
Terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novianto melambaikan tangannya dari mobil tahanan setelah menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 14 Mei 2019. Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sofyan Basir terkait dugaan suap kesepa
JAKARTA - Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto mengonfirmasi bahwa terpidana kasus korupsi E-KTP, Setya Novanto (Setnov), telah resmi bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Keputusan ini mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dan mengurangi masa hukuman mantan Ketua DPR tersebut.
Menurut Agus, hasil pemeriksaan PK menunjukkan bahwa masa hukuman Setnov sudah melampaui batas waktu sehingga seharusnya ia telah bebas sejak 25 Juli 2025 lalu.
“Sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu,” ujar Agus di Istana, Jakarta, Minggu (17/8).
Agus menambahkan, setelah bebas, Setnov tidak diwajibkan melakukan wajib lapor karena telah membayar denda subsidier.
“Enggak ada. Karena kan denda subsidier sudah dibayar,” katanya.
Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa pembebasan bersyarat ini merupakan konsekuensi dari putusan MA yang memangkas masa hukuman Setnov. “Putusan PK kan kalau enggak salah mengurangi masa hukumannya,” jelasnya.
Sebelumnya, MA memutuskan untuk menyunat vonis Setya Novanto dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun 6 bulan penjara. Putusan tersebut tertuang dalam nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang dikeluarkan pada 2 Juli 2025. Dalam putusan tersebut, MA menyatakan Setnov terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013 sesuai Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Setya Novanto pertama kali divonis bersalah pada 24 April 2018 dengan hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan. Selain itu, Setnov juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dollar AS, dikurangi Rp 5 miliar yang telah disetorkan kepada penyidik.
Kasus korupsi e-KTP menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia, dan pengurangan hukuman Setnov sempat mendapat sorotan dari berbagai kalangan termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mempertanyakan alasan MA memutuskan pengurangan masa hukuman.