Di C7 Cinta Tetap Menari, walau Musik Telah Berhenti

Matahari dengan malu-malu semakin menjauh, sinarnya semakin redup. Hari menjelang gelap.

Di sebuah cafe bernama C7 di bilangan Tebet Jakarta Selatan. Wiwi & Noey menghampiri, mengajak bicara secara terpisah dari teman-teman lainnya.

Rapat yang ramai itu telah berakhir. Berbagai keputusan telah diketuk.
Noey dan Wiwi menanyakan secara khusus, kesediaan saya untuk kembali memimpin Sevenist tiga tahun kedepan. Namun jawaban saya rupanya tak sesuai harapan mereka berdua. Wiwi tercekat, wajahnya menyiratkan kekecewaan. Matanya mulai basah. Saya meyakinkan dua adik saya itu. Saya tak kemana-mana, saya akan tetap ada kapanpun dibutuhkan namun bukan untuk menjadi ketua umum kembali.

Tak hanya kepada Wiwi dan Noey juga banyak teman lainnya menanyakan dan berharap jawaban yang berbeda. Namun keputusan telah saya kemukakan bahkan sejak awal terpilih. Saya hanya bersedia untuk satu periode.

Karena kepemimpinan harus ada estafet, ada masanya memulai ada waktunya pula berakhir. Terlepas dari sukses atau gagalnya sebuah era.

Hari berlalu, beragam keputusan rapat tak hanya menjadi keputusan tanpa implementasi. Tapi menjadi program yang harus terlaksana. Sebuah pesantren di wilayah terpencil, dengan situasi yang sangat kekurangan di semua sisi. Meniadi tujuan program: Sevenist Menerangi Indonesia. Ini adalah program yang kesekian kalinya dilangsungkan. Selalunya mengambil tempat yang jauh dan tak terjamah dari bantuan.

Dian Niode energinya seperti tak ada habisnya untuk kegiatan sosial samacam itu. Masa kepengurusan telah menjelang akhir namun kebaikan. Berbagi kepada anak negeri tak pernah ada kata akhir.

Teman-teman Sevenist itu, Fadlik dan kawan-kawan. Bekerja bukan untuk menunjukan kami sukses atau kami hebat. Mereka bekerja untuk mengekspresikan kecintaan kepada bangsa ini.

Walau semua janji kampanye telah ditunaikan, semua yang dulu hanya berupa kata-kata kini telah menjadi fakta. Bahkan ketika periode kepungurusan menjelang berakhir, teman-teman itu masih bersemangat “memotret” wilayah pedesaan lainnya. Agar November depan Program Sevenist Menerangi Indonesia kembali digulirkan.

Ada banyak kisah dalam tiga tahun kebelakang. Kisah tentang Bambang Jak yang dulunya dikenal sebagai anak bangor namun kepergiannya, ditangisi banyak teman. Satu tahun setelah wafatnya. Pengajian bulanan membuat thema khusus tentang dia. Sebagai manusia yang bukan pejabat, bukan pula orang kaya bahkan cenderung sederhana, namun Bambang Jak meninggalkan kemuliaan.
Dia menjadi contoh nyata dari sebuah kalimat: Yang harus kita jaga adalah nama baik.
Bambang berakhir dengan khusnul khatimah.

Di C7 Cafe tempat teman-teman berkumpul, mengadakan beragam acara. Tempat dimana cinta dan kehangatan para alumni selalu terjaga.
Sebuah lagu lama dilantunkan.

Sayang kau dimana aku ingin bersama
Aku butuh semua untuk tepiskan rindu
Mungkinkah kau disana merasa yang sama
Seperti dinginku di malam ini
Rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini
Kita menari dalam rindu yang indah.

Geisz Chalifah