
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati | Foto: ist
JAKARTA - Isu mengenai Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang disebut menyatakan bahwa guru adalah beban negara menjadi perbincangan hangat di media sosial sepanjang Agustus 2025.
Sebuah potongan video berdurasi singkat viral dan telah ditonton lebih dari 100.000 kali. Dalam video tersebut, terdengar pernyataan yang diduga berasal dari Sri Mulyani, yang kemudian memicu reaksi keras dari warganet. Banyak pengguna media sosial mengecam isi video yang dinilai merendahkan profesi guru.
Kementerian Keuangan melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Deni Surjantoro, menegaskan bahwa video tersebut adalah hasil manipulasi dan tidak merepresentasikan pernyataan sebenarnya dari Menteri Sri Mulyani.
“Itu hoaks. Faktanya, Menteri Keuangan tidak pernah menyatakan bahwa guru adalah beban negara,” ujar Deni dalam keterangannya, Kamis (21/8/2025).
Ia menjelaskan bahwa video yang beredar merupakan hasil teknologi deepfake dan penggalan tidak utuh dari pidato Sri Mulyani saat menghadiri Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di Institut Teknologi Bandung (ITB), pada 7 Agustus 2025.
Melalui akun Instagram resminya, Sri Mulyani juga memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa video tersebut adalah manipulasi yang menyesatkan dan tidak mencerminkan isi pidato aslinya.
“Potongan video yang menampilkan seolah-olah saya menyatakan guru sebagai beban negara adalah hoaks. Faktanya, saya tidak pernah menyebut guru sebagai beban negara,” tegasnya.
Dalam pidato aslinya, Sri Mulyani justru membahas tantangan pembiayaan sektor pendidikan di Indonesia. Ia menyoroti masih rendahnya gaji guru dan dosen, serta bagaimana hal ini menjadi salah satu beban fiskal yang harus ditangani secara sistemik.
“Banyak di media sosial disebutkan bahwa menjadi dosen atau guru tidak dihargai karena gajinya tidak besar. Ini salah satu tantangan bagi keuangan negara,” jelasnya.
Sri Mulyani juga mempertanyakan sejauh mana tanggung jawab pembiayaan pendidikan harus ditanggung oleh negara, dan apakah memungkinkan ada partisipasi masyarakat untuk mendukung sistem pendidikan yang lebih berkelanjutan.
Kasus ini menjadi peringatan atas bahaya penyalahgunaan teknologi deepfake, yang kini makin marak digunakan untuk menyebarkan disinformasi, termasuk dalam konteks politik dan reputasi tokoh publik.
Deepfake adalah teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dapat memalsukan suara, wajah, hingga ekspresi seseorang dalam video sehingga terlihat sangat meyakinkan.
Masyarakat diminta lebih kritis terhadap konten digital dan tidak mudah terprovokasi. Berikut beberapa ciri-ciri umum konten deepfake yang perlu diwaspadai:
-
Sinkronisasi gerakan bibir dan suara yang tidak sempurna
-
Kualitas video atau suara buruk
-
Cahaya atau bayangan yang tidak alami
-
Ekspresi wajah terlihat kaku atau aneh
-
Sumber video berasal dari akun anonim atau tidak resmi
-
Tidak dilengkapi dengan referensi atau bukti yang sah
-
Narasi bersifat provokatif, sensasional, atau menyesatkan
Kemenkeu mengimbau masyarakat untuk mengecek fakta dan tidak mudah menyebarluaskan informasi yang belum terverifikasi, terutama yang menyangkut nama baik pejabat negara dan lembaga resmi.