
Sebelum kampanye pemilihan presiden (Pilpres) , tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden telah berkomitmen terselenggaranya pemilu damai dan berintegritas. Untuk menjaga kemurnian proses Pilpres tersebut, KPU menentukan batas akhir kewajiban membuka Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) pada 26 November 2023. Setiap pasangan calon Capres/Cawapres wajib membuka RKDK pada bank umum untuk menampung sumbangan berupa uang sebelum digunakan.
PKPU Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilu itu memisahkan pengelolaan dana kampanye pasangan calon dengan dana kampanye partai politik (Parpol) pengusung. Ketentuan ini juga mewajibkan pasangan calon menyampaikan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) kepada KPU paling lambat 27 November 2023. Mengingat tenggat waktu yang ditetapkan telah lewat, KPU harus memastikan ketiga pasangan calon tersebut telah mematuhi kewajiban dimaksud.
Setelah itu pasangan calon harus mencatat semua transaksi penerimaan sumbangan pada Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Selanjutnya seluruh penerimaan dan pengeluaran sampai kegiatan kampanye berakhir dibukukan pada Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) untuk diaudit Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk KPU.
PKPU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Perubahan PKPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu mengatur aktifitas kampanye yang dapat menggunakan dana kampanye. Legalitas dan transparansi dana kampanye memastikan konstetasi Pilpres tidak ternodai dengan politik uang.
Menyadari politik uang merupakan virus yang mematikan kehidupan demokrasi, KPU melakukan pengamanan berlapis. Seperangkat regulasi dan aplikasi berikut ancaman sanksi telah dibuat sedemikian rupa. Pada Pilpres sebelum nyaris tidak ada evaluasi atau sanksi KPU terhadap dugaan pelanggaran ketentuan dana kampanye. Minimnya penegakan aturan dana kampanye pada gilirannya hanya akan menghasilkan pertanggungjawaban formalitas belaka.
. Potret Transparansi Dana Kampanye
Potret transparansi dana kampanye 2019 diperlukan sebagai pembanding kualitas pengelolaan dana kampanye 2024. Sebagai petahana untuk kedua kali publik dapat menilai komitmen Jokowi menjaga akuntabilitas dan transparansi dana kampanye Pilpres 2019 . Pasalnya, pada Pilpres 2019 diduga ada pelanggaran ketentuan dana kampanye yang luput dari sanksi dan pemeriksaan KPU dan Bawaslu.
Transparansi dana kampanye Pilpres 2019 dapat dijadikan rujukan untuk penilaian rekam jejak kedua pasangan calon tersebut. Dalam LPPDK pasangan calon Jokowi-Ma’ruf Amin melaporkan total penerimaan sebesar Rp606.784.634.772,00 dengan total pengeluaran sebesar Rp601.355.468.300,00. Jumlah tersebut diduga masih jauh dari perkiraan kebutuhan petahana untuk memenangkan konstetasi manakala termasuk dana saksi.
Pernyataan Bendahara Umum pasangan calon nomor 01 yang menyebutkan kebutuhan dana Rp400 miliar untuk keperluan dana saksi pada 805.068 TPS meragukan transparansi pengeluaran tersebut. Fakta ini mengkonfirmasi kemungkinan dana saksi merupakan penerimaan dan pengeluaran di luar RKDK dan belum tercatat pada LPPDK. Selain itu pasangan calon nomor 02 juga mempermasalahkan transparansi dana yang berasal dari sumbangan Jokowi sebesar Rp19.538.272.000,00 karena tidak sebanding dengan ketersediaan kas yang dilaporkan pada LHKPN Jokowi dalam periode tersebut.
Sedangkan pasangan calon Prabowo-Sandi pada LPPDK melaporkan total penerimaan sebesar Rp213.284.218.405,00 dengan total pengeluaran sebesar Rp211.464.770.813,00.Penerimaan diantaranya berasal dari Prabowo sebesar Rp71.253.221.306,00 dan Sandiaga Uno sebesar Rp121.255.653.090,00 dengan sumbangan Rp20.7775.344.009,00. Penerimaan sumbangan dalam jumlah relatif kecil itu tidak sebanding dengan dugaan dukungan logistik pengusaha ke kubu pasangan calon nomor 02.
