Anies Baswedan: Dicintai Rakyat, Dihempaskan Partai Politik

Anies Baswedan, hingga saat ini masih tetap menjadi magnet bagi masyarakat baik di Wilayah Jakarta maupun di daerah lain di Indonesia, kehadirannya diruang publik selalu mengundang perhatian dan antusiasme masyarakat dan tidak jarang mereka ingin berswafoto mengabadikan keberadaannya bersama Anies Baswedan. Meskipun kini Anies hanyalah masyarakat biasa setelah gagal sebagai Presiden dan di pecundangi ketika maju sebagai bakal calon Gubernur untuk kali keduanya di DKI Jakarta. Daya tarik Anies Baswedan tidak berkurang dimata sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak lepas dari rekam jejaknya sebagai pemimpin yang visioner, terampil dalam berkomunikasi, serta keberhasilannya dalam beberapa aspek pembangunan saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, sikap Anies yang kerap tampil tenang dan berwawasan luas dalam menyikapi isu-isu nasional telah mengukuhkan citranya sebagai sosok yang cerdas dan berwibawa. Faktor lain yang turut membuat Anies tetap memikat adalah kemampuannya merangkul berbagai kalangan, mulai dari kaum intelektual hingga masyarakat kelas bawah, yang merasa terwakili oleh kebijakan-kebijakannya

Dalam perjalanan kariernya, Anies telah menunjukkan daya tarik politik yang kuat melalui posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta, dimana ia dikenal atas kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dan pendekatan populis. Kegagalannya dalam kontestasi Pilpres 2024 serta hambatan yang dihadapinya untuk kembali maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta telah memunculkan pertanyaan besar terkait masa depan politiknya. Mengingat bahwa  Anies harus tetap memiliki panggung untuk tetap mendapatkan perhatian masyarakat dan memiliki modal elektoral menuju Pilpres 2029 yang akan datang, setelah partai politik yang menjadi pengusungnya dalam pilpres 2024 satu demi satu meninggalkanya dan memilih bergabung dengan pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subiyanto.

Dinamika politik yang begitu liar dan unpredictable termasuk gaya zigzag Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang merupakan pasangan Anies dalam Pilpres serta tawaran-tawaran menarik KIM Plus baik terhadap Partai Nasdem maupun PKS membuat Partai-partai koalisi perubahan yang awalnya konsisten menganggap bahwa terjadi dugaan kecurangan dalam pilpres 2024, tetapi kemudian ikut bergabung dan meminta jatah kue kekuasaan pada pemenang pilpres, membuat Anies dalam posisi yang dilematis, dimata para relawan  kekalahannya bukan sebagai cerminan kelemahan politik, tetapi sebagai hasil dari manuver politik elite kebanyakan, drama dan dianggap tidak serius dalam memenangkan kontestasi. Drama politik paling memalukan menjelang pendaftaran calon Kepala Daerah setidaknya hingga saat ini masih menyisakan kekecewaan mendalam bagi sebagian besar masyarakat terutama di DKI Jakarta setelah Anies gagal menjadi calon Gubernur kembali.

Salah satu pertanyaan besar yang muncul setelah kegagalan Anies di Pilpres 2024 adalah, apakah ia akan kembali mencoba peruntungan dalam Pilpres 2029? Meskipun lima tahun adalah waktu yang relatif lama dalam dunia politik, Anies tetap memiliki peluang signifikan untuk kembali tampil dalam kontestasi nasional. Tantangan terbesar bagi Anies adalah bagaimana ia akan mengelola momentum politiknya dalam lima tahun ke depan. Apakah ia akan memilih untuk membentuk kendaraan politik baru, atau bergabung dengan partai yang telah eksis, menjadi salah satu keputusan strategis yang akan menentukan arah politiknya.

Membentuk Partai Politik Baru

Salah satu opsi yang mungkin dipertimbangkan oleh Anies adalah membentuk partai politik baru yang benar-benar merepresentasikan visinya. Langkah ini akan memberikan Anies kebebasan penuh dalam menentukan arah kebijakan dan strategi politiknya tanpa harus tergantung pada keputusan partai politik lain. Namun, mendirikan partai baru juga memiliki risiko yang besar. Selain memerlukan sumber daya yang besar, partai politik baru seringkali mengalami kesulitan dalam mendapatkan legitimasi di kancah politik yang sudah mapan. Partai-partai baru sering kali memerlukan waktu untuk dapat melewati ambang batas perolehan suara parlemen (Parliementary Treshold). Anies harus berhitung secara cermat, apakah langkah ini akan memberikan keuntungan jangka panjang, atau justru menghambat ambisinya.mengingat hingga hari ini jika mengacu pada UU yang kemungkinan digunakan dalam Pilpres 2029 yang akan datang menggunakan UU yang ada saat ini, ataupun tidak terlalu jauh berubah maka dapat dipastikan meskipun memiliki perahu baru tidak dapat digunakan untuk berlayar pada pilpres 2029 yang akan datang.

Artinya mendirikan partai politik baru bagi Anies Baswedan tidak otomatis menjadi jalan mulus menuju Pilpres 2029, terutama jika Undang-Undang Pemilu dan Pilpres tetap berlaku tanpa perubahan signifikan. Proses pendirian partai politik memerlukan kepatuhan terhadap berbagai regulasi yang ketat, termasuk verifikasi faktual yang yang membutuhkan anggaran yang besar hingga tingkat Kabupaten, Kota dan Kecamatan. Ini baru pada tahapan untuk bisa lolos sebagai kontestan pemilu, belum lagi jika gagal dalam melakukan rekruitmen terhadap kader yang menjadi ujung tombak pergerakan di tingkatan grass-root, maka partai politik hanya akan menjadi bagian pelaku sejarah yang menyia-nyiakan aspirasi nasyarakat karena tidak mampu mencapai ambang batas perolehan suara parlemen.

Menjadi Kader Partai

Opsi lain yang dapat dipilih oleh Anies adalah bergabung dengan partai politik yang sudah mapan. Nasdem, PKS, PKB, dan bahkan PDIP adalah beberapa partai yang bisa menjadi pilihan bagi Anies. Masing-masing partai tersebut memiliki karakteristik dan basis pendukung yang berbeda, yang dapat memberikan keuntungan strategis bagi Anies jika bergabung dengan mereka. Akan tetapi juga patut menjadi catatan bahwa dalam kondisi politik yang tidak menentu, menjadi kader salah satu partai politik belum tentu menjamin keberhasilan bagi Anies. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa skenario besar di panggung politik seringkali melibatkan strategi-strategi yang tidak terduga, termasuk kemungkinan adanya upaya untuk merampas atau menggeser posisi partai secara dramatis. Keberadaan Anies sebagai kader tidak otomatis memberikan stabilitas atau jaminan bahwa ia akan bisa melanjutkan perjalanan politiknya tanpa menghadapi tantangan serius, terutama jika pergeseran atau konflik internal di dalam partai menjadi ancaman nyata yang dapat mempengaruhi posisinya secara signifikan.

Keputusan strategis yang akan diambil oleh Anies Baswedan dalam beberapa tahun ke depan akan sangat menentukan karier politiknya di masa depan. Meskipun kegagalan di Pilpres 2024 dan hambatan untuk kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta telah menimbulkan tantangan besar, Anies tetap memiliki peluang signifikan di panggung politik nasional. Mutiara tetap akan menjadi mutiara meskipun terbenam didalam lumpur, Anies Baswedan adalah mutiara bagi bangsa Indonesia, Anies adalah Aset Bangsa dan memiliki modal politik yang besar untuk tetap eksis, karena itu panggung politik bagi Anies akan tetap terbuka lebar meskipun tidak menjabat sebagai pemimpin atau menjadi Ketua Umum Partai Politik. Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya dengan modal yang dimilikinya Anies tetap memiliki kesempatan yang besar untuk menjadi pemimpin besar di negeri ini, Republik Indonesia.

Dr. Heri Solehudin Atmawidjaja, Pemerhati Sosial Politik dan dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta, Wakil Ketua Forum Doktor Sosial Politik Universitas Indonesia, Direktur Heri Solehudin Center