Surabaya: Kota Metropolitan Layak Huni
Ekadewi Anggraini Handoyo, dosen tetap di Prodi Teknik Mesin Universitas Kristen Petra

Surabaya kembali menunjukkan komitmennya sebagai kota yang siap menghadapi masa depan. Terbaru, kota ini dipilih sebagai salah satu kota percontohan dalam proyek Sustainable Energy Transition for Indonesia (SETI), sebuah inisiatif kerja sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia dan Pemerintah Jerman melalui Kementerian Federal Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim (BMWK) serta Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ). Rapat Perdana (Kick-Off) dan Acara Simbolis dimulainya Implementasi Proyek Sustainable Energy Transition for Indonesia (SETI) di Surabaya diadakan hari Rabu, 16 April 2025 kemarin. Proyek ini sebagai upaya pencapaian target Pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi menjadi 43,20% dengan dukungan internasional. Ini adalah langkah besar yang patut kita apresiasi bersama.

Penunjukan ini menunjukkan bahwa Surabaya dinilai memiliki potensi kuat untuk menjadi pelopor dalam transisi energi, khususnya di sektor industri dan bangunan. Sebagai kota metropolitan dengan aktivitas ekonomi dan mobilitas tinggi, kebutuhan energi Surabaya sangat besar. Energi digunakan di mana-mana—di rumah, kantor, pabrik, sekolah, rumah sakit, hingga transportasi. Tanpa energi, aktivitas kota bisa lumpuh. Maka, memastikan ketersediaan energi yang cukup dan ramah lingkungan adalah kunci penting agar Surabaya bisa menjadi kota yang benar-benar layak huni.

Banyak survei internasional terkait kota layak huni, seperti Mercer Quality of Living Survey, Economist Intelligence Unit (EIU) global liveability ranking, dan Numbeo's Quality of Life Ranking. Menurut Mercer’s Quality of Living, indikator kota layak huni meliputi keamanan, kesehatan, pendidikan, hingga transportasi. Memang energi tidak disebut secara langsung, namun faktanya, semua aspek itu tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa energi. Transportasi baik kendaraan roda empat atau roda dua membutuhkan bahan bakar baik bensin maupun solar. Rumah sakit butuh listrik untuk mengoperasikan banyak peralatan untuk perawatan pasien di unit gawat darurat, foto rontgen, hingga perawatan gigi. Keamanan butuh pencahayaan yang cukup dan sistem komunikasi yang andal untuk koordinasi jika ada kecurigaan terkait keamanan. Energi adalah pondasi dari semua hal tersebut.

Saat ini, sebagian besar energi kita masih bersumber dari bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi. Jika tidak dikelola dengan bijak, ini bisa memperburuk kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kemacetan di jalanan memperbesar penggunaan bahan bakar, terutama pada kendaraan konvensional berbahan bakar minyak (BBM). Ketika jalanan macet, mesin kendaraan tidak dapat dimatikan. Hal ini berakibat penggunaan bahan bakar dan emisi gas buang yang meursak lingkungan, tetapi kita tidak dapat melakukan perjalanan. Pemerintah kota Surabaya dapat menata lalu lintas agar tidak ada crossing yang menyebabkan kemacetan terutama di jam-jam padat. Jika kemacetan dapat dikurangi, maka penggunaan energi lebih rendah dan emisi gas buang dapat ditekan, udara menjadi lebih bersih, lingkungan lebih baik, dan waktu lebih efisien untuk bekerja.

Selain kemacetan, masalah air bersih perlu menjadi perhatian juga. Pemerintah kota bisa membuat kebijakan menggunakan air daur ulang untuk keperluan menyiram taman kota. Air daur ulang dapat berasal dari air buangan yang disaring dan diproses agar aman bagi tanaman, tanah, dan lingkungan hidup. Dengan menerapkan kebijakan seperti ini, maka taman-taman kota tetap terawat dengan baik dan ketersediaan air bersih untuk masa depan lebih terjamin.

Selain dua hal di atas, masih ada banyak hal yang dapat diperbaiki untuk membuat kota Surabaya menjadi kota metropolitan yang nyaman dihuni. Langkah Surabaya dengan proyek SETI untuk mulai mengatur persediaan energi bahkan mengembangkan penggunaan energi terbarukan adalah keputusan tepat. Ini bukan hanya soal teknologi, tetapi soal keberlangsungan hidup warga kota di masa depan.

Tentu, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Partisipasi dari masyarakat, pelaku usaha, hingga komunitas lokal sangat dibutuhkan. Kita semua bisa berkontribusi dengan mulai menghemat energi, menggunakan peralatan ramah lingkungan, atau mendukung kebijakan pemerintah dalam penggunaan energi bersih. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam pernyataannya menyebut, “Hanya ada satu kunci untuk memastikan keberhasilan transisi energi, yaitu kerja sama dan kemitraan. Publik, swasta, dan Badan Usaha Milik Negara harus memiliki andil dalam proyek ini.” Pernyataan ini menegaskan bahwa keberhasilan proyek SETI tidak mungkin tercapai tanpa keterlibatan aktif dari semua pihak, termasuk masyarakat.

Dengan langkah nyata ini, Surabaya punya peluang besar untuk menjadi kota metropolitan yang tidak hanya maju, tetapi juga sehat, nyaman, dan berkelanjutan. Sebuah kota yang bukan hanya layak huni hari ini, tetapi juga untuk anak cucu kita kelak.

Ekadewi Anggraini Handoyo, dosen tetap di Prodi Teknik Mesin Universitas Kristen Petra