Transparansi LPPDK pasangan calon ini juga diragukan ketika Sandi menyatakan dalam acara program Rosi pada Kompas TV telah menghabiskan dana hampir Rp1 triliun tercatat hanya Rp121.255.653.090,00. Pengakuan tersebut membuktikan LPPDK tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Adanya pengeluaran yang kemungkinan dilakukan di luar mekanisme RKDK dan tidak tercatat pada LPPDK mencerminkan sisi gelap dana kampanye.Praktek seperti ini diharapkan menjadi perhatian KPU dan Bawaslu pada Pilpres 2024 ini.
Kataatan Paslon Capres/Cawapres memenuhi kewajiban tata kelola dana kampanye berkontribusi terselenggarakan Pilpres bermartabat. Legalitas dan transparansi menjadi keniscayaan menjaga kemurnian dan komitmen tidak menodai konstetasi yang mulia. Terselenggaranya Pilpres yang bebas dari kecurangan ditandai dari bebas dari pengaruh politik uang memperkuat legitimasi kepemimpinan nasional
Menegasikan Politik Uang
Apabila dicermati pada Pilpres 2019, kemenangan Jokowi-Ma’ruf tidak lepas dari peran Erick Thohir pemilik Mahaka Group yang menakhodai tim pemenangan pasangan calon nomor 01 tersebut. Kesuksesan tim pemenangan dari kalangan juragan ini memberikan inspirasi kepada pasangan calon Pilpres 2024 nomor urut 02 dan 03 menjatuhkan pilihan kepada tokoh dunia usaha Rosan Roeslani dan Arsjad Rasjid . Sosok kedua pengusaha yang tidak memiliki pengalaman politik elektoral ini didaulat memimpin tim pemenangan dengan pertimbangan antara lain kemampuan penggalangan pundi-pundi pasangan calon.
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberikan batasan dan larangan penerimaan sumbangan dan penggunaan dana kampanye. Ketentuan ini memberikan sanksi atas pelanggaran dana kampanye antara lain rekayasa laporan dana kampanye, sumbangan melebihi batasan, tidak melaporkan sumbangan,tidak menyetorkan kelebihan sumbangan dan menerima dana ilegal. Selain itu regulasi Pemilu tersebut mengatur larangan menggunakan dana kampanye di luar yang telah ditentukan.
Regulasi tersebut tidak melarang keterlibatan pelaku bisnis dimaksud, namun dukungan pengusaha berpotensi menimbulkan politik uang dalam meraup suara. Pengumpulan dana yang berlebihan berpotensi digunakan membayar kebutuhan belanja kampanye untuk jenis pengeluaran yang dilarang. Sehingga, potensi politik uang kemungkinan dapat disalahgunakan bagi keperluan relawan untuk pengerahan massa dan kegiatan perolehan insentif elektoral lainnya.
Kepala PPATK usai Rakor Tahunan PPATK 19 Januari 2023 menyebutkan aliran dana ilegal diterima Parpol cenderung meningkat pada saat mendekati Pemilu 2024. PPATK juga menemukan adanya transaksi kejahatan lingkungan senilai Rp1 triliun diduga mengalir kepada Parpol. Aliran dana tersebut menjadi modal untuk kontestasi Pemilu 2024. Informasi institusi intelijen keuangan ini harus menjadi perhatian penegak hukum, KPU dan Bawaslu dalam mengawasikan dana kampanye.
Sistem informasi kampanye dan dana kampanye (Sikadeka) telah disiapkan KPU untuk melakukan monitoring transaksi sumbangan dana kampanye masing masing pasangan calon. Sikadeka merupakan aplikasi online mencatat transaksi dana kampanye yang terhubung dengan KPU. Namun, KPU dan Bawaslu belum memiliki instrumen mendeteksi aliran dana illegal yang tidak ditampung pada RKDK.
Untuk itu PPATK, KPU, Bawaslu, dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu Tindak Pidana Pemilu harus menjalin kerjasama untuk mendeteksi sumber logistik kampanye yang luput dari monitoring sistem informasi KPU. Pengendalian ini diharapkan dapat menegasikan peluang terjadi politik uang dalam mewujudkan konstetasi yang bermartabat dan bebas dari kecurangan. Pengenaan sanksi bagi pelanggaran ketentuan dana kampanye merupakan keniscayaan terselenggaranya Pilpres yang memiliki legitimasi.
Hamdani, Akademisi Departemen Akuntansi FEB Universitas Andalas/Pakar Audit Keuangan Negara