Haji: Selamat Kembali ke Tanah Perjuangan

Selamat datang kembali ke Tanah Air, wahai Bapak Ibu, para Haji & Hajjah. Sejatinya, kita bukan kembali ke tanah air tapi ke tanah perjuangan. Inilah Indonesia. Bukan tanah tempat kita menunggu tua, sampai kematian datang, tapi tanah untuk kita berjuang hingga syahid menjemput. Inilah Indonesia; tanah tumpah darah, tanah medan juang bagi para Haji dan Hajjah.

Negeri Para Hero

Indonesia adalah negeri tempat lahirnya para pahlawan, negeri tempat para pembela kebenaran dan keadilan dilahirkan, dibesarkan dan dikuburkan. Sejarah mencatat, membentang luas dari Samudera Pasai Aceh hingga ke Ternate dan Tidore di Timur, bukan hanya berjejer pulau-pulau tapi berjejer pula foto-foto pahlawan dan taman-taman makam pahlawan.

Mereka yang fotonya dipajang itu adalah orang-orang yang semasa hidupnya terpanggil untuk berkarya dan berprestasi memajukan negerinya, mencerdaskan dan mensejahterakan rakyatnya, dan mereka yang terpanggil untuk bangkit membela orang-orang yang tertindas karena hukum yang zalim.

Kini kita kembali dari Tanah Suci ke tanah para pahlawan itu, tanah di mana arwah para leluhurnya bergentayangan, memanggil generasi baru anak cucunya untuk meneruskan semangat juang mereka membangun negeri, memajukan pendidikan, meningkatkan ekonomi, memperbaiki akhlak dan membina keluarga yang sakinah.

Suara arwah para pahlawan itu nyaring keluar dari patung-patungnya yang tersebar di berbagai jalanan, foto-fotonya yang ada di buku teks sejarah dan poster-posternya terpampang di berbagai baliho. Lihatlah wajah-wajah mereka, lihat dan tangkap semangatnya, lalu katakan kepada mereka, 'aku telah pulang haji dan aku akan teruskan semangatmu para pahlawan membangun negeri ini'.

Negeri Para Bedebah

Jika di negeri ini berjejer foto-foto pahlawan, artinya di negeri ini pula pernah bercokol para bedebah, karena memang tidak akan ada pahlawan tanpa adanya bedebah. Dan benar, bedebah itulah yang dihadapi para pahlawan kita, yaitu penjajah yang datang merampas kekayaan negeri dan merampok hak milik warganya, sejak 400 tahun yang lalu. Sayangnya, atau sialnya, mereka tidak berdiri sendiri atau berjuang sendiri, tapi secara licik bekerja sama dengan para elit dalam negeri, yang seolah bangga menjadi kompradornya atau menjadi kaki tangannya.

Itu terjadi di masa pra kemerdekaan Republik ini. Tetapi sesudah itu, di era kemerdekaan, orde lama, orde baru bahkan setelah orde reformasi, bersihkah negeri ini dari para bedebah itu, tidak. Ternyata, komprador juga menciptakan anak-anaknya. Kaum munafikun, fasikun dan jahilun, melahirkan generasi baru. Bedebah juga beranak dan bercucu. Iblis bahkan tidak punah, padahal manusia yang selalu punah, silih berganti.

Itulah fakta yang akan terus kita hadapi. Gentarkah kita? Tidak. Pesimiskah kita? Tidak. Kita justru semangat dan gagah menghadapinya. Kenapa? Karena kita baru pulang haji. Kita baru kembali dari medan latihan perang yang super dahsyat, suatu pementasan drama kehidupan semesta yang super spektakuler; itulah training terbesar di dunia, yaitu Haji.

Setelah Panggilan Haji, Kini Datang Panggilan Jihad.

Jika panggilan adzan telah kita hadiri dan panggilan haji telah kita penuhi, maka sebelum panggilan maut menghampiri sejatinya kita penuhi dulu panggilan jihad.

Jihad adalah ikhtiar sungguh-sungguh dan profesional untuk berkarya dan berprestasi, memberikan, melayani, membantu dan menolong sesama. Itulah ladang jihad yang luas tak bertepi. Itulah ladang amal tempat kita meneruskan bercocok tanam amal kebaikan.

Sesuai hitungan waktu, maka umur kita tidak lama. Selama-lamanya umur tak akan lebih lama dari 80-90 tahun. Kita tinggal menghitung saja, berapa sisa waktu yang ada. Itulah kesempatan kita. Kesempatan yang jika sudah kita lalui, tak akan pernah terulang lagi, selamanya.

Maka sejatinya, semangat dan antusiasme kita setelah haji, berkobar-kobar untuk melaksanakan amanah yang ada di pundak kita saat ini; menciptakan peluang-peluang baru yang lebih baik, mengubah apa yang tidak baik dan melanjutkan apa yang sudah baik, sebelumnya.

Mabrur: Memenuhi Janji Lebih Baik

Maka sepulang haji ini, kita ditantang untuk membuktikan kemampuan dan komitmen kita memenuhi panggilan jihad tersebut. Janji untuk menghayati diri kita sebagai hamba Allah pada saat kita berihram, yang karena itu kita harus menjaga diri kita, lisan dan perbuatan kita menjadi lebih baik, lebih tulus dan ikhlas, harus kita laksanakan.

Janji kita di Arofah untuk menjadi khalifahNya, menciptakan kebaikan dan kemuliaan, harus kita wujudkan. Janji untuk menjadi orang yang bersih hati dan menjaga diri dari sifat-sifat buruk, saat kita melontar jumrah, harus kita laksanakan.

Janji untuk memiliki tauhid dan kecintaan kepada Allah, untuk lebih tegar dan sabar, untuk optimis dan tidak putus asa, saat kita bertawaf harus kita laksanakan. Janji kita untuk bekerja keras, cerdas dan tuntas, lebih menyayangi, mengayomi dan melayani seperti Siti Hajar saat kita Sa'i harus kita maksimalkan.

Penutup

Semua janji kita pada saat di Tanah Suci, haruslah kita wujudkan, bukan untuk hanya omong kosong. Haji memang bukan untuk traveling, bukan untuk memenuhi panggilan tugas kantor, bukan untuk mendapat gelar haji, tapi untuk membuktikan dan membaktikan hidup kita, bahwa setelah haji kita menjadi lebih baik dan mulia.

Mabrur, pada akhirnya, bukan julukan bagi orang yang sudah haji tanpa syarat, tapi ikhtiar menjadi lebih baik, yang harus diwujudkan terus menerus oleh mereka yang sudah haji. Fa'tabiru ya ulil albab.

Legisan Samtafsir