Sunset Pier PIK: Destinasi Senja Baru di Tengah Mangrove
Dok. PIK

JAKARTA - Senja pelan-pelan turun di atas Riverwalk Island. Cahaya jingga merembes dari sela awan, jatuh lembut di atas permukaan laut yang tenang. Pada saat seperti ini, Sunset Pier, sebuah destinasi tepi laut terbaru di PIK yang seolah menjadi panggung raksasa tempat cahaya, angin, dan suara ombak saling berbisik.

Promenade kayu itu memanjang hingga ke sudut-sudut yang terbuka. Di kiri dan kanan, mangrove berdiri sebagai penjaga; batang-batang rampingnya menangkap sisa cahaya yang tersisa. Ada keheningan yang justru hidup, seperti jeda yang dibutuhkan kota ini untuk mengatur napasnya kembali.

Pengunjung berjalan pelan, sebagian membawa kopi, sebagian lainnya membawa kamera. Tak ada yang terburu-buru; Sunset Pier mengajarkan ritme yang berbeda, yakni ritme pelan-pelan.

“Sunset Pier hadir sebagai destinasi baru yang memperkaya ekosistem lifestyle di PIK, sebuah ruang publik yang mengkurasi pengalaman pengunjung, memberdayakan kreativitas, dan membuka peluang kolaborasi lintas komunitas. Harapannya, Sunset Pier tidak hanya menjadi tempat yang indah untuk dikunjungi, tetapi juga destinasi yang relevan, hidup, dan memberikan nilai jangka panjang bagi masyarakat,” ujar Marcomm Deputy Division Head Fransisca Najoan

Sunset Pier berada di tengah geliat Riverwalk Island, sebuah kawasan yang tumbuh bersama deretan rukan seperti Little Bangkok. Di sini, bisnis kuliner dan retail berjalan sejajar dengan aktivitas keluarga, komunitas sepeda, hingga para pemburu golden hour.

Tenant-tenant al fresco di tepi laut menghadirkan aroma berbeda: wangi grill, seduhan matcha, hingga semilir wine yang disajikan saat matahari turun semakin rendah. Nama-nama seperti Yakiniku Rich, Teras Time, Miro Matcha, dan V7 Wine & Spirits menjadi latar yang akrab untuk pertemuan-pertemuan kecil.

Ketika malam mendekat, Sunset Pier berubah menjadi panggung bagi banyak peristiwa. Salah satu yang pertama hadir adalah kolaborasi dengan Matahari Dari Timur (MDT), gerakan yang merayakan wastra Indonesia dan perempuan sebagai penjaga nilai.

Tema “Aku, Wastra, dan Kisah” membuat amphitheatre terbuka berubah menjadi galeri hidup. Wastra Indonesia Timur, tenun, dan karya rumah kreatif seakan menari bersama angin sore. Artika Sari Devi dan Nadine Chandrawinata melangkah selaras dengan narasi budaya yang dibawa dari pulau-pulau timur.

Di sinilah Sunset Pier menunjukkan tujuan sebenarnya: bukan hanya ruang indah, tetapi ruang yang memberi panggung bagi banyak suara.

Ke depan, Sunset Pier akan menghadirkan seaside padel court dan jalur tepi laut yang lebih luas, tempat bersepeda, jogging, atau sekadar membawa hewan peliharaan menyusuri garis pantai.

Di tengah kota yang kian cepat, Sunset Pier memilih menjadi sebaliknya: ruang yang meminta kita berjalan lebih lambat, memandang lebih dalam, dan merayakan momen kecil seperti matahari yang turun perlahan. Senja di sini terasa berbeda. Bukan hanya dilihat, tetapi dirasakan.