Rumah Gratis dari Aguan, Bukti Peran Swasta dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Perumahan
Bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan saat ditemui di Kantor Kementerian PKP, Jakarta, Rabu (16/4/2025).(Suhaiela Bahfein)

JAKARTA - Kebijakan perumahan rakyat tengah mendapat angin segar. Di luar program pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sektor swasta mulai mengambil peran lebih konkret.

Salah satunya datang dari Sugianto Kusuma alias Aguan, yang menyiapkan 250 rumah gratis bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan dijadwalkan akan diresmikan akhir Oktober atau awal November 2025.

Inisiatif ini mendapat apresiasi langsung dari Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, yang menyebutnya sebagai kolaborasi bersejarah antara pengusaha dan pemerintah dalam menyediakan hunian layak tanpa membebani keuangan negara.

“Pertama kali ya, di zaman sekarang ini, kita akan menyerahkan 250 rumah kepada rakyat gratis. Tanahnya punya perusahaan saya, yang bangun Pak Aguan,” kata Ara.

Model Kolaborasi Swasta-Pemerintah

Meski proyek ini murni dibiayai pihak swasta, Ara memastikan mekanisme distribusinya tetap menggunakan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Ia bahkan melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menentukan kriteria penerima, agar penyaluran bantuan tepat sasaran.

“Walaupun itu kita yang fasilitasi, tapi kita menghormati negara ini tentu sudah membagi kewenangan dan tugas masing-masing. Jadi kita undang BPS-nya untuk bagaimana menentukan kriteria,” jelasnya.

Penyerahan rumah ini akan melibatkan Bupati Tangerang, karena seluruh lahan hibah berada di wilayah tersebut. Ara menilai, kolaborasi seperti ini menjadi contoh nyata bahwa CSR strategis mampu berperan dalam kebijakan publik, bukan sekadar kegiatan filantropi.

Efek Ganda terhadap Ekonomi

Data Kementerian PKP menunjukkan, sektor perumahan memiliki multiplier effect tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Satu unit rumah subsidi disebut mampu menyerap sedikitnya lima tenaga kerja langsung.
“Satu rumah subsidi menciptakan minimal 5 pekerjaan (tukang, kenek),” terang Ara.

Dengan target pembangunan 350.000 unit rumah subsidi pada 2025, sektor ini berpotensi menciptakan 1,65 juta lapangan kerja baru, khususnya di sektor konstruksi. Efek berantai juga dirasakan industri pendukung seperti semen, pasir, baja ringan, kayu, cat, serta UMKM yang beroperasi di sekitar kawasan proyek.
“Pembangunan rumah juga memicu industri dan UMKM macam warung-warung ibu-ibu di sekitar lokasi proyek,” tambahnya.

Reformasi Akses Pembiayaan

Di sisi lain, Ara tengah menyoroti hambatan birokrasi dalam akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi, terutama terkait Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Ribuan warga gagal mengajukan KPR hanya karena memiliki tunggakan kecil di bawah Rp1 juta.
“Ya kalau perlu saya usulkan buat rakyat. Bagaimana misalnya ada pemutihan buat rakyat kecil yang terkendala di OJK sampai nilai berapa,” ujarnya.

Ara menilai kebijakan pemutihan kredit mikro akan membuka ruang bagi MBR untuk kembali memiliki akses ke pembiayaan formal. Dengan bunga tetap 5 persen dan kuota KPR FLPP yang dinaikkan menjadi 350.000 unit, sistem pembiayaan perumahan diharapkan makin inklusif.

Katalis Pertumbuhan Nasional

Kombinasi antara kontribusi swasta, dukungan APBN, dan deregulasi pembiayaan diyakini menjadi pendorong signifikan pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan. Di tengah tantangan perlambatan global, sektor perumahan menjadi katalis yang mampu menggerakkan 175 industri turunan sekaligus, dari bahan bangunan hingga logistik.

Langkah Aguan pun menjadi preseden penting, bahwa tanggung jawab sosial bisa terintegrasi dengan strategi ekonomi nasional.

Kolaborasi ini tak hanya menyalurkan bantuan, tapi juga memperkuat fondasi ekonomi rakyat: dari rumah, lahir pekerjaan; dari pekerjaan, tumbuh harapan.