Gerakan Perubahan sebagai Upaya Mengembalikan Kesaktian Pancasila

Indonesia, sebuah bangsa besar yang dibangun di atas fondasi nilai-nilai luhur Pancasila, kini tengah menghadapi tantangan berat dalam menegakkan keadilan sosial dan menjaga persatuan. Pancasila, yang dahulu dirumuskan oleh para pendiri bangsa sebagai panduan moral dan ideologis untuk membangun negara yang adil, makmur, dan bersatu, kini terlihat semakin tergerus oleh realitas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Nilai-nilai kebangsaan yang seharusnya menjadi perekat bagi seluruh rakyat justru kerap tersisihkan oleh ambisi dan kepentingan pribadi segelintir elite.

Peristiwa memalukan yang baru saja terjadi, pembubaran diskusi kebangsaan yang dilakukan oleh Forum Tanah Air menunjukkan betapa rentannya bangsa ini. Jargon “Saya Indonesia, Saya Pancasila”, disalahtafsirkan dan digunakan untuk menindas mereka yang dianggap berbeda, sebuah perilaku menjadikan Pancasila tak lagi sakti, justru menjadikan Pancasila jatuh tereperosok kelubang nista. Ulah segelintir orang yang menjadi “suruhan” elit.

Pemilu dan Pilkada yang seharusnya menjadi pesta rakyat yang menggembirakan, kini menjadi ajang saling mencaci, menjatuhkan dan bahkan menghabisi karier lawan politiknya. Jakarta adalah potret nyata bagaimana elit kekuasaan dan partai membunuh karier politik seseorang, meski mendapat dukungan rakyat mayoritas. Dibeberapa daerah yang lain, justru para kandidat dan pendukungnya juga tidak malu dan merasa bangga bila mampu menjatuhkan lawan – lawannya dengan cara nista dan tak santun. Sebuah fonomena bahwa Pancasila tak lagi dianggap sebagai barang sakti yang mejadi pedoman perilaku. Lalu akaknkah kita mendapatkan pemimpin yang mengayomi, menebarkan kehadiran sosial bagi seluruh rakyat sebagai wujud kesaktian Pancasila ?

Di tengah situasi bangsa yang semakin terpecah belah ini, gerakan perubahan muncul sebagai upaya nyata untuk mengembalikan kesaktian Pancasila. Gerakan ini tidak sekadar menjadi seruan politik, melainkan panggilan moral untuk kembali menempatkan Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Anies Baswedan, sebagai salah satu tokoh utama dalam gerakan ini, mengusung visi yang mendalam tentang pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana tertuang dalam sila kelima Pancasila. Baginya, keadilan sosial bukan sekadar retorika, tetapi merupakan pondasi kokoh yang harus ditegakkan untuk memastikan kesejahteraan dan keharmonisan bagi semua.

Keadilan sosial adalah hak dasar setiap warga negara, terlepas dari latar belakang suku, agama, maupun golongan. Namun kenyataan yang dihadapi bangsa saat ini menunjukkan betapa kesenjangan ekonomi dan ketidaksetaraan semakin melebar. Segelintir elit menikmati kekayaan dan kekuasaan yang melimpah, sementara sebagian besar rakyat masih bergulat dalam kemiskinan dan ketidakpastian. Korupsi yang merajalela, kolusi yang mengakar, dan nepotisme yang melemahkan meritokrasi adalah bukti nyata bahwa nilai-nilai Pancasila telah diabaikan. Ini adalah pengkhianatan terhadap cita-cita luhur yang dulu diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.

Dalam konteks inilah, gerakan perubahan menjadi langkah strategis untuk mengembalikan marwah Pancasila. Gerakan ini menuntut adanya reformasi menyeluruh, baik dalam sistem politik, ekonomi, maupun sosial, agar setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk hidup sejahtera dan bermartabat. Anies Baswedan, dengan visi dan komitmennya, mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersatu dalam semangat perubahan, menjadikan keadilan sosial sebagai prinsip utama dalam setiap kebijakan negara.

Gerakan perubahan bukan hanya soal mengganti pemimpin, melainkan tentang merombak sistem yang sudah rusak, tentang keberanian menghadirkan keadilan dalam setiap sendi kehidupan bermasyarakat. Semangat perubahan ini juga bertujuan untuk merajut kembali persatuan bangsa yang telah terkoyak oleh politik adu domba dan kepentingan pribadi. Sebagaimana para pendiri bangsa telah membuktikan, kekuatan Pancasila mampu menjadi perekat bagi seluruh elemen masyarakat.

Kini saatnya kita, sebagai pewaris kemerdekaan, berani mengambil peran dalam mengembalikan kesaktian Pancasila. Gerakan perubahan ini adalah panggilan bagi kita semua untuk memperbaiki arah perjalanan bangsa, menegakkan kembali nilai-nilai keadilan sosial, dan mewujudkan persatuan yang sejati. Dengan menjunjung tinggi Pancasila sebagai pedoman, kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera, sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.

Surabaya, 1 Oktober 2024

M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya