Anies dan PDIP, Duo Pejuang Demokrasi di Indonesia

Sama-sama telah "dikucilkan" oleh rezim yang berkuasa saat ini. Mereka berdua senasib sepenanggunan serta seperjuangan. Apa dosa mereka? Padahal keduanya telah berjasa besar mengantarkan Joko Widodo ke singgasana kursi kekuasaan tertinggi sejak satu dekade lalu.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah satu-satunya partai politik di Indonesia yang menggunakan kata "demokrasi" untuk nama lembaga politiknya. Sabab demokrasi bagi PDIP adalah segala-galanya. Harga mati! Bahasa tegasnya. Ini dibuktikan dengan menjadikan seorang Joko Widodo yang bukan siapa-siapa dari wali kota hingga ke level tertinggi sebagai presiden Republik Indonesia. Kurang apa jejak langkah mereka? Lalu mengapa kini mereka disia-siakan?

Hampir mirip. Anies Baswedan secara personal pun turut berjuang untuk mengantarkan ex- pengusaha mebel asal Kota Solo ini menghuni Istana Negara di Jakarta. Namun Anies lebih duluan "dikorbankan" tanpa alasan jelas. Padahal perlahan Anies berhasil merubah wajah dunia pendidikan Indonesia ke arah yang mencerahkan bagi masa depan bangsa. Mumpung ia memang ahlinya serta sepak terjangnya diakui dunia sejak usia belia.

Tak cukup ruang di sini jika kita membincangkan jejak langkah, prestasi, dan kebaikan cucu pahlawan nasional AR Baswedan ini yang bersama Bung Karno dan Bung Hatta berjasa memerdekakan bangsa ini dari kolonialisme. Indonesia Mengajar adalah salah satu gerakan futuristik Anies yang membumi, terutama bagi wong cilik di berbagai pelosok negeri yang termarginalkan oleh negara.

Rupanya langkah Anies terus menggelinding. Saat menjabat Gubernur DKI Jakarta ia terus menebar kebaikan, terutama untuk kaum dhuafa (baca; wong cilik). Data dan fakta terkait hal ini terbuka luas. Tinggal Anda rajin untuk menggoglingnya.

Berbagai program pro poor urban adalah salah satu yang diandalkan Anies untuk mengangkat harkat mereka. Dan ini sejalan dengan misi PDIP di bidang pemberdayaan masyarakat, parpol yang selalu berjuang dengan tagline membela wong cilik. Kloop kan? Pada poin ini Anies dan PDIP berbanding lurus dalam garis perjuangan yang jelas-jelas termaktub dalam konstitusi UUD 1945.

***

Beberapa hari lalu saya agak terperanjat saat menonton talkshow di salah satu stasiun televisi swasta. Topik yang dibincangkan tentang Pilkada Jakarta 2024 Pasca Putusan MK. Tiba giliran salah satu tim dari kubu Anies Baswedan berbicara. Saya lupa namanya. Saat itu santer nama Anies jadi prioritas utama yang akan dimajukan sebagai calon gubernur dari PDIP. Sebab partai politik pemenang Pemilu 2024 ini bisa mendaftar ke KPUD Jakarta tanpa harus koalisi dengan parpol lain.

Banyak kisah sukses Anies saat berkhidmat di Jakarta. Sukses membangun fisik hingga non-fisik. Dari JIS yang jadi salah satu stadion terbaik di dunia, gelaran Formula-E yang tersukses, hingga revitalisasi TIM dengan kategori terbaik seAsia.

Ia lantas bercerita tentang kepedulian Anies tidak sebatas hanya pada warga Jakarta yang masih hidup saja. Bagi yang telah meninggal dunia pun menjadi skala prioritas pria yang sukses mendulang berbagai penghargaan berskala nasional hingga global ini. Anies adalah penganut filosofi Soekarno. Jasmerah!

Ternyata diam-diam Anies telah membangun Taman Makam Tokoh Bangsa di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat. Bangunan berkonsep modern minimalis ini dipadukan dengan komponen digital yang akan memudahkan peziarah untuk tahu kisah hidup para pahlawan. Dalam galeri yang terdiri dari puluhan monitor itu menampilkan konten narasi singkat para pejuang.

Di taman makam itu bersemayam para tokoh bangsa yang lahir dari berbagai tempat, namun hidup, berkarya, dan bermakna hingga akhir hayatnya di Jakarta. Salah satunya adalah tokoh yang menjahit sang Saka Merah-Putih. Ibu Fatmawati Soekarno, ibunda dari Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia ke-5 yang juga Ketua Umum PDIP.

Ayo PDIP mari terus kobarkan semangat perjuangan bersama Anies Baswedan demi tegaknya demokrasi dan marwah bangsa. Merdeka!

Ternate, 28 Agustus 2024

Alwi Sagaf Alhadar, Kolumnis