai pemimpin yang berkomitmen pada perubahan.
Pengaruh Jokowi dan Dominasi Oligarki yang Mencekam
Prabowo tampaknya belum sepenuhnya bebas dari bayang-bayang Jokowi. Seringnya ia berkunjung ke Solo dengan alasan silaturahmi atau makan bersama di angkringan menunjukkan bahwa hubungan dan konsultasi antara keduanya masih terjalin kuat. Momen-momen seperti ini memperlihatkan indikasi bahwa keputusan politik Prabowo mungkin masih terpengaruh oleh lingkaran kepentingan Jokowi. Hal ini diperkuat dengan keberadaan para oligarki loyalis Jokowi yang menyertai Prabowo dalam agenda luar negeri, seperti dalam kunjungannya ke China. Ketergantungan pada pengaruh Jokowi dan oligarki semacam ini berisiko membatasi ruang gerak Prabowo untuk menerapkan kebijakan yang independen dan terlepas dari kepentingan elite.
Ancaman Gibran dengan Pendekatan Populisnya
Di sisi lain, Gibran Rakabuming dengan cepat memanfaatkan situasi politik saat ini untuk memperkuat posisinya. Lewat blusukan dan peluncuran kanal “Lapor Mas Wapres,” ia berhasil membangun citra pemimpin yang dekat dengan masyarakat. Pendekatan ini jelas menambah tekanan pada Prabowo, karena jika popularitas Gibran terus meningkat, terutama di kalangan generasi muda, Prabowo bisa kehilangan dukungan publik di dalam negeri. Strategi populis Gibran menempatkan Prabowo dalam posisi genting, di mana ia perlu membuktikan bahwa ia juga mampu menjadi pemimpin yang dekat dengan rakyat, tanpa harus terjebak dalam gaya populisme yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik jangka panjang.
Alternatif Kekuatan: Anies Baswedan dan PDIP di Bawah Megawati
Di tengah persimpangan jalan ini, Prabowo tidak sepenuhnya tanpa pilihan. Anies Baswedan, dengan gerakan perubahan yang ia gaungkan, menawarkan visi yang berpihak pada transparansi, reformasi, dan kepentingan rakyat. Dengan basis pendukung yang kuat, Anies dapat menjadi sekutu potensial bagi Prabowo dalam upaya melepaskan diri dari cengkeraman oligarki yang berpusat pada lingkaran Jokowi. Selain itu, PDIP di bawah Megawati Soekarnoputri, yang memiliki basis ideologis dan historis yang kuat, juga bisa menjadi alternatif kekuatan bagi Prabowo. PDIP, dengan fokus pada nasionalisme dan kemandirian bangsa, dapat menjadi mitra penting yang memungkinkan Prabowo memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang berpihak pada kepentingan nasional.
Kerja sama dengan Anies dan dukungan dari PDIP dapat memberikan Prabowo peluang untuk membentuk koalisi yang lebih independen dan berfokus pada kepentingan rakyat. Dengan menggalang dukungan dari kekuatan-kekuatan ini, Prabowo dapat menciptakan keseimbangan baru dalam politik Indonesia, di mana ia tidak lagi terikat pada bayang-bayang Jokowi atau oligarki, melainkan memiliki pijakan yang lebih mandiri untuk melaksanakan kebijakan yang berfokus pada kesejahteraan rakyat.
Langkah-Langkah Strategis Prabowo untuk Mengatasi Persimpangan
Di tengah tantangan yang kompleks ini, Prabowo dapat mengambil langkah-langkah berikut untuk memperkuat kemandiriannya:
1. Menggalang Koalisi Mandiri dengan Anies Baswedan dan PDIP
Dengan menjalin hubungan erat dengan Anies Baswedan dan PDIP di bawah Megawati, Prabowo dapat menciptakan aliansi yang solid dan tidak terpengaruh oleh kepentingan oligarki. Kerja sama ini akan memberikan kekuatan politik yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan independen dan mengurangi ketergantungan pada jaringan lama.
2. Mendorong Kebijakan Ekonomi Inklusif yang Pro-Rakyat
Prabowo dapat memperkuat kebijakan yang mendukung UKM, industri kreatif, dan sektor ekonomi lokal, yang akan memperkuat dukungan rakyat dan mengurangi ketergantungan pada elite ekonomi yang telah lama menguasai kebijakan nasional.
3. Reformasi Hukum dan Pemberantasan Korupsi yang Tegas
Langkah ini tidak hanya memperkuat kepercayaan publik pada kepemimpinan Prabowo, tetapi juga menunjukkan komitmennya dalam memotong pengaruh oligarki. Dengan memperkuat lembaga anti-korupsi dan mempercepat reformasi hukum, Prabowo dapat menegaskan posisinya sebagai pemimpin yang serius dalam menegakkan keadilan.
4. Pendekatan Responsif dan Populis yang Otentik
Menandingi gaya populis Gibran, Prabowo dapat menciptakan kanal komunikasi langsung dengan rakyat untuk mendengarkan aspirasi mereka secara lebih otentik. Dengan pendekatan yang lebih substantif, Prabowo bisa membangun hubungan langsung yang kuat dengan masyarakat, membuktikan bahwa dirinya pun pemimpin yang hadir dan peduli tanpa harus memainkan strategi populisme.
Menyelaraskan Langkah Strategis Menuju Kepemimpinan Mandiri
Jika Prabowo dapat menyatukan kekuatan Anies Baswedan dan PDIP sebagai alternatif bagi koalisinya, serta menerapkan langkah-langkah kebijakan yang berfokus pada kemandirian dan kepentingan rakyat, maka ia akan mampu keluar dari persimpangan jalan yang mencengkeramnya. Dengan dukungan yang kuat dari aliansi ini, Prabowo dapat memperkuat otoritasnya sebagai pemimpin yang mandiri, memperkuat reformasi hukum, dan membangun ekonomi yang lebih inklusif. Langkah-langkah ini akan mengokohkan citra Prabowo sebagai presiden yang berkomitmen pada perubahan nyata dan tidak lagi terikat pada pengaruh lama.
Dengan strategi ini, Prabowo memiliki peluang besar untuk meninggalkan warisan pemerintahan yang berdiri atas dasar kepentingan rakyat, mewujudkan harapan publik yang mendambakan pemimpin yang benar-benar bekerja untuk mereka, dan keluar dari bayang-bayang yang selama ini membatasi langkahnya.
Surabaya, 12 November 2024
M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya