Sesuaikan Rancangan Penelitian Kualitatif Saudara (Qualitative Research Methodology Should be Adjusted)

Banyak sekali cara-cara yang disebut methodology qualitative, antara lain, action research, ethnography, grounded theory, dramaturgie, case study, narrative, phenomenology, focus group, dan lain-lain. Masing-masing penulis/pengarangnya mempunyai cara sendiri-sendiri sesuai dengan pengalamannya. Maka saya tidak mengatakan salah atau benar, karena itu hanyalah pendapat saja. Lalu mana yang bisa diterapkan, saudara harus berpikir menggunakan akal. Bahkan ada yang menerapkan mix method. Tetapi kalau dikatakan mix method, apakah kita lanngsung kedua cara itu dilakukan, atau satu persatu. Penerapannya, rasanya lho akan satu persatu diterapkannya/dilaksanakannya, tidak mungkin akan sekaligus bersamaan. Itulah sebabnya saya hanya mendiskusikan qualitative saja.

Jika kita membaca penelitian atau buku-buku yang dikatakan methodologinya kualitative, menurutku adalah bukan pure kualitative, mengapa, karena para penulisnya beranggapan demikian. Mereka masih beranggapan generalisasi itu masalah umum yang bisa dipahami, karena hyanya formalitas. Ini yang saya maksud digeneralisasi. Padahal menurutku tidak bisa, semua hal yang dikatakan sama, akan berbeda pada suatu saat, contoh rasa pedas sekampung. Seharusnya ya orang sekampung itu yang dijadikan sampel. Tetapi karena hal itu tidak memungkinkan, maka dibuatlah generalisasi (pendapat umum bawa semuanya sama).

Maka alasan pertama, yang saya permasalahkan adalah penggunaan sampling yang kemudian dianggap mengikuti gagasan penyimpulan umum. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa sama saja methodology quantitative ataupun qualitative, sehingga terhadap sampling itu artinya sama saja (Sari, 2024; Subhaktiyasa, 2024; Lenaini, 2021). Bahkan dia menganggap sampling itu (STAIKU, 2024) pemilihan teknik pengambilan sampel yang tepat dalam penelitian kualitatif merupakan langkah krusial untuk memastikan penelitian menghasilkan temuan yang kaya, mendalam, dan bermakna.

Alasan kedua yaitu tentang penyebutan methodologi penelitian qualitative. Sebenarnya methodologi yang ada itu campuran, antara qualitative dan quantitative methodologies. Kalau kita melihat tata cranya sepintas, memang qualitative, tetapi bila kita melihat secara rinci, yaitu cara menggunakannya (yang masih menekankan cara generalisasi), dan adanya teory yang menganggap hipotesa adalah cara yang baik, maka dengan ini akan kelihatan campurannya, dan cara pengumpulan datanya (cara yang menganggap wawacara adalah caranya paling benar), itu adalah methodologi kuantitative. Kalau methodologi qualitative yang saya maksud adalah pure qualitative, yaitu tidak mengenal semuanya itu (bacalah antara lain: Americo, Clegg, and Tureta, 2023; Birton, Sholihin, dan Muttaqin, 2022; Baard and Dumay, 2020: Pyrczak, 2019: Yin, 2018). Misalkan contoh penggunaan hipotesa yang dilakukan oleh Mulyani dan Ibrahim, 2016, dan Ahmad, et al, 2009, serta Ussahawanitchakit, 2012. Padahal seperti apa yang dikatakan oleh Kusuma, 2024, bahwa sebenarnya hipotesa dalam peneltian kualitative bukan hal mutlak dan kaku.

Bukan hanya pengertian methodology qualitative, apa dan bagaimana methodology qualitative itu, tetapi methodologi ini harus dicerna dan dipahami secara keseluruhan. Sebagai contoh,  bila dikatakan kepala, maka istilah kepala akan dipahami sebagai kepala manusia atau binatang atau jabatan. Tiap kata mempunyai makna, apa lagi kalau dikatakan sebgai jabatan. Maka tiap jabatan akan mempunyai arti sendiri. Belum lagi makna obyeknya. Bila dikaitkan dengan obyeknya maka harus dijelaskan apa maknanya menurut orang itu. Itulah subyek dan obyeknya dari penelitian qualitative.

Alasan yang ketiga yaitu pengumpulan informasi/datanya. Kalau itu penelitian qualitative, kita melihat cara pengumpulan informasi/datanya. Kalau memang penelitian kualitatif yang lazim ini mengutamakan wawancara, dokumentasi, dan obseravsi. Tetapi tentu saja itu saja tidak cukup, harus dijelaskan mengapa dipilih wawancara, observasi, dan dokumentasi. Jadi kalau hanya diuaraikan cara pengumpulan informasi/data saja, itu adalah tidak cukup, apa lagi hanya dikenalkan wawacara, obserasi, dan dokumentansi. Metodologi kuantitatif juga menyebutkan ke tiga cara itu. Dengan kata lain, yaitu harus penggunakan akal dan dijelaskan. Ingat Al Quran lebih dari 60 ayat mengajarkan kita untuk menggunakan akal, selain kita mempelajarinya, antara lain, al Baqarah ayat 44, 73, 266, an Nisa ayat 6, an Nahl ayat 69, an Nur ayat 44, Yasin ayat 62, dan as Saffat ayat 88. Memang berpikir itu tidak lansung pada ayatnya, tetapi kalau kita mau berpikir, barulah kita merasakannya. Contoh yang diambil adalah dari Rahardjo, 2011, dan Bora DKK, 2025, yaitu wawancara dipilih karena orang-orang yang akan diwawancarai sangat paham masalahnya dan sudah dekat dengan penelitinya. Sedangkan fokus grup discussion (bagian dari wawancara, karena sifatnya seperti wawancara) dilakukan karena orang-orangnya juga paham masalah dan juga untuk memaknai sesuatu yang sering terjadi. Sedangkan observasinya yaitu interaksi antara peneliti, mesin-mesin, dengan kemauan orang-orangnya. Hal ini dilakukan karena memang harus dilakukan untuk memahami mesin dan perilaku manusianya. Sedangkan dokumentasi dan artefaknya, termasuk buku harian, surat-surat yang ada, serta laporan-laporan yang ada. Semua itu dilakukan untuk lebih memahami apa yang terjadi sebenarnya.

Alasan yang keempat adalah cara penulisannya, kalau caranya tidak boleh dirubah sama sekali, misalnya Pendahuluan, Method (methodologinya), Landasan Teori, atau Literatur Reviuw, atau Tinjauan Pustaka, setelah itu semua, maka analisa dan interpertasi (pemaknaan), lalu hasil penelitian, itu adalah methodologi penelitian kuantitatif. Kalau kualitatif ya silahkan asal cocok/sesuai dengan penelitiannya. Coba pikirkanlah mengapa Al Quran mengharuskan kita berpikir. Kalau dikaitkan dengan kejadian di Solo, yaitu Penjual Makanan Ayam Goreng Widuran yang dikatakan tidak halal (krip-kripnya, kremesannya), Detik.com, 2025. Pembeli yang tidak tahu ga bisa (tidak boleh) disalahkan. Tetapi hanya disarankan tiap muslim mencari tahu, atau bepikir. Itulah cara kualitatif.

Yang berikut adalah evaluasi menyeluruh, yaitu mengenai cara penulisannya.

 

Metodologi Penelitian Kualitatif (Library Research) Untuk Lebih Memahami Masalah.

Paper ini dilakukan dengan teknik membaca (Library Research, lihat Zed, 2014, dan Hamzah, 2020), maka harus banyak membaca buku dan jurnal-jurnal, serta berpikir cara Islam. Jangan kita beripikir cara Barat, yang banyak yaitu proses generalisasi (pengambilan kesimpulan umum). Ingat bukan salah atau betul, tetapi pendapat. Bila saudara sependapat maka akan mengatakan betul, bila tidak maka akan sebaliknya. Orang Barat benyak berpikir, tetapi cara/hasilnya haruskah begitu (seperti mereka). Memang kita sewaktu sekolah diajari berpikir secara Barat, tetapi setelah membaca Al Quran dan bila tahu, maka ternyata Al Quran juga mengharuskan manusia untuk berpikir. Sebagai contoh mungkin kita melihat pada Al Fatir ayat 37. Disebutkan dalam ayat tersebut jika orang sudah mati dan dulu-dulu sewaktu masih hidup dia tidak pernal beramal (infak). Sewaktu sudah mati dia berteriak agar dihidupkan lagi, hanya untuk beramal. Tetapi itu terlambat mengapa, karena tidak berpikir secara Islam, yaitu beramallah sewaktu masih hidup. Kalau sudah mati/lewat tiada gunanya. Inilah cara berpikir sesuai dengan ajaran agama. Memang berpikir itu tidak langsung pada sasaran (pada ayatnya), tetapi secara holistic (keseluruhan) kita akan paham msalahnya (setelahnya mari kita pikirkan). Demikian juga Library Research, mari kita membaca dan berpikirlah untuk nantinya, sehingga apa yang diihat dan dirasa sekarang ini, semua untuk masa mendatang. Cara mengumpulkan informasi/datanya pasti dokumentasi, yaitu membaca. Hanya saja pikirkan yang kira-kira diperlukan.

Mengapa saya sebut jangan berpikir seperti orang-orang bule (Barat). Orang-orang Barat berpikirnya hanya mengikuti rumus atau keyakinan bawaan, yaitu percaya kalau rumus itu buatan mereka dan dia (mereka) itu benar. Memang benar, tetapi tidak semua rumus mengikutinya. Contoh kalau dibawa ke masalah bahwa tidak semua masalah bisa digeneralisasi/ diambil kesimpulan umum (saya berikan contoh masalah Lalu-Lintas di kota-kota besar). Memang sulit menjelaskan terutama orang-orang tehnik, karena memang itu kebiasaan mereka. Tetapi marilah kia berpikir mengapa Islam mengajarkan berpikir, memang beda cara berpikir orang Barat yang biasanya tepat, tetapi mengapa kita (orang Islam) harus berpikir. Ajaran orang-orang Barat hanya membuat kita berpikir duit, bukan masalah bagaimana imannya dan takwanya, bagaimana manusia itu tergerak qalbunya, bukan hanya fisiknya saja. (Mengapa Kita mengikuti Orang-orang Barat, Termasuk Ilmu Pengetahuan, Padahal Islam Itu Lengkap, Sawarjuwono, 2025).

Bentuk Methodology Penelitian Kualitatif (Landasan Teori atau Literatur Riview atau Kajian /Tinjauan Pustaka).

Sebaiknya di dalam ini (disini) jangan diuraikan atau dibahas teorinya secara keseluruhan, karena disini bukan parade definisi, Mursinto, 2020, tetapi bahaslah pendapat suadara yang sesuai dengan teorinya, jadi saudara harus berpikir untuk membuat pendapat. Bukan membahas setiap teori yang ada relevansinya dengan (RM) Rumusan Masalahnya (seperti yang saya contohkan dibawah, tetapi hanya teori yang dipermasalahkan yang menurut peneliti, apa yang sebaiknya). Jadi kalau menurut saudara mau membahas audit syariah, bukan ditulis semua yang terkait audit syariah, seperti yang dilakukan oleh Misbah, Muchlis, dan Aditiya, 2022, yang menurutnya adalah Tinjauan Teoritis (atau menurut aturan jurnal yang diikutinya), (bukan pemikirannya, tetapi hampir semua teori yang relevan ditulis), tetapi yang ditulis seharusnya hanyalah bagaimana sebaiknya audit syariah itu dilaksanakan. Mereka mengatakan tulisanya kualitatif, tetapi mereka membahas semua teori, mulai dari Syariah Enterprice Theory (SET), Kosep Tauchid, Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Syariah Audit, Syariah Complience, dan Pengawasan Kepatuhan Bank Shariah. Sebaiknya to the point bagiamana audit syariah itu. Bukannya salah atau benar, tetapi buat apa membahas teorinya secara rinci. Apakah tidak sebaiknya membahas apa dan bagaimana sebaiknya audit syariah itu dilaksanakan, agar tidak terjadi apa yang dikuatirkan oleh Djoko Mursinto, 2020 (parade definisi). Kalau memang demikian lalu pendapat penulis tentang bagaimana sebaiknya audit itu dilaksanakan (yang ditulis dilakukan dan dinyatakan). Dengan demikian akan tampak pendapat/pemikirannya. Bukan semua teori yang ditulis (seperti di atas). Apalagi kalau tujuannya agar kelihatan banyak, alhamdulillah mestinya hal itu tidak terjadi.

Contoh lain yaitu artikel oleh Khalid dan Sarea, 2021. Mereka membahas Audit Shariah. Dalam tulisan mereka, mereka menggunakan istilah Literature Review. Karena mereka mengatakan melakukan kualitatif, tetapi sewaktu membahas teorinya hampir semua, sehingga apa yang dikuatirkan oleh Djoko Mursinto terjadi. Mereka menulis tentang Audit Syariah mulai Auditing form the Islamic point fiew, Sunnah-sunnah, Internal Shariah Audit Effecttiveness, Independence in Shariah Audit, Regulatory requirements in Shariah Audit, Auditor’s Report, Terms of Audit Engaments, Testing for Compliance with Shariah Rules and Principles, Auditor Responsibility to Consider Fraud and Error in an Audit of Financial Statements, Islamic agency theory, Conceptual Framework, dan Concetutual Framework for “proposed Islamic agency theory”. Panjang sekali. Andai yang ditulis hanya pendapat/pemikirannya, tentunya tidak akan sepanjang (sebanyak hal) itu. Itulah metodologi penelitian kualitatif, penelitinya harus berpikir yang baik dan benar (bagaimana sebaiknya).

Urutan Penulisannya.

Pada umumnya jurnal maupun Perguruan Tinggi mengatur isi/ bentuk penulisannya. Cara ini memang baik kelihatannya. Dikatakan baik, karena akan memudahkan mahasiswa atau siapa yang akan menulis skripsi, tesis, atau disertasi, juga pengelola dan dosennya. Demikian juga bagi pengurus jurnal. Bentuk tulisannya mulai dari pendahuluan, metodologinya, dasar teorinya (Landasan Teori, Literatur Review, Tinjauan Pustaka, atau apa saja asal maksudnya itu), cara menganalisa dan diakhiri dengan hasil penelitian, simpulan dan saran. Sebenarnya cara penulisan ini adalah ideal (seperti kuantitatif). Cuma sayangnya itu sebuah keharusan. Artinya penulisannya dan bahasanya harus seperti itu, tidak boleh diubah. Misalnya kalau tentang literatur review, maka istilahnya ya harus literatur review, tidak boleh yang lain. Menurutku cara itulah yang tidak benar. Yang lebih baik yang mana, inilah caranya. Seorang mahasiswa menulis: Tinjauan Pustaka diganti dengan Pelangi Pustaka Mengungkap Realitas. Cara inilah yang baik. Bila mahasiwa memilih metodologi penelitian kualitatif, dia harus berpikir untuk menyesuaikan dengan idealnya, antara ideal dengan kenyataan itu. Artinya bila di lapangan sedikit berbeda, maka bagaimana dia menyesuaikannya. Bahkan bila dikatakan skripsi, tesis, atau disertasi yang lazimnya 4-5 bab (bagian) diubah menjadi 7 sampai 15 bab (bagian) bolehkah? Menurut saya boleh, malah itulah cara yang baik. Memang bila mahasiswa memilih metodologi penelitian metodologi kuantitatif bisanya tidak boleh merubah, karena harus sesuai dengan buku pedomannya. Tetapi bila dia memilih metodologi kualitatif malah harus merubahnya, sehingga metodologi penelitian kualitatif memang harus berpikir.

 

Materi untuk membahas kritik/usulan saya.

Materi pertama penggunaan sampling untuk metodologi penelian kualitatif. Sebenarnya dalam metodologi kualitatif tidak dikenal istilah sample (lihat Cahaya, 2024, Cindy, 2019, Sunardi, 2009). Bisakah kita menentukan sample. Seperti di kota-kota, misalnya Surabaya. Pasti dikomputer orang-orang Surabaya ada aplikasi-aplikasi tentang Kondisi Lalu-Lintas. Kalau disebut kondisi lalu-lintas di Surabaya macet, maka apakah dikampung saudara juga macet? Mestinya berbeda. Itulah sampling yang anggapannya semua kondisinya sama, padahal tidak. Itulah metodologi penelitian kuantitatif, kalau metdodologi kualitatif harus disebutkan yang macet itu dimana (paling tidak nama jalannya) (kondisi lalu lintas, Surabaya 2025).

Alasan kedua yaitu buku-buku atau jurnal itu membahas metodologi itu bercampur, karena mambahas metodologi penelitian secara kuantitatif, tetapi mengatakan bahwa itu secara kualitatif. Bisa kita lihat Basuki, 2023, atau Yin, 2011, atau Khalid dan Sarea, 2021. Terutama Yin, 2011, dan Khalid dan Sarea, 2021, karena mereka menulis tentang metodologi penelitian kualitatif, tetapi masih membahas cara-cara kuantitatif. Mereka masih membahas sample, inilah metodologi penelitian kuantitatif. Kalau kualitatif harus mau mengambil konsekeunsinya yaitu kualitatif saja tanpa embel-embel sample, generalisasi.

Alasan ketiga adalah pengambilan informasi/data. Alasan ke tiga ini bahwa dasarnya adalah logika (alasan) mengapa, siapa, dan sasaranya apa harus dijelaskan, pada bab atau bagian yang menjelasan hal ini, mungkin pada bagian metodologinya. Ini penting bahwa dijelaskan alasan mengapa itu, jadi bila wawacancara silahkan dijelaskan mengapa memakai wawancara dan siapa yang diwawancarai, mungkin kalau perlu waktunya sekalian. Jadi pembaca tahu alasannya.

Alasan yang ke empat yaitu cara penulisannya. Sementara saya juga tulis di Tinjauan Pustaka yang saya ganti menjadi: Bentuk Methodology Penelitian Kualitatif (Landasan Teori atau Literatur Riview atau Tinjauan Pustaka). Jadi mohon dibaca saja, tidak akan saya uraikan lagi di sini. Intinya orang-orang kuantitatif memang telah membuat buku pedoman yang enak, tetapi saying harus seperti itu atau petugas kita yang tidak mau susah, maka harus seperti contohnya. Artinya harus persis seperti contohnya. Oleh karenanya, marilah kita melihat cara penulisan jurnal ilmiah, yang mengatakan pendekatan kualitatif (tapi bercampur), rasanya cara penulisannya sepertinya harga mati dan harus diikuti. Padahal penelitian kualitatif adalah bebas dan menggunakan akal (asal sesuai dengan ajaran agama, terutama yang saya pahami adalah Islam), maka penulisan jurnal-jurnal ilmiah yang mengatakan pendekatannya kualitatif harus menyesuaikan cara penulisannya. Itulah gaya kuantitatif. Jadi istilahnyapun (gaya/bahasa harus sama). Itulah sebabnya saya menggunakan istilah “Bentuk Methodology Penelitian Kualitatif” sebagai ganti Landasan Teori atau Literatur Riview atau Tinjauan Pustaka.

 

Akhirnya.

Oleh karena hanya itu yang saya pikir, maka inilah hasil yang akan saya sampaikan:

  1. Penggunaan sample hanya cocok bila metodologi penelitian yang digunakan peneliti adalah metodologi penelitan kuantitatif.
  2. Perhatikan betul kalau saudara membaca jurnal atau skripsi, atau tesis, disertasi karena biasanya yang tertulis itu bercampur antara metodologi penelitian kuantitatif dan metodologi penelitian kualitatif. Bagaimana cara mengetahui sudah saya bahas di atas.
  3. Perhatikan cara pengambilan informasi/data, yang sebaiknya dituliskan sebagai alasan pemilihan dibagian metodologinya.
  4. Yang terakhir adalah cara penulisanya, apakah secara persis seperti contohnya ataukah saudara mempunyai hak untuk berpikir.

Maka untuk yang terakhir ini para pengelola jurusan harus bekerja lagi (bila setuju dengan pemikiran saya).

Daftar Referensi

Al Quran dan hadist.

Ahmad, N., Othman, R., Othman, R. and Jusoff, K. (2009), The effectiveness of internal audit

in Malaysian public sector, Journal of Modern Accounting and Auditing, Vol: 5 No: 9.

 

Americo, Brumo Luiz. Stewart Clegg, and Cesar Tureta, 2023, Qualitaive Management Research in Context data collection, iterpretation, and Narrative, Routledge.

Baard, Vikie C and Jonh Dumay, 2020, Interventionist Research in Accounting: a methodological approach, Rouetledge.

Basuki, 2023, Metode Penelitian Studi Kasus, Mazda Media.

Bora, Ansyar, Hanif Hasan, Dini Afriani, Listya Endang Artiani, Ratna Puspitasari, Anggi Susilawati, Putri Maha Dewi, Ahmad Asroni S, Yunesman, Abdullah Merjani, dan Arif Rahman Hakim, 2025. Metode Penelitian Kualitatif, Yayasan Tri Edukasi Ilmiah.

Birton, M Nur A, M.Sholihin, dan M Muttaqin. 2022, Maslaha -Based Value – Added Statement, GATR Accouting and Finance Review.

 

Cahaya, Dina, 2024. Apakah Penetitian Kualitatif Menggunakan Sample? Tambah Pinter.com.

Cindy, 2019, Sampling Dalam Penelitian Kualitatif. Scribd.

Hamzah, Amir, 2020, Metode Penelitian Kepustakaan, (Library Reseacrh), Literasi Nusantara.

Khalid, Azam Abdelhakeem, and Sarea, Adel M, 2021, Independence and Effectifness in Internal Shariah Audit with Insight drawn from Islamic Agency Theory, International Journal of Law and Management vol 6, no 3.

 Kondisi Lalu-Lintas Surabaya, 2025, Komputer Saudara. Di Rumah.

Kusuma, Gilang, 2024, Apakah Penelitian Kualitatif Menggunakan Hipotesis? Tambah Pinter.com.

Lenaini, Ika 2021, Tehnik Pengambilan Sample Purposive dan Snowball Sampling, Historis Vol 6 No 1.

Misbah, Mustakim Muchlis, dan Roby Aditiya, 2022, Peran Audit Syariah Dalam Pengawasan Praktik Shariah Compliance pada Lembaga Keuangan Syariah, Islamic Accounting and Financial Review, Vol 3 no 1.

 Mulyani, R and Ibrahim, Shahul Hameed Hj. Mohamed, 2016, Shariah Audit For Islamic Financial Institutions (IFIs): Perceptions Of Accounting Academician, Auditpratistioners and Shariah Scolar IN Malaysia, International Islamic University Malaysia.

Mursinto, Djoko, 2020. Sewaktu saya ikut dikelasnya, Sewaktu masih hidup. FEB Unair.

Pyrczak, Fred, 2019, Evaluating Research in Academic Journals, Rouetledge.

Rahardjo, Mudjia M, 2011, Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif, GEMA, Media Informasi dan Kebijakan Kampus, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Sari, Lala, 2024. Populasi dan Sample Pada Penelitian Qualitatif. Tambah Pinter.com.

STAIKU, 2024, Memilih Tehnik Pengambilan Sampel Penelitian Kualitatif Yang Tepat, STAIKU Transformation Collage.

Subhaktiyasa, Putu Gede, 2024, Menentukan Populasi dan Sampel: Pendekatan Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, Vol 9; No 4.

Sawarjuwono, Tjiptohadi, 2025, Mengapa Kita mengikuti Orang-orang Barat, Termasuk Ilmu Pengetahuan, Padahal Islam Itu Lengkap. Detak.co

Sunardi, Hairil, 2009, Populasi dan Sample Dalam Penelitian Kualitatif, Academia Edu.

Ussahawanitchakit, P. (2012), Audit independence of tax auditors in Thailand: roles of ethical orientation, professional responsibility, stakeholder pressure, and audit experience, Journal of the Academy of Business and Economics, Vol. 12 No. 1.

 Yin K Robert, 2011, Qualitative Research From Start to Finish, New York, Guilford Press.

Yin, K Robert, 2018, Case Study Research Applications. Sage

Zed, Mestika, 2014, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta

Prof Tjiptohadi Sawarjuwono, Ph.D, guru besar Akuntansi Unair Surabaya